39

221K 37.6K 4K
                                    

Sagara bersedekap dada sambil bersandar di samping lemari Skaya dengan kaki menyilang. Gerakan gadis itu dalam mengemas pakaiannya untuk dibawa pulang tidak lepas dari pandangannya.

“Hari ini harus pulang?”

“Hm.” sahut gadis itu singkat. Hari ini seperti sebelumnya, dia akan kembali ke rumah karena masa menstruasinya. Terlintas sebuah ide, pergerakannya terhenti dan menatap Sagara lurus. “Big Bos mau anter gue pulang, gak?”

Seketika punggung Sagara menegak. Dia menatap Skaya dengan mata cerah. “Oke. Jangan tarik ucapan lo.” katanya kemudian mengambil pakaian ganti dan memasuki kamar mandi dengan semangat.

Melihat sikap Sagara yang sangat excited, Skaya jadi tergelak. Entah cuma perasaannya atau benar, sejak malam itu Sagara dan dirinya semakin dekat.

Karena perlakuan laki-laki itu yang begitu lembut dan selalu mengutamakannya, Skaya sebagai seorang gadis mana bisa menahan perasaannya sendiri dan pada akhirnya dia luluh juga.

Skaya tidak munafik. Dia suka Sagara. Tidak ada yang salah, kan? Yang salah adalah identitasnya saat ini. Entah kapan Sagara akan mengetahuinya, Skaya belum mempunyai niat untuk membongkar semuanya. Mungkin setelah Skara bisa sekolah di sini dan dirinya kembali barulah dia bisa berani menyatakan identitasnya.

Tidak perlu terburu-buru. Hibur Skaya dalam hati untuk dirinya sendiri.

Setelah keluar melalui gerbang belakang agar dapat mengendarai mobil Sagara di basement, Skaya pada saat ini duduk dengan tenang di samping Sagara yang mengemudi di tengah hiruk-pikuk kemacetan jalan raya.

“Big Bos...” cicit Skaya menatap Sagara yang memegang setir sambil mengetuk jemarinya di sana karena menunggu mobil bagian depan melaju.

“Apa hm?” balas Sagara lembut.

“Gue pengin minum boba.” Skaya sontak mengulum bibirnya. Kenapa dia jadi merengek?

Ini pasti gara-gara dia terlalu terlena dimanjakan oleh Sagara belakangan ini!

Tapi Skaya benar-benar ingin minum boba saat ini. Perutnya sakit, tidak ada tenaga lebih. Bergantung dengan Sagara membuatnya merasa lebih nyaman.

Sagara menoleh dan mengulurkan tangan mengacak rambutnya singkat. “Oke.”

Jadi setelah bebas dari kemacetan, Sagara langsung melajukan mobil menuju mall terdekat dan memarkirkan mobil di sana. Menyuruh Skaya untuk menunggunya di mobil, Sagara keluar dan pergi masuk memesan untuknya.

Skaya menyandarkan kepalanya di jendela. Bibirnya melengkung ke atas karena Sagara selalu memprioritaskan keinginanya. Sangat manis...

Menunggu selama tiga puluh menit, akhirnya Sagara kembali membawa boba keinginan Skaya dengan satu kotak berisi kue untuk gadis itu dan segera melajukan mobil menuju alamat rumah Skaya.

Memegang chatime boba, Skaya cemberut. “Kenapa gak dingin? Es batunya mana?”

“Es batunya abis.”

“Tipu ih.”

Sagara menoleh sekilas menatap bibirnya yang melengkung ke bawah. “Jangan minum dingin-dingin. Lo kan ha—”

Mampus. Hampir saja dia keceplosan.

“Ha apa?” tanya Skaya penasaran.

Sagara berdeham pelan. Kenapa dia yang jadi gugup jika membongkar rahasia Skaya? “Lo kan harus jaga kesehatan. Muka lo pucet, kalo minum dingin tambah sakit gimana?”

“Tapi kurang enak,” desah Skaya menyesali namun tetap saja dia menyesapnya dengan khidmat.

Kali ini Sagara tidak menyahutinya karena gadis itu sudah masuk dalam mode makan dengan gembira. Diam-diam sudut bibirnya terangkat. Kentara sekali Skaya sebagai gadis kecil yang imut dan manis saat ini.

Pacar kecilnya itu harus semakin dia jaga baik-baik kedepannya. Klaim Sagara dalam hati dengan tekad.

Memberhentikan mobil di depan sebuah rumah berlantai satu namun sangat lebar dan luas, Sagara melihat-lihat rumah gadisnya dengan hati-hati. Kemungkinan di masa depan dia akan sering berkunjung ke sini. Jadi mengapa tidak dia mengamati terlebih dahulu?

Skaya melepaskan seatbeltnya dan menatap Sagara. Memikirkannya sejenak, dengan ragu dia menawarkan, “Mau singgah bentar gak bos?”

Sagara menatap wajah cantik itu. Memikirkan sekarang sudah malam, dia menggeleng pelan. Dia mengulurkan tangan menghapus remahan kue di sekitar bibir Skaya penuh perhatian. “Gak. Gue mau pergi cek club bentar.”

“Oke, hati-hati di jalan Big Bos. See you.” pamit Skaya dan bergegas turun memasuki rumahnya.

Hingga punggung gadis itu hilang dibalik pagar, Sagara barulah memalingkan tatapannya ke depan dan menancap gas melajukan mobil pergi dari pekarangan rumah tersebut.

Skaya bersenandung sembari memasukan kunci ke pintu. Tersadar pintu tidak terkunci, keningnya mengerut. Jangan-jangan dia lupa mengunci pintu bulan lalu?!

Memasuki rumah dengan jantung berdebar, rungunya menangkap percakapan seru dari ruang makan. Dia melangkah ke sana, dan terhenyak di tempat melihat tiga orang duduk mengitari meja makan dengan suasana harmonis.

Nampaknya presensinya disadari sehingga suara wanita yang sangat familier itu terdengar. “Skaya udah pulang? Simpen barangmu terus ikut makan malam sini.”

Mengerjap pelan, Skaya mengangguk kaku. Dia menyimpan tasnya di lantai, mencuci tangannya sebelum duduk di deret kursi yang kosong. Di hadapannya nampak dua sosok yang duduk berdampingan, Verana dan Skara. Sedangkan papanya, Wiro duduk sendiri di ujung meja.

“Skaya, kamu ambil sendiri makananmu. Bunda masih ngurus kakakmu.” tutur Verana tanpa memandang Skaya.

Dengan panuh Skaya mengangguk. Dia mengambil makanannya sendiri dan langsung menyantapnya karena tiga orang tersebut sudah lebih dahulu memulai makan malam.

Di tengah kegiatan Skaya makan, suara Verana kembali terdengar. “Oh ya, Skay. Kamu izin seminggu kan? Besok kita semua pergi mengunjungi Oma di Bandung.”

“Iya.” jawab Skaya patuh dan kembali terdiam melihat interaksi keluarganya yang sangat harmonis. Senyuman tipis terulas di bibirnya. Ah, sudah lama dia tidak melihat suasana ini.

Setelah makan malam, mereka semua pergi untuk mengurus urusan masing-masing. Skaya membawa tasnya menuju kamarnya, yang sangat kebetulan bahwa Skara juga hendak memasuki kamarnya.

“Kak...” panggil Skaya lembut. Melihat pergerakan Skara terhenti, dia bertanya, “Gimana kondisi kakak?”

Skara menoleh menatapnya. “Kenapa? Berharap gagal biar gua sakit-sakitan terus?” Senyuman mengejek kemudian tercetak di bibir laki-laki itu. “Sayang banget, kali ini lancar.”

“Gue—”

BRAK!

Skaya terlonjak pelan karena bantingan pintu Skara. Dia menatap pintu yang tertutup dengan tangan tergantung di udara.

Dengan lirih dia menggumam, “Bukan begitu...”

TBC

June 18, 2021.

Mari tinggalkan kebucinan Big Bos bentar dan mulailah mengenal masalah kecil dalam cerita ini 🥰

Spam next sini buat part besok!

Skaya & the Big Boss ✓Where stories live. Discover now