29

224K 37.3K 3.9K
                                    

“Gue males print ah. Suruh Alwin.”

“Anak nge— kerjaan lo dari tadi cuman duduk bengong doang.”

Hari ini di dalam asrama, empat orang tersebut sibuk mengerjakan tugas makalah. Tidak, bukan empat melainkan dua. Alwin dan Zahair sedaritadi hanya bertanding game dan sesekali akan menonton Skaya serta Sagara mengerjakannya.

Prinsip mereka, selagi ada orang pintar untuk apa mereka repot-repot? Yang ada tugas tidak akan selesai jika mereka membantu.

Skaya menghela napas. Dia mensave dokumen tersebut terlebih dahulu sebelum kembali membacanya untuk merevisi. “Flashdisk mana?”

Alwin berpikir sejenak sebelum cengengesan. “Gue punya sih, tapi udah penuh sama folder berharga di dalem.”

Otak Skaya langsung tersambung dengan apa yang dimaksud dengan folder berharga. Dia mempelototi Alwin sebelum melirik pada Sagara. “Big Bos, tolong ambilin flashdisk gue di laci lemari dong. Kuncinya ada di atas.”

Sagara beranjak mengambilnya. Tangan Skaya yang sedang mengetik terhenti. Keningnya mengerut sementara memikirkan sesuatu yang janggal. Namun setelah semenit tidak kepikiran tentang apapun, dia mengenyahkan perasaannya dan lanjut mengetik.

Di sisi lain, Sagara telah membuka laci lemari Skaya dan mengubrak-abrik laci kecil itu. Begitu mendapat flashdisk yang dia cari, matanya kembali terpaku pada benda putih berbentuk persegi. Dengan penasaran dia memegangnya, lalu segera melepasnya dan menutup laci.

Keningnya mengerut dalam. Dia memang tidak pernah memilikinya, tapi Sagara tahu benda apa itu. Bukankah itu benda yang sering digunakan gadis-gadis setiap bulan? Kenapa bisa ada di laci Skaya?

Pikirannya penuh dengan pertanyaan tersebut hingga kembali duduk di samping Skaya. “Ini.”

Dengan cepat Skaya mengambilnya. “Makasih.”

Setelah menyalin makalah ke flashdisk, gadis itu merenggangkan tangannya dengan lega. “Akhirnya selesai!”

“Cewek jaman sekarang ngeri njir. Kalo gak ganteng harus kaya. Kalo gak kaya harus ganteng. Lah gue gak keduanya, terus gimana nasib perjombloan gue ini?” curhat Zahair pada Alwin sambil menatap ponselnya.

“Bro, lo emang ditakdirkan jomblo sedari awal. Beda sama Big Bos dan Skara yang didekatin banyak ciwi.” Alwin di sisi lain melirik Skaya dan bertanya penuh penasaran. “Oh bener Skar, lo PDKT sama si Raya, ya?”

Mata Skaya mengerjap dan tanpa sadar mendapati Sagara menatapnya dengan wajah datar. “Nggak, lah!”

Alwin sialan. Raya kan suka Big Bos. Gimana kalo Big Bos juga suka Raya terus karena tuduhannya, Big Bos jadi cemburu sama gue? Mana mukanya langsung datar pas Alwin ngomong gitu lagi. Keluh Skaya dalam hati.

“Soalnya dia nempel ke lo mulu, cuy.”

Skaya mengibaskan tangannya dan tertawa canggung. “Gak mungkin gue sama dia.” gue masih suka cowok. Tambah Skaya dalam hati.

“Berarti yang belakangan ini telepon sama lo bukan Raya?” tanya Zahair. “Pacar lo kan pasti?”

Belakangan ini Skaya memang berkomunikasi kembali dengan Cici. Awalnya dia ingin menyangkal, namun melihat Sagara tidak suka dirinya disandingkan dengan Raya, dengan cepat Skaya mengangguk membenarkan. “Itu pacar gue.”

“Woahh! Skara diem-diem makan dalem.”

“Cepet, gimana pacar lo?!” Alwin menatap Skaya penuh semangat.

Skaya memikirkannya sejenak dan mulai menjabarkan. “Dia lebih pendek dari gue, rambutnya panjang sepinggang, lahir bulan Mei, zodiaknya Sagitarius. Dia—”

“Stop, stop!” Zahair memotong. “Bulan Mei bukan sagitarius anjir.”

Mata Skaya membulat. “Oh! Gue lupa.” katanya sembari menyengir.

Sedangkan Sagara hanya menatap Skaya dalam diam. Memikirkan kembali benda di laci Skaya, dia bertanya dengan suara suram. “Lo suka bawa barang pacar lo?”

Skaya menatap Sagara. Entah kenapa dia merasa Sagara semakin tidak benar. Dan meskipun dia tidak mengerti barang apa yang dimaksud laki-laki itu, Skaya mengiyakan. “Pacar gue suka nitip sih.”

Setelah jawabannya, Sagara pergi ke balkon meninggalkan mereka bercerita sendiri.

***

Skaya benar-benar merasa waktu sangat cepat, atau mungkin dia sudah terbiasa di sini tanpa tekanan batin sehingga satu bulan telah kembali berlalu yang tentu saja, siklus bulanan sebagai perempuannya juga berkunjung.

Berbeda dengan bulan lalu, kali ini Skaya menjadi jauh lebih santai. Buktinya dia masih mengikuti pelajaran hingga sore hari dan setelah kelas barulah dia pulang.

Saat ini dia sedang berjalan ke gerbang bersama teman-teman sekamarnya itu. Sebenarnya Sagara ingin mengirim Skaya langsung menggunakan mobilnya, namun Skaya menolaknya mentah-mentah. Jadi mau tak mau dia hanya bisa mengantarinya ke gerbang sekolah.

“SKARA!” Seorang gadis melambaikan tangan penuh semangat di gerbang.

Skaya tercengang sesaat sebelum berjalan lebih cepat menuju arah gadis yang sangat dikenalinya. “Cici? Kenapa lo di sini?”

“Hahaha! Gue libur dong!” Cici mendekati Skaya dan berbisik. “Kan haid kita berdua bersamaan.” Setelah mengatakan itu dia terkikik.

“Skar, ini...?” tanya Alwin penasaran melihat kedekatan keduanya.

Cici menoleh, mendapati tiga laki-laki menatap mereka lekat, dengan senyuman manis dia merangkul lengan Skaya dan berkata, “Halo! Gue Cici pacarnya Skara!”

Mata Alwin dan Zahair melebar, sedangkan Sagara mengerutkan kening samar dan menilai Cici dalam hati. Tidak cantik sama sekali. Batinnya.

Skaya yang ingin berkata langsung menutup mulut ketika merasa cubitan di lengannya. Dia memarahi Cici yang berbuat seenaknya dalam hati. Benar-benar biang onar!

Cici menatap Sagara dengan mata berbinar kemudian melirik Skaya dengan penuh arti. Melihatnya seperti itu, dengan cepat Skaya berpamitan. “Kalo gue gue pergi dulu. Bye-bye.”

Cici ingin mengatakan sesuatu namun Skaya langsung menariknya dengan paksa.

“Ekhm. Diliat dari deket seganteng itu. Apa kabar jantung lo selama ini Skay?” ejek Cici begitu keduanya memasuki mobilnya.

Skaya membuang tasnya di jok belakang dan menatap Cici garang. “Ngapain ngaku-ngaku pacar gue, cacing! Geli ah.”

Cici terbahak bahagia. “Kagak liat aja lo muka cengo temen sekamar lo. Seru anjir. Tuh sekolah besar juga. Pantesan Skara mau di sana.”

“Hm.” Skaya bergumam setuju. Dia menatap keluar jendela dengan tatapan menerawang. Enam hari lagi baru bertemu dengan Sagara...

“Baru pergi, Skay. Jangan kangen-kangenan dulu anjir.” ledek Cici tiada henti seolah bisa melihat isi pikiran sahabatnya.

“Bacot. Nyetir yang bener cacing.”

“Sante monkey.”

Skaya mendengkus tetapi sudut bibirnya terangkat. Benar, bukankah hanya berpisah sesaat? Minggu depan dia akan melihatnya lagi.

TBC

June 8, 2021.

Skaya & the Big Boss ✓Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon