Chapter 17

136 24 10
                                    


***

***

***

Bagaimana perasaanmu? Bagaimana perasaanmu sekarang?
Sebenarnya aku benar-benar baik tetapi sedikit tidak nyaman

***

***

***

"Park Jishin, cepat keluar bantu aku!"

"Iya iya, aku datang!"

Jimin menengok lagi ke wanita tua di hadapannya yang sedikit terkejut dengan teriakannya tadi saat memanggil adik lelaki satu-satunya.

Remaja itu kembali menampakkan senyum ramah,

"Maaf, adik saya memang harus pakai suara keras untuk memanggilnya," ujarnya manis sambil menyerahkan satu bingkisan.

"Aku dengar itu!" sahut seorang anak laki-laki di umur dua belas tahun yang baru saja keluar dari dalam rumah, membawa keranjang kayu cukup besar berisi bingkisan-bingkisan yang akan dibagikan ke tetangga mereka.

Sebenarnya isi bingkisan itu kebanyakan berasal dari hadiah tetangga, bahkan dari orang yang keluarganya baru lihat wajah mereka. Saat setelah kabar Jimin yang terpilih menjadi calon Pilar Aster tersebar, rumahnya banyak kedatangan tamu. Dari yang punya niat baik sampai buruk sekalipun, untuk sejenak menengok keluarga si calon Pilar baru. Di tahun kedua ini lebih mendingan dibanding tahun kemarin, frekuensi kunjungan menjadi satu kali per-minggu.

Saat musim panen barang-barang yang ada di rumahnya akan melonjak. Karena takut akan menjadi sia-sia, ayahnya berinisiatif untuk membagikan kembali sumbangan dan hadiah yang keluarga mereka dapat, apalagi yang berupa bahan makanan.

Dan sekarang antrean panjang para lansia dan mungkin hampir setengah penduduk desa lainnya.

"Maaf sebelumnya, saya sangat bersyukur bisa mendapatkan bantuan gratis ini. Dan sebagai rasa terima kasih saya, izinkan saya memberikan ini sebagai hadiah atas terpilihnya nak Jimin menjadi calon Pilar Aster,"

Seorang kakek menyodorkan buntelan kain ke arah Jimin yang hendak menyerahkan bingkisan. Tidak sekali dua kali hal ini terjadi sebenarnya, terutama dari para kakek-nenek di permukimannya. Mereka terlihat sangat menyayangi keluarga Jimin, membuatnya sangat beruntung karena telah menerima banyak cinta.

"Tak perlu, ini pasti lebih berguna untuk kakek sendiri," tolak Jimin lembut.

"Tidak, aku yakin ini pasti sangat berguna untuk seorang calon Pilar. Terimalah, ini harta berhargaku, aku ingin memberikannya untukmu."

Jimin sedikit mengangkat alisnya mendengar kakek tua itu bersikeras padahal ia baru saja mengatakan kalau buntelan itu harta berharganya.
Ia melirik lagi buntelan kain kuning itu.

Yaah, beberapa hadiah yang ia terima dari para tetua desa sebelumnya memang kadang aneh-aneh juga. Hampir semuanya berupa barang tua mereka, dari jubah nenek moyang, topi purba, sampai satu gigi emas tua.

Dengan berat hati Jimin mengalah menerima hadiah kakek tua itu yang sekarang tersenyum lebar ke arahnya, memperlihatkan deretan gigi tua di balik jenggot putih lebat tak terawat.

The Seven Pillars (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang