64

195K 37.7K 13.2K
                                    

Skaya memijat keningnya. Bukannya pusing karena lukanya, dia pusing karena tingkah dua orang yang berbeda sifat dipertemukan dalam satu waktu.

Cici mempelototi sosok di seberangnya sambil bersedekap. “Lo cowok, belum legal sama sahabat gue. Sana pergi. 24 jam di sini apa kata orang nanti?”

Sagara meliriknya sekilas sebelum membuang muka dan lanjut mengupas jeruk untuk memberi Skaya makan.

Diabaikan, Cici menggebrak brankar membuat Skaya hampir mati karena kaget. “Lo budek?! Gue ngomong sama lo, woi!”

“Aya, ayo makan lagi.”

Gigi Cici menggertak lalu mengalihkan tatapan ke Skaya. “Skay, lo kok mau sih pacaran sama orang nyebelin seperti dia? Pukulin kek, kayak waktu lo mukul sepupu gue.”

Gerakan mengupas Sagara terhenti. Ada ingatan yang melintas dalam pikirannya. Menoleh, dia menatap Cici dengan kilat penasaran di matanya. “Cewek gue suka mukul orang?”

Mendengar pertanyaan laki-laki itu, ketidakpuasan Cici terhadapnya seketika terlupakan dan mengangguk antusias. “Udah banyak cowok yang jadi korbannya, loh. Tau tempat favorite Skaya mukul cowok? Yang ringan sih injek kaki sama tendang tulang keringnya. Paling mantep ya tendang anunya.” Lalu gadis itu terbahak bahagia.

Wajah Skaya memerah. Dia meraih kulit jeruk dan melemparkannya ke Cici. “Ada gue di sini, njir. Gosip aja kerjaannya.”

Pandangan Sagara beralih ke Skaya, membuat gadis itu menunduk malu. Di pikiran gadis itu sebenarnya sedang mengingat-ngingat berapa banyak dia menginjak kaki Sagara.

Cici yang peka langsung menuding penuh semangat. “Jangan bilang lo salah satu korban Skaya?!”

“Gue beda,” Berbeda, karena dia sudah berhasil mengambil kesempatan yang menguntungkan.

Skaya mendengkus, sepertinya paham akan pikiran laki-laki itu.

“Oh ya, Skay. Papa gue besok mau dateng ketemu lo sama Skara. Tapi beda tempat ajalah kalian, jan bersamaan,” kata Cici tiba-tiba sambil menggigit apel.

Alis gadis itu terangkat. “Buat paan?”

“Gak tau.” Cici mengedikkan pundak. “Kata Papa gue penting banget.”

“Oke,”

Sagara yang terdiam bangkit dan mengelus kepala gadisnya. “Gue pergi bentar.”

Di bawah tatapan penasaran kedua gadis itu, Sagara keluar dari bangsal dan menutup pintunya. Di depan pintu sudah terdapat dua pria berpakaian hitam dengan otot besar. “Jaga baik-baik, jangan biarin yang ngaku keluarga Skaya masuk dan bikin keributan.”

“Siap, bos.”

Di ujung lorong, lift terbuka, menampilkan dua sosok konyol mendekat dengan sebuket bunga.

“Yo, Big Bos!” sapa Alwin sambil memberi hormat ala upacara bendera.

Sagara mengedikkan dagu ke buket bunga. “Sesuai suruhan gue kan?”

Zahair memberi tanda oke menggunakan jarinya. “Aman.”

Sagara mengangguk pelan dan melewati keduanya. Tak lupa dia menepuk pundak mereka cukup kuat. “Gue ke asrama dulu.”

Alwin dan Zahair menatap punggung Sagara yang semakin menjauh sebelum saling bertatapan.

“Terus kita?” tanya Zahair bingung.

Alwin memutar bola matanya dan menabok kepala Zahair. “Waktunya beraksilah, goblok!”

***

BRAK!

Pintu terbanting keras, membuat orang-orang yang berada di dalam bangsal itu berjengit kaget. Zahair dan Alwin masuk dengan wajah songong.

“Kalian punya tata krama, kan? Ini rumah sakit, bukan rumah kalian!” tegur perawat yang tadinya sedang memeriksa, membuat kedua laki-laki itu langsung kicep di tempat.

“Ya maap mbak suster,” ringis Zahair sambil menyengir lebar.

Perawat itu menggeleng-geleng dan merapikan alatnya sebelum keluar. Tatkala tak ada orang lain di sana, Zahair dan Alwin mendekati brankar.

“Di mana bonyok lo sama si nenek lampir? Kok gak muncul tuh batang idung?”

Kening Skara mengerut. “Lo tau mereka?”

Alwin berdecak. “Taulah! Mereka kan biang rusuh di bangsal Skaya kemaren.”

Skara tercengang. “Kenapa gue gak tau?”

“Lo tau pun gak bakal peduli, kan?” hardik Zahair lalu melempar sebuket bunga ke pangkuan Skara. “Buat lo. Nyarinya susah tuh, mana bayar juga.”

Mata Skara mengerjap dan menatap bunga orange di pangkuannya. Dia terdiam sesaat sebelum mendongak dengan senyuman tipis. “Makasih.”

Kali ini giliran Alwin dan Zahair yang cengo.

“Woilah! Kita gak perlu ucapan makasih lo.”

Zahair menunjuk bunga itu dengan tatapan aneh. “Bung, lo gak tau lambang lily orange?”

Skara menggeleng membuat kedua laki-laki itu terbahak bahagia.

“Ternyata dia lebih bego dari kita berdua, Win.” ungkap Zahair bahagia sambil menepuk pundak Alwin.

Alwin menyeringai. “Tu bunga lambang dari kebencian. Salam dari Big Bos tuh.”

Skara kembali menatap bunga indah di tangannya. Dia membungkam sesaat sebelum berujar pelan,“Gue bisa nanya sesuatu sama lo pada?”

“Gak bisa sih sebenernya. Gue sama Alwin bego. Mending lo nanya ke guru,” sahut Zahair langsung. “Tapi karena lo kembarannya saudari terkasih kami, lo punya satu kesempatan.”

“Kenapa kalian masih mau temenan sama Skaya?” Skara mendongak menatap mereka dengan tatapan rumit. “Padahal dia udah nipu kalian.”

“Wah! Kagak tau aja ni orang, Zah.” heboh Alwin.

“Kasih ngerti, Win!”

Alwin berdeham. “Skaya sama kita itu bagaikan bunga dengan tanah. Gak bisa berpisah. Kita berempat itu ibaratkan semut yang saling bergotong royong mengambil gula ke sarangnya. Kita it—”

“Bacot anjir!” Zahair mengintrupsi tak sabar lalu mengambil alih sebagai pembicara. “Solidaritas teman sekamar antara kami itu sangat erat. Udah berbagai tantangan dan rintangan kami lewati. Mulai dari sarapan bersama, nyelinap ke luar sekolah bersama, sampe ke tahap nobar bo—”

Sontak Alwin membekap mulut Zahair kencang lalu berbisik kesal, “Bagian itu gak usah dikasih tau, anj. Rahasia sekamar tuh, cuman didokumentasi dalam otak aja.”

Mendapat anggukan samar dari Zahair, akhirnya Alwin melepaskannya. Dia melirik jam tangannya lalu menghela napas. “Udah setengah jam. Yok Zah, cabut!”

Sebelum pergi, Zahair melirik Skara dengan bibir mengerut. “Seharusnya lo nanya diri sendiri. Kenapa musuhi saudari lo sendiri?”

Genggaman Skara pada buket bunga itu sedikit mengencang. Kenapa tanyanya? Dia iri dengan semua berkah yang dimiliki Skaya. Kembarannya selalu sehat, dapat bermain dengan leluasa dan disukai oleh banyak orang. Sedangkan dia? Menghabiskan waktu bolak-balik rumah sakit dan mengonsumsi obat-obatan tak kenal waktu serta sejak kecil dijauhi oleh teman sebayanya. Dia hanya ingin seperti kembarannya juga.

TBC

July 15, 2021.

Happy 2M viewers, gaiss.

Uuuhh Skara... sini peluk :")

10K komen untuk next part ya. Spam di sini.

Skaya & the Big Boss ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang