Bagian 20

2.4K 376 73
                                    

"Sudah berulang kali diceritakan, bahwa sifat sempurna hanya ada di khayalan. Mau sebagus apa pun manusianya, pasti ada saja kekurangannya. Hanya saja, kekurangan itu ditutupi dengan baik, sampai takdir sendiri yang menunjukkannya."

- Catatan Khairyah -

Semua ujian sudah berlalu, seperti permintaan Adam di hari kedua ujian, aku dan dirinya akhirnya tinggal sendiri di rumah Abi. Hanya ada aku dan Adam. Kini, kami sudah tidak perlu datang ke sekolah, karena peran kami di sana sudah selesai. Tinggal menunggu lulus-lulusan.

Promnight? Adam tak memberi izin. Aku sendiri juga tidak ingin datang. Aku hanya ingin menghindari acara yang seperti itu. Alasannya, karena sudah malam, terus acaranya juga bukan acara yang bisa dibilang aman. Bisa saja ada kejadian yang tidak diinginkan.

Jalan amannya, aku hanya ingin menikmati hidup di rumah saja. Lebih baik, aman, dan terkendali.

"Zaujati," panggil Adam dari arah kamar.

Setelah mengelap tanganku yang bekas tepung karena ingin menggoreng ayam, aku langsung berlari ke kamar dan berdiri di depan Adam yang baru saja selesai mandi.

"Iya?"

Adam memajukan wajahnya dan mencium keningku. Aku hanya bisa menutup mata dan menikmati sentuhannya. Sudah tiga hari kami tinggal di sini, dan Adam mulai membiasakan diri untuk lebih banyak menyentuhku.

"Telah bertambah rasa cintaku padamu," kata Adam sambil memundurkan wajahnya dan memandang wajahku.

Aku menahan senyum yang sudah ingin merakah dengan begitu lebarnya. Karena tanpa senyuman pun, Adam pasti sudah tahu bahwa aku senang mendengar pernyataannya.

"Zauji," panggilku.

"Hm?" balas Adam sambil menundukkan tubuhnya sedikit agar bisa memandang wajahku yang sedang menunduk dengan jelas.

"Telah bertambah begitu banyak semangatku begitu kamu menyatakan cintamu," ujarku.

Adam tersenyum tipis, lalu mengacak pelan rambutku. Sayangnya, karena rambutku model jatuh dan sangat lembut, diacak dikit saja sudah langsung keluar dari jalur ikatan.

Aku cemberut di depannya. "Yaa Zauji, sesungguhnya tanganmu sudah merusak ikatan rambutku."

Adam memutar tubuhku dan mengajakku ke dapur. "Akan aku ikatkan sambil melihatmu memasak untukku."

Aku tersenyum malu. Sejujurnya, ini adalah yang kedua kalinya aku masak di depan Adam. Yang pertama adalah hari kemarin, yang kedua adalah hari ini. Kemarin aku hanya bisa membuat kentang campur tempe sambel. Dipotong dadu. Walau rasanya lumayan pedas, Adam tetap mau makan.

Jadi, hari ini aku gak mau nyentuh sambel dulu.

Aku mulai memasukkan satu per satu ayam yang sudah kulumuri tepung. Kemudian mendiamkannya beberapa saat. Di saat yang bersamaan, Adam mengikat rambutku. Dengan begitu telaten, ia menyentuh lembut bagian-bagian rambutku. Mungkin agar aku tidak merasa sakit.

Sejak terungkap fakta bahwa dia suamiku, Adam mulai menunjukkan sifat aslinya di depanku. Ia tidak lagi menjadi begitu cuek atau sering bicara dalam diamnya, ia tidak dingin sampai harus membuatku memaksanya untuk melakukan ini dan itu, ia tidak terlalu datar saat menatapku.

Perlahan, kasih sayang yang mungkin takut untuk ia keluarkan secara gamblang, mulai keluar dan tertuju padaku.

"Kok melamun?" tanya Adam. Ia menumpukan dagunya di atas kepalaku. Risiko punya tubuh pendek, ya, gini. Bang Shaka dulu juga sering ngelakuin ini sama aku.

Catatan Khairyah [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang