⏤ 𝐃𝐢𝐟𝐟𝐞𝐫𝐞𝐧𝐭 𝐝𝐫𝐞𝐚𝐦

5.3K 934 33
                                    

BAB XXII

"Aku takut.. sungguh.."






























Lagi dan lagi, Jisung terbangun di ruangan gelap yang menyesakkan.

Jisung bangkit, lalu berjalan tak tentu arah. Berusaha mencari sebuah titik cerah meski sedikit.

Tapi kini Jisung menyadari, bahwa ia sedang terjebak di sebuah kubus yang terbuat dari dinding kaca yang sangat tebal juga tinggi. Kubus itu semakin menyempit dari waktu ke waktu.

Membuat dada Jisung menjadi sesak seperti tertindih sesuatu.

"Jisung.."

Jisung menoleh kebelakang. Ia melihat Chenle di sana. Berbeda dengan sebelumnya, ekspresi Chenle kini penuh dengan raut keputusasaan.

Jisung mencoba mendekat, tapi dinding kaca itu menghalangi nya. Jisung tidak bisa menggapai Chenle sekarang.

Kepanikan Jisung semakin menjadi saat ia melihat seorang pria paruh baya yang tiba tiba muncul dari belakang tubuh Chenle sembari memegang pisau yang sangat tajam.

"Tidak.. jangan.."
Jisung menggeleng mencoba melarang pria paruh baya itu untuk melayangkan pisaunya pada Chenle.

Jisung memukul mukul dinding kaca itu sekuat tenaga, tapi hasilnya sia sia. Ia tidak bisa menyelamatkan Chenle dari pria itu.

Dan mata Jisung terbelalak ketika melihat raut wajah Chenle yang seperti menahan kesakitan. Lalu terlihatlah darah yang merembes keluar dari perut Chenle.

Jisung tidak bisa menolongnya. Jisung bahkan tidak bisa memeluk Chenle, ketika pemuda itu jatuh dengan bersimbah darah.

Jisung tidak bisa berbuat apa apa, selain hanya menonton orang yang di cintainya mati perlahan.

"Ini yang akan kau lihat, jika terus mempengaruhi nya. Kau itu LEMAH Park Jisung.."





































"CHENLE!!!!!!"

Jisung terbangun tepat pada pukul dua dini hari, dengan deru napas yang terengah engah

Keringat membasahi seluruh tubuhnya. Dan wajahnya pun penuh dengan air mata.

Jisung ketakutan, sungguh.

Mimpi barusan lebih buruk dari mimpi yang sebelumnya.

Jisung mencoba menormalkan deru napasnya pelan pelan. Jantungnya sudah bekerja keras untuk melawan mimpi  seperti itu.

Sekali lagi, Jisung sangat ketakutan sekarang.

BRAK!

Pintu kamar di buka kasar, dan munculah Chenle entah dari mana. Rautnya tampak khawatir karena mendengar namanya di sebut dengan nada yang cukup tinggi.

"Kenapa? Kau kenapa? Apa kau mimpi buruk hm?"

Tanpa kata lagi, Jisung segera memeluk Chenle. Dengan sangat erat. Mimpi itu terasa seperti sangat nyata. Apa itu gambaran masa depannya dengan Chenle? Itu Tidak mungkin kan?

"Ya, kau—"

"Biarkan seperti ini sebentar... Hanya sebentar.."

Chenle menurut. Ia kini tak mengeluarkan suara lagi. Ia membiarkan Jisung nyaman memeluknya. Perlahan, Chenle menepuk nepuk punggung Jisung dengan pelan mencoba menenangkan.

Chenle tidak tahu apa yang Jisung impikan. Entah itu kejadian tempo lalu, ataupun mimpi yang lain, terserah apapun itu. Chenle akan menanyakan nya nanti, setelah Jisung sudah benar benar tenang.

"Maaf... Jika suatu hari nanti, aku tak bisa melindungi mu.."

Tapi Sepertinya, Chenle mengerti sekarang.



































"Jangan terlalu di pikirkan. Mimpi hanyalah bunga tidur. Kau tidak boleh goyah hingga melemah. Ingat, kau sudah memilih jalan itu"

Pukul empat pagi, Jisung meminta Renjun untuk datang ke ruang makan di pagi buta begini.

Dia menceritakan semuanya pada Renjun berharap cemasnya berkurang. Tapi ternyata tidak.

"Ji, jika kau terus seperti ini kau akan terkena gangguan mental"

Jisung menghela napas pelan. Renjun benar, seharusnya Jisung hanya menganggap itu sebagai bunga tidur. Bukan memikirkannya sampai limpung begini.

Mungkin karena mimpi itu terlalu sangat nyata? Jadi Jisung sampai kepikiran seperti ini?

"Pria paruh baya yang kau sebut itu, apa kau mengenalnya?"

Jisung menggeleng lemah.

"Lalu mungkin itu berhubungan dengan Chenle?"

Tiba tiba saja Jisung mengangkat kepalanya. Di tatapnya Renjun dengan tatapan penuh rasa keterkejutan.

Itu karena sesuatu baru saja muncul di pikiran Jisung.

"Aku sangat takut pada Papa.."

"Mungkinkah itu ayahnya hyung? Itu berarti sesuatu akan terjadi bukan??"

"Ayahnya? Kenapa kau menebak itu ayahnya?"

"Chenle takut pada ayahnya.. dia pernah mengatakannya padaku.."

Tubuh Renjun melemas. Pikiran buruk kini mulai ikut menyerangnya.

Jika psikopat sendiri mempunyai ketakutan, itu berarti ketakutan itu lebih mengerikan dari apapun.

Tiba tiba Renjun menggenggam tangan Jisung. Lalu Di tatapnya Jisung dengan serius.

"Ji, bisakah kau menyerah?"

"Apa?"

"Ini terlalu berbahaya Ji.. menyerah saja ya.. oke?"

Dengan cepat Jisung menghempaskan tangan Renjun dengan kasar.

"Tidak bisa. Aku sudah berjanji padanya untuk tidak melepaskan nya.."

"Ji—"

"Hyung.. ku mohon.. jangan memperumit keadaan"

Renjun tidak tahu, apa yang harus ia lakukan sekarang. Renjun yakin, sesuatu yang sangat besar akan terjadi pada hubungan adik sepupunya itu.









Di sisi lain, tanpa mereka sadari, Chenle mendengar kan semuanya. Kini Chenle tau apa yang Jisung impikan semalam.

Chenle mulai menangis, karena ia juga tidak tahu bagaimana caranya untuk menghadapi ayahnya nanti, ketika beliau datang untuk memisahkan mereka, secara paksa.

Kenapa semuanya jadi rumit?















To be continued

Haiii kali muncul lebih pendek awokawok

  ❛ 𝐋𝐈𝐓𝐓𝐋𝐄 𝐌𝐎𝐍𝐒𝐓𝐄𝐑 ❜Where stories live. Discover now