Chapter 25

344 20 17
                                    

***

***

***




Ini adalah Magic Shop yang akan menghiburmu.





***

***

***



Kim Namjoon mulai merasa frustasi.

"Jadi, kalian juga membuang benda tak berguna ke atas langit?"

"Tidak, mereka bukan membuangnya, tapi membuatnya berputar-putar tak jelas di sana,"

Dua murid saling menyahut dan menyebabkan gelak tawa di kelas. Namjoon sendiri tak tahu apa yang lucu dalam soal satelit yang dibuat berotasi pada bumi. Mereka -para murid penyihir- seakan menertawakannya dan berpikir hal-hal yang Namjoon jelaskan tentang teknologi dan kehidupan di bumi-nya sangat konyol.

"Wah, mereka benar-benar hanya tahu merusak dan menambah sampah," sahut lagi salah satu murid laki-laki yang duduk di bangku depan ke arah teman-teman sekelasnya di sela tawa.

Mulut Namjoon yang sempat terbuka berniat untuk membalas sinisan itu, tertutup lagi. Memang tak bisa dipungkiri jumlah satelit mati yang berada di luar angkasa akan menyebabkan sampah yang semakin menumpuk. Terlepas masalah itu, ia masih merasa bangga dengan manusia di dunianya. Ia yakin suatu saat manusia juga bisa mengatasi masalah sampah itu.

"Satelit bukanlah benda tak berguna. Itu sangat, sangatlah berguna untuk perkembangan kehidupan di dunia Bawah. Terlebih lagi dalam hal berbagi informasi, seperti yang aku jelaskan tadi tentang internet. Semua data akan diunggah di dalam sana sehingga siapapun bisa mengaksesnya kapan saja," ucap Namjoon dengan bangga terhadap salah satu penemuan manusia terhebat menurutnya.

"Lalu bagaimana dengan data-data yang tak lagi penting atau tak terpakai?" Satu murid perempuan menyela.

"Tentu saja mereka abaikan lagi. Mereka sampai membuat dunia lain yang tak terbatas karena kebanyakan sampah!" tandas satu murid laki-laki lagi diselilingi tawa mengejek.

Alis Namjoon semakin berkerut menahan emosi seketika mendengar celotehan tak masuk akal itu.

Ternyata orang-orang di manapun berada sama saja. Ia sudah menemukan spesies yang cocok untuk orang di negaranya dalam hal merendahkan orang lain dan merasa paling baik sendiri.

"Sudah cukup! Aku rasa diskusi kali ini kita cukupkan sampai di sini dulu."

Master On yang sebagai guru kelas Telaah Kedua menghentikan argumen. Sebagian murid di kelasnya melenguh kecewa terdengar dibuat-buat. Beberapa bahkan tak segan sambil memamerkan seringaian mengejek.

"Untuk tugas minggu depan, saya minta untuk membuat esai tentang salah satu keunggulan dari teknologi yang ada di dunia Bawah-"

Seorang murid perempuan mengangkat tangan.

"Master On, jadi esainya kurang satu paragraf saja boleh 'kan, kalau misalnya tak ada jawaban yang bisa kita tulis?"

Hampir sebagian orang di kelas menahan tawa.

Ekspresi Namjoon sudah tak bisa ditutupi lagi,  ia memutar bola mata. Mulutnya terbuka tak percaya dengan senyum sama sinisnya kepada mereka. Bahkan meskipun ada seorang guru di antara mereka, mereka tak punya rasa segan.

"Saya minta minimal lima perkamen di atas standar," jawab guru pria berusia hampir setengah abad itu.

Mendengar suara protes yang memenuhi ruangan masih tak bisa memuaskan Namjoon. Ia berharap sekali, tugas mereka lebih dari itu.

The Seven Pillars (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang