11

242K 40.1K 2.5K
                                    

Saat ini Skaya sedang membaca novel di dalam asrama sambil rebahan. Di hari minggu ini mereka berempat tidak ada yang berniat pulang ke rumah masing-masing. Skaya yakin di rumahnya kosong sebab anggota keluarganya ada di luar negeri menemani pengobatan Skara.

Begitu selesai menamatkan novelnya, Skaya bergeming sesaat sebelum menoleh ke bawah. “Za, Big Bos dan Alwin ke mana?”

Zahair yang sedang sibuk push rank menjawab acuh tak acuh, “Big Bos lagi ada perkumpulan anggota renang, kalo si Alwin paling jadi cabe-cabean di pengkolan jalan.”

“Big Bos bisa renang?” tanya Skaya kaget.

“Ya bisalah. Ekstrakurikuler Big Bos kan renang. Hobinya meliuk-liukkan tubuh.” kata Zahair sambil menggerakkan tangannya seperti seekor ular.

“Anjir.” Skaya tertawa renyah. “Ngomong-ngomong, Za. Keknya lo yang paling tau soal Big Bos. Gue penasaran aja, Big Bos orangnya seroyal itu sampe suka bagi-bagi kartu ATM?”

Zahair berhenti bermain dan menatapnya kaget. “Apa? Emang Big Bos gituin lo?”

Skaya memiringkan kepalanya dan mengangguk. “Semalem. Mana kartunya warna perak lagi.”

Ponsel laki-laki itu terjatuh dari tangannya. Zahair yang tersadar meringis dan dengan cepat menyelamatkan benda pipih itu. “Shit, hp gue!”

Lalu pandangan Zahair kembali ke Skaya yang bertopang dagu di atas kasurnya. “Kartu yang Big Bos kasih keknya kartu platinum, anjir! Kagak pernah Big Bos semurah hati itu ke gue sama Alwin. Tapi gak heran aja dia ngeluarin kartu platinum. Di dompetnya kan cuma isi kartu gold dan platinum. Bahkan Big Bos punya black card sendiri.”

Jantung Skaya tanpa sadar berdebar lebih cepat. Dia kurang tahu soal kartu ATM, tapi tentang black card mah dia juga tahu! “Jadi...?”

Zahair mendecakkan lidahnya sambil menampar permukaan meja. “Lo diperlakukan khusus, lah. Sial, gak ngerti lagi gue sama sirkuit otak Big Bos.”

Smirk terulas di bibir Skaya. “Iri?”

“Amit-amit jabang bayi!” Zahair mengetuk kepalanya di atas meja lalu bergidik ngeri. “Mending Big Bos nganggep gue kayak udara aja sekalian dibanding diperhatiin. Ngeri, cuy!”

“Cih.” Skaya berdecih tapi tetap saja ketawa.

Meski Zahair dan Alwin nampak takut dengan Sagara, Skaya malah merasa terlindungi dengan adanya dia di sisinya.

Selama mengenal Sagara, Skaya benar-benar tenang melewati hari-harinya. Ternyata, berbaur dengan mereka tidak seburuk yang dia bayangkan sebelumnya. Yah, tentu saja selama penyamarannya tidak terbongkar.

Keduanya kembali ke kegiatan masing-masing. Lalu Skaya mendengar helaan napas dari Zahair dan katanya, “Skar, gue bosen. Gimana kalo kita nobar—”

“Waktunya bekerja!” potong Skaya panik dan segera bangkit mengambil pakaian baru dan pergi ke kamar mandi.

Zahair menggaruk pelipisnya heran. Kenapa Skaya terlihat ketakutan, padahal dia hendak mengajaknya nonton pertandingan sepak bola.

***

Berganti shift, Skaya seperti hari-hari sebelumnya menjaga perpustakaan yang cukup ramai di hari Minggu.

Tapi kali ini Skaya tidak sendiri. Ada Raya yang tengah membaringkan kepalanya di atas meja dengan lesu.

“Skar...” panggil gadis itu dengan lemah. “Gue kurang cantik ya sampe-sampe Sagara gak ngelirik gue sama sekali?”

“Cantik kok.” Sebagai seorang gadis juga, hal lumrah untuk memuji sesama mereka. Makanya tanpa sadar Skaya membalasnya seperti itu. “Tapi Raya, lo lupa Big Bos gue kek gimana? Dia orangnya gak pedulian.”

Mendengarnya, sudut bibir Raya terangkat. “Itu yang bikin Sagara semakin menarik.”

Gadis itu menegakkan tubuhnya penuh semangat dan menatap Skaya dengan kobaran api di matanya. “Pokoknya gue gak akan nyerah! Skar, bisa gak lo....”

Skaya mendengar dengan cermat pengaturan Raya dan mengangguk-angguk mengerti. Hingga malam tiba, dia bersama Raya membahas tentang pendekatan gadis itu kepada Sagara.

Jujur saja, Skaya agak sangsi Sagara bisa masuk jebakan seperti yang dikatakan Raya. Sagara itu sedikit tidak tertebak. Kadang bisa baik, kadang bisa galak. Bahkan Skaya sendiri tidak dapat menebak suasana hatinya sesuka hati.

Ketika Skaya baru saja meninggalkan gedung perpustakaan, hal sial terjadi. Dia malah bertemu laki-laki tempo hari yang memalaknya pada hari pertama bersekolah.

“Akhirnya ketemu juga.” katanya dengan kekehan sinis.

Kening Skaya mengerut. “Lo punya masalah sama gue?”

Aiden melangkah mendekatinya dengan seringaian. “Punya, lah. Masa iya enggak.” Lalu dia menunduk dan berbisik ke telinganya. “Btw pukulan Sagara masih sakit, nih.”

“Terus?”

“Lu harus rasain juga, dong.” katanya sambil menaik-turunkan alis dengan tangan terangkat ke leher Skaya.

Mata Skaya menyipit, apa lagi mencium bau rokok yang amat menyengat dari tubuhnya.  Dia mengangkat kakinya lalu menendang tepat mengenai aset berharga laki-laki itu.

“ARGH!” Aiden memekik sembari meringsut mundur. Dia berlutut di atas tanah dengan wajah mengerut kesakitan.

Skaya mengerjap pelan. Apakah sesakit itu? Padahal dia tidak memakai tenaga lebih.

Begitu Skaya menoleh, dia menangkap basah beberapa gadis yang menatapnya tercengang.

Sambil tersenyum, Skaya mengedikkan dagu ke arah Aiden. “Kalo ketemu cowok bajingan, tendang aja masa depannya kayak gue.” katanya sebelum mengerling dan pergi.

Para gadis itu kemudian heboh. “CEPET CARI DARI KELAS MANA DIA!!!”

“BRENGSEK!” Umpat Aiden kencang membuat para gadis itu lari terbirit-birit ketakutan.

Sedangkan yang membuat laki-laki itu menderita semalaman malah kembali ke asramanya, mandi dan tidur dengan damai. Seolah pelaku aksi menendang dan merusak asal bibit generasi selanjutnya dari seseorang bukanlah dia.

TBC

May 21, 2021.

Dear, Skaya... TEBAR PESONA TEROS LO, MAEMUNAH!!!

Skaya & the Big Boss ✓Where stories live. Discover now