Chapter 5

346 53 55
                                    


***


***


***


Di tengah luasnya sebuah samudera, seekor ikan paus berbicara dengan lirih dan sunyi


***


***


***


Langkah kaki ringan terdengar menapaki lantai ruang makan.

Senyum lebar Kim Seokjin terlihat tak bisa dilunturkan dengan mudah. Dia akhirnya merasa bangga dengan bakat sihirnya yang berbeda. Tadi ia baru saja membantu ayahnya memperbaiki lahan pertanian milik keluarga mereka. Tak besar memang bantuannya, tapi itu saja sudah cukup membuatnya merasa berharga dan dihargai. Ayahnya yang seorang Ylem terlihat cukup terkesan dengan kemampuan sihir Pan-nya.

Obrolan ibu-ibu di ruang tengah sayup-sayup terdengar, menandakan para tamu ibunya masih belum pulang.

"Ngomong-ngomong tentang Pilar, selamat untukmu Nyonya Kim. Bukankah putra pertamamu baru saja diangkat menjadi Pembantu Pilar Yelm tingkat dua?"

Yang pasti itu bukan pertanyaan untuk ibunya, pikir Seokjin. Seketika senyumnya pudar.

Tetangga jauh mereka, Nyonya Kim Hyunja, menjawab dengan suara sumringah.

"Iya, terima kasih Nyonya Geum. Kemarin dia baru saja kembali dari misinya di distrik Sinom, sempat bertemu juga dengan Pilar Ylem saat kunjungannya."

"Wah, beruntung sekali putramu, bukankah begitu ibu Seokjin?"

Nyonya rumah terlihat tersentak dan spontan mengangguk pelan mendengar pertanyaan yang dilontarkan secara tiba-tiba dari salah satu tamunya.

"Ah iya, sangat beruntung."

Nyonya Geum tersenyum sebelum menyeruput tehnya dengan anggun.

"Eh, bagaimana dengan kabar putramu Seokjin?"

Pertanyaan tiba-tiba ia lontarkan begitu saja kepada Nyonya rumah lagi.

"Kabarnya sangat baik."

"Pasti sangat mengejutkan saat mendengar putramu punya bakat sihir yang berbeda dengan keluarga kalian?"

Ibunya tersenyum lemah.

"Hanya saat pertama kali mendengarnya saja."

"Wah, hebat kalian. Kalau saja itu aku, mungkin akan kutanyakan lagi apa dia benar-benar anakku."

"Hush, Nyonya Geum. Meskipun begitu, kau kan sudah membesarkannya, tentu saja dia anakmu," ucap Nyonya Kim Hyunja.

Ibunya tampak duduk tak nyaman di kursi dengan desain mewah klasik itu meskipun miliknya dan di rumahnya sendiri, sebelum akhirnya berdiri.

"Sepertinya kita kehabisan kue keringnya. Tunggu sebentar ya, biar aku ambilkan dulu di dapur."

The Seven Pillars (ON HOLD)Where stories live. Discover now