Chapter 2

701 82 70
                                    

***


***


***

Sejak alam semesta pertama kali diciptakan, semua sudah ditakdirkan.


***


***


***

Seketika itu, rasa menggelitik mulai merambati tubuhnya dengan cepat, sangat cepat, dari kaki sampai ke kepala. Semua itu terjadi tidak sampai tiga detik. Dan yang terakhir Jinna lihat adalah Nyonya Lee yang memberinya anggukan dan senyum kecil.

...

Tubuh Seo Jinna menapak lagi di tanah setelah tiga detik hilang. Karena pertama kalinya ia bepergian dengan kolibri kastil membuat kakinya tidak ter-rem hilang keseimbangan, terkejut dengan sensasi yang tiba-tiba dirinya muncul lagi dalam kedipan mata.

Ratusan calon murid satu persatu datang memenuhi area luar kastil yang megah nan misterius, berdiri di satu pulau khusus dikelilingi selat dan lautan, di antara daratan utama dan daratan tak berpenghuni, tanpa akses yang terlihat oleh mata ke daratan lainnya. Sembilan menara menjulang di tengah bangunan tua itu dan satu yang paling tinggi dan yang besar di belakang. Berdinding batu yang terekspos membuat kastil itu terlihat sangat kokoh dan membumi dengan adanya tanaman sulur yang merambati sebagian dindingnya, membuat berpasang-pasang mata takjub. Gaya Gothik dan natural terasa bercampur dengan kental.

Semua orang berpakaian sama, jas sekolah merah tua, bawahan dan atasan abu-abu gelap hampir hitam dengan kemeja putih di dalam bersama rompi senada dengan warna bawahan dan dasi biru tua bergaris emas, rok di atas lutut bagi perempuan dan celana panjang bagi laki-laki, tak ketinggalan sepatu hitam mengkilat dan kaos kaki hitam. Tanpa tas sekolah, tanpa alat tulis, tanpa membawa apapun di tangan mereka. Mereka terlihat seperti siswa biasa dari dunia Bawah.

Seo Jinna merasakan saku jasnya lebih ringan dan baru sadar kalau kopernya telah menghilang. Belum sempat ia mencoba mencari di saku lainnya, dari depan keramaian semakin menjadi saat gerbang utama kastil akhirnya dibuka. Para calon murid tergiring masuk dengan sendirinya melewati lorong yang cukup panjang ke area yang lebih lapang untuk berkumpul.

Orang-orang di sekitarnya bertukar sapa, mengobrol ringan bahkan sudah ada yang menggosip bersama.

"Lihat, itu anaknya Pilar Phoenix!"

"Yang mana?"

"Itu yang di sebelah sana!"

Beberapa orang di sekitar mengikuti arah telunjuk salah satu calon murid, tak terkecuali Jinna yang teringat dengan obrolan paman dan bibi Yoon tentang Tuan Pilar Kim yang sudah sakit satu Minggu.

Seorang murid laki-laki tersenyum lebar ke arah halaman yang dipenuhi orang, sebelum menengok ke temannya yang lebih pendek dan bertukar lelucon melihat mereka tertawa lebar. Mereka berdiri di antara ratusan murid angkatan atas yang menonton dari koridor terbuka kastil di lantai atas.

"Bukankah kakak itu tampan?" Calon murid perempuan yang menunjukkan sosok itu berujar dengan kagum.

"Iya, kata kakak sepupuku yang sudah sekolah di sini dia sangat ramah. Dengan semua calon pilar juga sudah sangat dekat." Sambut yang lainnya.

The Seven Pillars (ON HOLD)Where stories live. Discover now