Chapter 15

141 27 14
                                    


***

***

***

Aku tulis surat panjang, kepada bulan kelak.

***


***

***





Sinar mentari pagi menyusup masuk seketika Kim Taehyung membelah tirai jendela, membukanya. Ribuan partikel debu terlihat mengambang lebih jelas di bawah sorotan cahaya, berterbangan.

Penyihir remaja itu menyeret satu kursi ke dekat ranjang yang kelambunya sudah terikat di ke empat sudut, mengizinkan penghuninya terekspos. Seorang wanita di umur sembilan puluhan terbaring lemah dan semakin tampak pucat setiap harinya. Rambut hitam panjangnya terlihat tak mencerminkan kilau kehidupan. Kedua mata itu menutup.

"Aku tak mungkin menanyakan ini setiap harinya, tapi kuharap keadaan Ibu semakin lebih baik, meskipun untuk seper-ratus, atau bahkan cuma seper-ribu."

Senyum kecil keluar dengan pasrah.

"Eon dan Jeong sudah pergi pagi-pagi sekali tadi begitu mereka selesai sarapan sambil merengek."

Tawa kecil mengiringi sebelum disambung nada protes.

"Tuan Gu terlalu keras pada mereka. Bahkan dia tak mengizinkan Eon dan Jeong pulang lebih cepat dari rumah Nyonya Lim waktu Malam Jol kemarin kata mereka. Ia sudah sok mengatur urusan rumah, Bu."

"Nanti kalau Ibu sudah bangun, hal pertama yang Ibu harus lakukan adalah pecat Tuan Gu dan cari kepala pelayan yang lebih baik. Pelayan yang lain juga sama saja, terlalu patuh padanya. Ah, akan aku bantu buatkan daftar apa saja yang harus Ibu lakukan setelah Ibu bangun, biar Ibu tidak repot-repot memikirkan lagi nantinya."

Lawan bicaranya masih diam tanpa reaksi.

Kesunyian yang dingin menyelimuti.
Kedua tangan Taehyung dengan ragu meraih tangan pucat ibunya, ia genggam erat.

Penyihir muda yang baru saja menginjak usia delapan belas tahun di akhir Desember itu berusaha membuang jauh-jauh ketakutannya seketika ia merasa suhu tubuh ibunya semakin turun setiap hari.

Tanda-tanda kehidupan seakan memudar perlahan-lahan.

Untuk ke sekian kali ia memanggil sihir Phoenix-nya, mencoba menyalurkan hangat tubuhnya lewat tautan tangan mereka, masih berharap cara itu akan berhasil, meskipun nyatanya sampai saat ini tak ada pengaruhnya sama sekali.

"Aku rindu Ibu,"

Lirihan itu tertahan tak dilanjutkan. Taehyung seolah sudah merasa jenuh, mengatakan semua yang ingin ia sampaikan seperti mantra setiap harinya, seperti ritual. Dan bahkan ia tak percaya lagi bahwa tahun baru ini ke depannya akan berjalan lebih baik seperti sedia kala. Dia, ibunya, dan kedua adiknya hidup bersama di rumah sederhana, atau mungkin bisa bersama neneknya di pedesaan. Gambaran keberadaan kepala keluarga Kim, si Tuan Pilar Phoenix sudah terhapus di benaknya sejak awal tahun yang lalu.

Ia tak tahu lagi apa yang bisa ia percaya dan menguatkan hatinya sekarang, bahwa semua akan baik-baik saja, itu mulai terlihat mustahil baginya. Ia merasa tahun baru ini akan menjadi lebih buruk. Taehyung ingin kabur.

The Seven Pillars (ON HOLD)Where stories live. Discover now