77

176K 37.3K 13.8K
                                    

Mata Skara terbuka lebar, menatap langit-langit putih bangsal yang dia tempati. Sudah terlalu sering berada di rumah sakit sampai dia sendiri tidak perlu repot-repot mengedarkan pandangannya untuk mencari tahu.

Sudah belasan menit dia bangun, namun tatapannya tetap kosong dengan perasaan rumit. Apakah dia tidak mati? Tapi kenapa?

Jelas-jelas dia merasakan perasaan terombang-ambing di dalam mobil dengan tubuh membentur dashboard berulang kali. Matanya menyipit, bukan seperti ini yang dia inginkan. Seharusnya dia mati, lalu biarkan Verana menderita penyesalan seumur hidup.

Apakah belum waktunya untuk dia pergi sekarang?

Menggerakkan kepalanya sedikit, dia mendapati Skaya membaringkan kepala di pinggir brankar. Hatinya melembut. Dia mengangkat tangannya dan mengelus rambutnya hati-hati.

Baru hendak membangunkan gadis itu, suara berisik datang di balik pintu kemudian digebrak secara kasar. Bahkan Skaya yang tertidur pun tersentak kaget.

“Skara anakku!” Verana bergegas mendekat sambil memegang tangannya. Melihat mata Skara terarah padanya, air matanya kembali menetes. “Kamu hidup, Skar! Bunda takut!”

Kening Skara mengerut begitu Verana memeluknya. Matanya lalu menyapu Skaya yang berdiri tercengang menatapnya.

“Skay, bantuin gue,” lirih Skara dengan suara serak.

Mata gadis itu mengerjap. Tersadar Verana memeluk kembarannya erat, dia segera menarik wanita itu untuk mundur. Tetapi apa yang tidak disangka mereka, Verana memberontak dan mendorong Skaya dengan kuat hingga gadis itu mundur beberapa langkah. Bukan hanya itu saja, ketika memberontak dari Skaya, tangan Verana secara tak sengaja mengenai wajah gadis itu.

Skara mengernyit menatap Verana tidak puas. Melirik Skaya yang mengusap wajahnya dalam diam, rasa kesal timbul di benaknya. “Skaya, panggil dokter sekarang.”

“Oh ya!” gumam Skaya lalu segera menekan bel. Diam-diam dia melirik Verana yang membantu Skara untuk duduk bersandar.

“Bunda gak terluka?” Bukannya bertanya pada Verana, dia malah melayangkan pertanyaan tersebut kepada Skaya.

Tapi Verana merasa terpanggil dan kembali menggenggam tangan Skara erat. Dia menggeleng dengan senyuman lebar. “Bunda gak papa, sayang. Jangan khawatirin Bunda.”

Masalahnya, Skara bukan mengkhawatirkannya melainkan rencananya!

Dokter serta perawat datang memeriksa. Tetapi yang menjengkelkan, berulang kali dokter meminta Verana agar mundur agar dia dapat melakukan tugasnya malah berdiri kukuh di samping Skara, tidak mengindahkan ucapan dokter.

“Bukankah ini pasien di bangsal sebelah?” tanya dokter tersebut dengan kening berkerut.

“Ya, dok. Tadi beliau meracau lalu pergi melarikan diri untuk datang ke sini.” Perawat di sampingnya segera menjawab.

“Pasien belum sepenuhnya sembuh. Tolong kembalikan beliau ke bangsalnya.” Perintah dokter segera dilaksanakan perawat tersebut. Dengan dua tenaga, akhirnya Verana dibawa pergi membuat Skara bernapas lega.

Dokter akhirnya bisa memeriksa tubuh Skara dengan tenang. “Tidak ada luka serius selain tulang kaki yang retak. Dengan pengobatan yang teratur, kakimu dapat pulih paling lama setahun. Ada gejala yang dirasa? Seperti pusing dan mual?”

Skara mengangguk pelan. Kepalanya juga terasa sakit.

“Kepalamu terbentur cukup kencang, pasti akan menimbulkan geger otak ringan. Saya akan meresepkan obat. Harap perhatikan kondisi untuk pemulihan pasca kecelakaan.”

Skaya & the Big Boss ✓حيث تعيش القصص. اكتشف الآن