66

188K 37.8K 14.9K
                                    

“Maafin Bunda, Skar,” Verana menangis tersedu-sedu dengan kepala menunduk sambil menggenggam tangan Skara erat.

Mata Skara memejam. Ada rasa masam tak tertahankan dalam dadanya. Baru saja mendengar kata-kata Verana di balkon, pikirannya terasa kosong. Tentu orang tua yang selalu menyayanginya itu panik. Wiro meminta Verana mengantarnya balik ke bangsal, sedangkan pria itu membawa Nenek Naya yang masih shock karena Verana yang memberontak kepadanya.

“Jadi...?” Suara Skara serak. “Aku dan Skaya anak siapa? Bunda sama pria lain?”

Verana menggeleng berulang kali. Air matanya masih meluruh. Selain karena baru saja melepaskan beban dalam benaknya kepada Wiro dan Nenek Naya, dia berat untuk memberitahukan fakta kepada Skara.

“K-kamu ....” Verana ragu sejenak. Skara bisa merasakan genggaman tangannya kian mengerat. “Janji sama Bunda, begitu tahu semuanya jangan berubah. Kamu satu-satunya dunia Bunda, Skar. Bunda sakit hati ditekan oleh Nenekmu selama bertahun-tahun. Setelah kamu datang, Bunda bisa bernapas lega. Kamu bisa janji, kan?”

“Hm,”

Wanita itu menghapus air matanya dan mengembuskan napas panjang. Sepertinya masih menyesuaikan suasana hatinya yang berantakan. Setelah hening sejemang, akhirnya suara Verana terdengar, “Kamu dan Skaya anak dari saudara perempuan Papa.”

Napas Skara mandek. Matanya yang awalnya terpejam seketika terbuka dan menoleh ke Verana, tak mengerti. “Saudara perempuan Papa?”

“Iya, sayang.” Verana kembali menggenggam tangan Skara. “Ketika kalian berumur 6 bulan, ipar Bunda serta suaminya mengalami kecelakaan mobil.”

Bahkan untuk menyebut iparnya adalah orang tua kandung Skara, Verana merasa berat. Tidak, ini anaknya. Harus seperti itu.

“K-kenapa kalian gak pernah bicarain soal ... orang tua kandung kami?” Skara agak kaku menyebutkan kalimat terakhirnya.

Hati Verana terasa sakit mendengarnya menyebut orang lain orang tuanya. Itulah sebabnya dia memohon kepada keluarga mereka untuk merahasiakan soal orang tua kandungnya, yang tentu saja disetujui.

Selama ini dia selalu menganggap Skara seperti anak kandungnya, bahkan merasa bahwa dia adalah keberuntungan yang Tuhan kirim untuk menyelesaikan masalah dalam hubungannya dengan Nenek Naya. Karena itu, selama menyangkut Skara dia akan melakukannya dengan hati-hati.

“Kamu tahu sikap Nenekmu kepada Skaya, kan?”

Skara mengangguk. Sikap Nenek Naya kepada Skaya sangat terang-terangan. Sekilas dilihat, orang akan tahu seperti apa ikatan mereka.

“Nenek lebih menyukai anak laki-laki. Papamu jelas lebih disayang dibanding adik perempuannya. Bahkan ketika ipar Bunda menikah, Nenek tidak menghiraukannya.” Verana menjelaskan dengan pelan sambil memerhatikan perubahan ekspresi Skara.

“Nenek juga gak peduli setelah orang tua kami mengalami kecelakaan?” tanya Skara.

“Ya, seperti itu Nenekmu.” Verana mengelus kepada Skara penuh kasih sayang. “Ketika Bunda menikah dengan Papamu, Nenek selalu memaksa Bunda untuk hamil. Dua tahun tidak memiliki anak, Bunda dituduh mandul oleh Nenekmu. Jujur Bunda depresi, Skar. Apa lagi Papamu disuruh poligami. Tapi nyatanya Tuhan itu adil. Papamu, anak kesayangan nenek, yang mengalami itu.”

Sebenarnya Verana sudah melupakan rasa sakit di masa lalunya, itu berkat Skara. Tetapi ketika tadi dia disalahkan lagi oleh Nenek Naya, tanpa sadar perasaan bencinya kembali.

Skara diam, menatap mata Verana yang memerah. Di sini dia tidak bisa menyalahkan siapa pun, apa lagi Verana serta Wiro telah merawatnya dengan baik. Teringat Skaya, keningnya berkerut samar. “Terus kenapa Bunda seperti Nenek? Gak peduli sama Skaya.”

Verana menunduk. Terlihat samar raut gelisah di wajahnya.

“Bunda?”

“Bunda sama Papa gak pernah berencana adopsi Skaya,” Verana mencicit dengan rasa bersalah. “Tapi ipar Bunda sebelum meninggal memohon dan rela memberikan harta suaminya agar Papamu dapat merawat Skaya juga.”

Iparnya, Sandra, tahu betul pikiran mereka. Mereka hanya mengincar anak laki-lakinya, Skara. Tentu sebagai orang tua, Sandra tidak ingin anaknya yang lain sengsara. Jadi dengan sisa kekuatannya yang terakhir, dia membujuk mereka sebisanya sebelum pergi dengan tenang.

Skara menatap Verana rumit. “Bunda... gak kasihan sama Skaya?”

“Gak,” Wajah Verana berubah acuh tak acuh. “Bunda gak punya perasaan apa-apa sama dia. Mungkin Papamu juga seperti itu.”

Kepala laki-laki itu menunduk, menatap selimut yang membungkus kakinya. Hatinya terasa sakit mendengar kata-kata Verana, Bunda yang selama ini menjadi sandarannya. Bahkan pikirannya melayang jauh tentang Skaya. Ada kilasan memori tentangnya dan kembarannya.

Jadi selama ini dia dengan tega merusak hubungan dengan Skaya yang bernotabene satu-satunya keluarga kandungnya?

***

’Aya, maaf kakek tidak bisa menemanimu lebih lama.

Jujur saja, Kakek ingin menemani Aya lebih lama. Mengajari Aya bela diri agar tidak lemah dan dimanfaatin cowok, datang menerima rapor Aya, melihat Aya tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik.

Cucu Kakek pasti hingga sekarang banyak yang naksir, kan? Atau mungkin Aya udah punya cowok yang disukai? Selama dia baik sama Aya, Kakek gak masalah.

Tapi kalau dia macam-macam, ingat pesan dan ajaran Kakek. Tendang masa depannya! Jangan takut, nanti Kakek yang akan mempertanggungjawabkannya di akhirat.

Aya... jangan sedih, ya, jika di keluarga ini tidak ada yang dapat menerima kehadiranmu selain Kakek. Dunia ini memang seperti itu, tidak seperti yang kita inginkan. Mungkin anggota keluarga ini tidak menerimamu, tapi orang lain akan. Ada banyak kemungkinan yang bisa terjadi dalam hidupmu.

Kakek tidak bisa memberi hal selain sisa harta di tangan Kakek. Itu semua untuk Aya, gunakan sebaik mungkin, oke?

Kakek sayang sekali sama Aya, sama Kara juga. Kakek akan selalu mengarapkan kebahagiaan kalian.

Jangan sedih, Kakek ingin Aya selalu bahagia dan tersenyum. Menebar aura positif untuk orang di sekitarmu dan selalu menjadi sosok yang baik.

Aya janji?’

Tetesan air perlahan membasahi surat tersebut. Tangan yang menggenggam lembar kertas itu bergetar, dengan isakan yang mulai mengisi kesunyian bangsal.

Skaya menggigit bibir bawahnya. Tubuhnya bergetar karena tangisan, matanya terasa sangat perih hingga terus menerus mengeluarkan air mata. Hanya ada dirinya sendiri di sana, membuatnya bebas mengekspresikan diri sepuasnya tanpa menahan diri.

Kakek sayang Aya ... itu adalah kalimat yang sangat ia sukai sejak dulu hingga kini.

Menekuk kedua kakinya, dia menyandarkan keningnya di lutut dan terus menangis.

“Kakek ... Aya juga sayang Kakek ....” lirihnya dengan suara bergetar.

TBC

July 17, 2021.

10K komen for next part! Spam di sini...

Skaya & the Big Boss ✓Where stories live. Discover now