22

230K 38.6K 5.9K
                                    

“Astaga! Bayi Mami yang tersayang udah pulang!” pekikan bahagia itu langsung masuk ke gendang telinga Sagara begitu kakinya melangkah ke dalam rumah.

Dia menoleh dan mendapati Maminya, Iris, menutup mulutnya dengan mata berkaca-kaca memandangnya.

Sagara menghela napas lelah dalam hati. Jangan salahkan dia karena tidak ingin pulang ke rumah. Bagaimana mau betah jika saja sang mami selalu alay bin lebay seperti ini?

“Gara kesayangan Mami, ayo masuk. Jangan berdiri di situ aja.” Iris menarik Sagara ke ruang makan. “Mami ngambek kamu gak balik berbulan-bulan!”

“Mih...”

“Jangan kira Mami gak tau!” potong Iris cepat. “Kamu diem-diem beli apartemen di luar kan biar gak balik ke rumah? Padahal Mami kangen banget sama kamu, Gara.”

“Aku sibuk.” alibi Sagara asal-asalan sembari duduk di kursi meja makan.

Iris cemberut. Dia pergi ke dapur dan beberapa menit kemudian keluar dengan sepiring potongan buah lalu meletakkannya di depan Sagara. “Gimana sekolah?”

“Bagus.”

Iris duduk di hadapan Sagara sembari menatap sang anak yang mulai memakan potongan buahnya. “Kenapa harus di sekolah itu, sih, Gara? Gak baik loh tinggal di sekolah mulu.”

“Sekolah seru.” celetuk Sagara acuh tak acuh.

“Padahal Mami berharap kamu di rumah terus sama Mami. Temenin Mami ke mall, salon, arisan. Duh, pengen banget Mami bawa kamu sambil bangga-banggain ke temen arisan Mami!”

“Kalo gitu aku bakal lebih rajin tinggal di sekolah.”

“Sagara!” seru Iris kesal dengan muka tertekuk.

“Sayang...!” Panggilan menyenangkan dan penuh kasih sayang menggema dari kejauhan. Sagara dan Iris sontak berbalik untuk mendapati sesosok pria bertopi fedora jerami memeluk sebuah keranjang bambu. “Sayang, lihat Papi panen apa aja? Semangka kesukaan kamu, labu siam, kentang, dan lainnya.”

“Bagus! Mbok Inyem... tolong bawa ini ke dapur dan segera masak untuk makan malam ya.”

Seorang wanita tergopoh-gopoh datang mengambil keranjang di tangan pria itu dengan sopan. “Nggih, Nyonya.”

Ketika Mbok Inyem sudah pergi, Iris menarik tangan pria itu dengan penuh semangat untuk duduk di sampingnya. “Papi, liat siapa di depan kita!”

Pria itu tersenyum lebar menatap Iris dan begitu menatap ke depan, senyumannya seketika pudar. “Kenapa kamu di sini?”

Sagara menyandarkan punggung pada kursi dan menatap Papinya, Danar, dengan tatapan ringan. “Papi gak suka?”

Mendengar pertanyaan Sagara, Iris tentu saja langsung melayangkan tatapan tajam ke suaminya diikuti cubitan menyakitkan di pinggang pria itu. “Kamu gak suka Gara pulang?!”

“Aw, suka kok siapa bilang nggak!” jawab Danar panik. Tapi dia menatap Sagara dan dalam hati mengeluh. Ngapain pulang? Ganggu waktunya berduaan bersama istrinya saja!

Sagara menatap sepasang suami-istri yang tak lain adalah orang tuanya dengan kepala sakit. Dia heran juga, Maminya adalah orang yang manja sedangkan Papinya penyayang dan bucin. Lalu dari mana asal sifat Sagara yang pendiam dan galak ini?

“Anak temen arisan Mami udah punya anak, loh! Enak banget bisa nimbang cucu.” cerita Iris dengan penuh kecemburuan.

Danar di sampingnya sedang memotong semangka untuk Iris segera menanggapi, “Pasti cucunya lucu. Kalo kita punya anak gadis pasti akan secantik kamu, Sayang.”

Iris tersipu sembari memukul lengan Danar pelan. “Ah Papi bisa aja!”

Berbicara tentang anak, Sagara tiba-tiba kepikiran soal Skaya. Jika dia bersamanya, berarti mereka tidak bisa memiliki anak, kan? “Papi gak punya anak haram di luar?”

Keharmonisan antara Iris dan Danar seketika hancur. Keduanya kaget dengan pertanyaan Sagara yang tiba-tiba. Pandangan tegas Iris langsung tertuju pada Danar meminta jawaban.

“Papi gak punya, lah!” jawab Danar panik karena tatapan Iris dan segera membela diri. “Sampai bumi menjadi datar pun Papi gak bakal selingkuhi Mami! Mami percaya Papi, kan?”

“Humpt!” Iris membuang muka dan lanjut memakan semangkanya.

Mendengarnya, Sagara menunduk. Sayang sekali. Padahal dia berharap Danar memiliki anak haram di luar sehingga orang tuanya bisa memiliki cucu nantinya. Kening Sagara langsung mengerut dan segera menggelengkan kepala karena pikirannya yang semakin kacau.

Danar menatap Sagara kesal. Anak ini tidak pulang berbulan-bulan, sekalinya pulang langsung menebar perselisihan untuknya dan istri tercintanya. Benar-benar anak durhaka!

“Sagara, Papi denger setahun lalu kamu udah dapet Black Card sendiri?” tanya Danar teringat laporan bawahannya.

“Hm.”

“Sayang sekali gak punya pacar ya kamu. Gak bisa manjain orang kesayangan kamu.” pancing Danar. Sagara sudah menebak niat Papinya, pasti ingin pamer. Dan benar saja, Danar melanjutkan ucapannya. “Kayak Papi dong. Black Card Papi ada di Mami. Kalo Papi mah pegang kartu second juga gak masalah.”

Sagara meneguk air dan kembali teringat wajah Skaya. Dia tersenyum tipis dan menimpali. “Gak lama aku juga kok. Malah aku lebih mampu manjain dibanding Papi. Uang Papi gak sebanyak aku.”

Danar menggertakkan gigi. Oke, benar. Sagara lebih kaya darinya karena usahanya yang tersebar dan terkenal di pasaran melebihi Papinya sendiri. Saat membaca laporan pun Danar kaget setengah mati. Dia kira Sagara yang mengatakan ingin mandiri akan balik ke rumah dalam beberapa bulan dengan muka memelas karena kekurangan uang.

Tapi nyatanya, empat bulan meninggalkan rumah tanpa mengeluh, membuat Danar segera menyelidiki dan mengetahui kebenarannya. Dia tidak menyangka kemampuan sang anak akan melampaui dirinya. Jadi selama ini, Danar tidak memberi uang saku sedikitpun pada Sagara. Semua yang Sagara beli murni dari uang hasil pekerjaannya.

“Oh iya, Mi.” Sagara melirik Iris yang menatapnya penuh perhatian. “Pendapat Mami soal gay apa?”

Kembali, mereka dikagetkan dengan pertanyaan Sagara. Jika Sagara terus melayangkan pertanyaan, bisa-bisa mereka mati karena serangan jantung!

“Gay apa sih? Homo?” tanya Iris dengan wajah jijik. “Kalo Mami dapet tangkap orang di sekitar Mami homo, tak putusin aja burungnya!”

Kening Danar mengerut lalu menatap Iris dengan penuh kebingungan. “Tapi bukannya Mami malem-malem suka baca komik putra gan— AKH!”

Di bawah meja, kaki Iris menginjak kaki Danar dengan keras namun wajah Iris tetap tenang penuh kelembutan. “Jadi, gak baik melawan takdir Tuhan. Kamu denger, Gara?”

Sagara melirik wajah Danar yang penuh kesakitan dan kembali menatap Iris dengan sudut bibir terangkat lalu menjawab dengan ringan, “Hm.”

TBC

June 01, 2021.

Papinya Sagara aja bucin, pasti buah gak akan jatuh jauh dari pohonnya:)

Btw just info, Big Bos gak homo kok. Jangan panik :v

Skaya & the Big Boss ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang