Bagian 15

2K 342 37
                                    

"Ya Allah, satu pintaku padamu. Jika saat aku mengangkat kedua tanganku di malam yang sunyi, dan bibirku tak mampu mengucap satu kata pun, tapi air mataku mengalir dengan derasnya, dengarkanlah hatiku. Karena sesungguhnya, jika bibirku terkatup, hatiku yang menggantikannya untuk mengadu."

- Khairyah Hafisyah Asady -

💚💚💚

Beberapa minggu sudah berlalu. Besok, sudah waktunya bagi kami untuk melakukan ujian akhir semester. Kemudian dilanjutkan dengan ujian nasional, lalu praktek. Hubunganku dengan Adam sedikit berubah. Karena dia sudah sangat berbeda dari biasanya. Dia semakin lembut dan sangat perhatian.

Di setiap malam, aku selalu memanjatkan doa pada Allah, agar perasaan ini tidak mengganggu dan mempengaruhi rasa cintaku pada-Nya. Jujur saja, aku memang menyukai Adam, tapi aku tidak ingin rasa itu melebihi rasaku pada Allah.

"Khair, kita ada tamu. Sini keluar," kata Mama dari luar kamar.

Aku mengernyit bingung. Ini sudah jam delapan malam, kenapa masih ada tamu yang datang? Karena tidak ingin berlarut dalam rasa penasaran, aku memakai khimarku, lalu keluar kamar. Menghampiri Mama yang masih menungguku.

"Siapa, Ma?" tanyaku saat kami menuruni tangga.

"Teman kerja Papamu."

Aku hanya mengangguk paham. Memang ada, ya, tamu yang datang selarut ini? Terlebih dari teman bisnis. Tidak bisa besok, kah? Di waktu yang lebih pas gitu.

Suara tawa dan obrolan mereka sudah terdengar sampai di ruang tengah. Di mana aku dan Mama berjalan. Sampai di ambang ruang tamu, sedikit jauh dari posisi keluarga dan tamu, mataku menangkap seseorang yang tawanya masih teringat jelas di ingatanku.

Itu Dirga! Aku langsung menghentikan langkahku dengan perasaan yang sangat-sangat terkejut. Kenapa? Kenapa dia di sini? Sedang apa dia di sini?

"Khair, kenapa?" tanya Mama.

"Kayaknya Khair enggak enak badan, Ma," alibiku.

Mama menatapku serius. Mungkin karena rasa terkejutku, wajahku langsung memucat. Dan Mamam membiarkanku kembali ke kamar. Sebelum sempat kakiku menaiki anak tangga pertama, seseorang menepuk pundakku.

Aku lagi-lagi terkejut. Kali ini bahkan sampai terjatuh di anak tangga. Mengabaikan rasa sakit yang melanda, aku langsung menatap orang yang tadi menepuk pundakku.

"Kenapa?" tanyanya.

Ah ... ternyata Adam. Ia memegang mangkuk kosong yang kemungkinan besar bekas soto. Sebab, Mama tadi masak soto.

"Gak, gak papa," jawabku secepat kilat.

Adam berjongkok di depanku. "Dia Dirga?"

Air mataku terjatuh begitu saja. "I ... iya. Adam, bagaimana ini? Ke-kenapa dia di sini?"

"Khair, tenang. Allah bersamamu, keluargamu juga bersamamu, tidak akan terjadi apa-apa."

"Enggak, pasti akan terjadi sesuatu. Kamu gak tau, dia itu orang gila, Adam," lirihku. Sesaat, kenangan dulu terlintas di kepalaku. Refleks, aku langsung memeluk tubuhku sendiri.

Catatan Khairyah [ END ]Where stories live. Discover now