80 [END]

294K 38K 6.3K
                                    

Waktu mengalir begitu cepat. Tidak terasa mereka sekarang telah tiba di hari terakhir berada di SMA Lesmana menggunakan seragam sekolah. Ada perasaan senang, enggan, dan sedih memikirkan telah melewati waktu yang menyenangkan di sekolah ini. Karena terbiasa di asrama, 24 jam mereka habiskan setiap hari bersama. Kini mereka harus pergi berpisah, jelas sejak sekarang akan susah mencari waktu sekadar berjalan bersama.

“SKAY! SINI FOTO!” teriak Cici yang baru saja selesai berselfie ria bersama gadis-gadis lain.

Skaya tersenyum lebar dan bergegas bergabung. Setelah mengambil banyak foto selfie serta foto kelas, dia akhirnya bebas dari cengkraman Cici.

“AAAA SAGARA! FOTO BARENG YUK!” ajakan itu penuh histeris.

Mendengar nama sang pacar, tentu saja Skaya menoleh tanpa disadari. Dia memandang pintu kelasnya dengan linglung, melihat laki-laki tinggi yang berdiri di ambang pintu dengan sebuket bunga mawar di tangannya.

Tubuh gadis itu mematung sejenak. Melihat tatapan Sagara tertuju padanya dengan sudut bibir perlahan terangkat, mata Skaya berkedip berulang kali berusaha mengode laki-laki itu agar menghentikan rencananya.

Tetapi Sagara tidak peka dengan kodenya. Dia tetap berjalan masuk dan berdiri di depannya, menatap lembut sambil menarik tangan gadis itu untuk mengambil buket bunganya.

“Gue gak tau berapa banyak bunga yang perlu dikasih ke elo. Kata orang, lebih baik ngasih 999 tangkai mawar. Tapi toko bunga gak punya sebanyak itu. Jadi gue minta 99 tangkai.” Dengan lancar Sagara menjelaskan, membuat keriuhan kelas Skaya menjadi hening dalam sekejap. Senyum Sagara lebih lembut melihat Skaya menatapnya shock. “By the way Aya, happy graduation!

“AAHHHHH! HOW SWEET!

“Ehhh??! Skaya dan Sagara? Kok bisa?!”

“ANJIR! SIAPE ADMIN LAMBE TURAH DI SINI?! PAYAH GAK TANGKEP PACARNYA SAGARA DI DEPAN MATA!!!”

“Ecie Skay!!! Cuit, cuit!”

Kelas seketika menjadi bising. Sudut bibir Skaya berkedut, apa lagi mendengar suara Cici di akhir. Gadis itu memeluk buket bunga dengan satu tangan, sedangkan tangan lainnya bergegas menarik Sagara agar keluar dari kekacauan kelas. Sejak tadi wajahnya sudah memerah menahan malu. Melihat Sagara mengikutinya dengan senyuman puas, bibirnya mencuat kesal.

“Lo sengaja, kan?” tuding Skaya langsung begitu berhenti di tempat yang lebih sepi.

“Hari terakhir. Biar mereka tau siapa pawang lo.” Sagara memasukkan tangannya ke saku celana. Ekspresinya yang santai membuat gadis itu bertambah jengkel.

“Pawang apa? Gak ada cowok yang deketin gue. Malah elo tuh yang banyak deketin.”

Bukannya tidak sabar karena dituduh terus menerus, Sagara malah terkekeh dan menangkup wajah Skaya. “Lo cemburu? Gemes banget pen gigit.”

“Apa sih? Big Bos yang serius dong.”

“Iya sayang. Gue selalu serius kok. Apa lagi soal nikah sama lo.”

Skaya berdecak sambil memandang buket bunga di tangannya. “Cantik banget mawarnya. Tapi Big Bos, gue gak bisa nerima bunga lo.”

“Hah?”

Dengan tenang Skaya mendongak, memperlihatkan matanya yang berair lalu berbicara dengan suara serak. “Gue alergi serbuk bunga. Bunga mawar dikit sih mending, ini banyak banget.”

Sagara terdiam sejenak sebelum merutuk pelan, “Shit.”

Laki-laki itu merampas bunga tersebut, dengan penuh dendam melemparkannya ke tempat sampah dan memegang tangan gadis itu erat.

Skaya & the Big Boss ✓Where stories live. Discover now