Chapter 12

195 29 35
                                    


***

***

***


Darah merah dari duri itu menjadi nyata.


***

***

***




Malam yang konyol.

Suara pikiran Jinna saat ia bersiap-siap akan tidur. Tapi untuk beberapa menit, otaknya tidak mau berhenti, padahal ia sudah merasa lelah sementara kedua mata sudah tertutup. Semua adegan yang terjadi malam ini berputar dalam kepalanya bersama berbagai macam pikiran yang mengomentari.

Dan satu hal yang ia tarik dari percakapan tadi dengan si calon Pilar Ylem adalah Jeon Jungkook orang yang sensitif. Jadi, pilihan Jinna hanya harus pelan-pelan dalam menjauhinya. Berterus-terang kalau dia tak berminat menjadi teman bukanlah pilihan yang bagus. Yang ada mungkin malah akan menambah rasa penasarannya kenapa dia tak ingin berteman, itu menurut analisisnya.

Bahkan gadis itu sedikit merasa menyesal karena begitu saja mengabaikan saat mereka sampai di menara asrama. Jinna harap sikapnya tadi tidak membuat laki-laki itu berprasangka kalau Jinna orang yang sok dan sombong atau hal semacamnya. Gadis itu juga tak ingin berada di sisi lawan. Ia hanya berharap lelaki itu segera sadar sendiri kalau berteman dengan Jinna tak ada yang istimewa seperti yang ia kira, lalu berubah pikiran.

Masalah itu bukanlah hal yang besar di dalam kepala Jinna sekarang, tapi pertanyaan Jungkook sebelum itu.

Bagaimana bisa ia dengan mudah menyimpulkan Jinna memiliki sihir Aster? Dirinya sendiri bahkan masih ragu-ragu untuk menyatakan hal itu.

Dan sekarang otaknya sampai pada tahap memikirkan kembali semua yang terjadi akhir-akhir ini, lalu tahi lalat kecil di bawah bibir murid laki-laki itu-

Jinna membuka mata mengerjap beberapa kali. Sepertinya dia benar-benar harus menyortir pikiran sebelum melebar ke mana-mana.

Buku jurnal dan pena kayunya ia keluarkan dari dalam laci nakas samping ranjang. Tiga ranjang yang masih kosong membuatnya menarik napas lega karena mendapat privasi untuk beberapa saat.

Pertama tentang dirinya yang masih fobia dengan air berkedalaman tinggi, lalu sihir Aster yang ia mungkin miliki, bayangan sesaat bintang jatuh, dan kucing hitam yang aneh.

Jinna berpikir dia akan mencoba menyelam lagi di danau Dalam saat larangan telah dicabut tentu saja dan lebih berhati-hati lagi. Atau setelah musim dingin mengingat airnya mungkin akan beku. Tidak, itu terlalu lama. Berlatih di rawa dekat panti juga bukan pilihan yang menyenangkan. Atau mungkin dia bisa bertanya kepada Nyonya Lee tentang ketakutannya.

Dan bayangan-bayangan yang ia lihat waktu setelah pelajaran Astronomi tak mungkin bayangan masa depan atau istilahnya ramalan. Itu hal yang mustahil, apalagi ditujukan kepada seorang Jinna. Lagipula ia tak tahu jelas konteks semua bayangan itu apa, potongan-potongannya terlihat sangat acak. Dan apa yang bisa Jinna lakukan dengan fakta ia bisa melihat bayangan itu? Memberitahu orang lain dan dikira gila? Tidak, ia hanya akan melempar dan mengunci mereka di sudut terdalam otaknya. Menunggu saja sampai hal yang ada kaitannya muncul.

Sama juga dengan kucing hitam aneh itu yang membuat Jinna sampai berpikir dia mungkin berhalusinasi dan itu cuma khayalan matanya yang lelah.

Dan pikirannya tentang sihir Aster membuatnya teringat lagi dengan percakapan mereka berdua. Satu sel otaknya seolah menjelma menjadi satu sosok yang dengan lantang mempertanyakan keputusan Jinna.

The Seven Pillars (ON HOLD)Where stories live. Discover now