40

224K 38.6K 3.8K
                                    

Skaya menyandarkan kepala ke sandaran jok dengan mata tertuju pada luar jendela mobil. Di sebelahnya ada Skara yang duduk diam memainkan ponsel, sedangkan orang tuanya duduk di kursi depan.

“Bunda gak nyangka aja ternyata temen Bunda itu. Jadi waktu Bunda...” Verana bercerita dengan asyik sejak tadi, memecahkan kesunyian dalam mobil.

“Temen Bunda aneh sih.” sahut Skara langsung.

Wiro yang mengemudi tertawa. “Bukan temennya yang aneh, Kar. Tapi Bundamu.”

Verana mempelototi suaminya kesal. “Jangan harap bentar tidur di kasur!”

Dalam diam Skaya memainkan jemarinya. Ada senyum samar di bibirnya mendengar keceriaan keluarga kecilnya.

Tiba-tiba Verana menoleh ke belakang dan hendak berbicara pada Skara terhenti tatkala melihat Skaya. “Oh ya, Skay. Gimana sekolah itu? Nyaman buat kakakmu, kan?”

Skaya yang sebelumnya diam segera menjawab. “Iya, Bun. Bagus. Fasilitasnya lengkap dan temen sekelas juga pada asik.”

“Terus temen sekamar Skara gimana?”

Dalam sekejap tiga orang yang sangat dikenalinya itu melintas dalam benaknya, membuat hati Skaya sedikit menghangat. Dengan senyuman, dia membalas, “Baik banget. Dua orangnya receh dan agak gak jelas. Yang satunya... dingin cuek gitu.”

“Pergaulan mereka gak bebas, kan?” Wiro ikut menimpali.

“Mereka bersih.”

“Ada yang tau lo cewek?” tanya Skara datar sambil menatapnya.

“Gak ada.” sahut Skaya cepat sambil tersenyum.

Skara mendengkus dan berhenti berbicara.

“Baguslah. Nanti Skara bisa sekolah di sana dengan aman.” ujar Verana lega. “Skara masih butuh istirahat, Skay. Nanti kakakmu siap baru masuk biar kamu bisa balik ke sekolahmu.”

“Iya Bunda.”

Setelah percakapan itu, Skaya kembali diam hingga mobil sampai di sebuah pekarangan rumah berlantai satu yang asri. Keluar dari mobil, suara gembira memasuki rungu Skaya.

“Skara, cucu nenek sayang...”

Tubuh Skaya mematung begitu Neneknya tiba-tiba berjalan cepat ke arahnya sambil memeluknya penuh kasih sayang.

“Skara, gimana kondisi kamu?”

“Ugh.. itu, Nek. Aku Skaya.” ujar gadis itu canggung.

Nenek Naya mencubit pipinya gemas. “Skaya apa! Kamu kira bisa bohong ke Nenek! Kamu Skara kok.”

“A—”

“Nenek,”

Mendengar suara familier Skara, Nenek Naya menoleh. Keningnya mengerut dalam melihat sosok Skara melangkah menuju mereka. Sambil memperbaiki kacamatanya, dia menatap Skaya dan Skara bergantian. “Ini kenapa ada dua Skara?”

Verana yang baru selesai membantu Wiro mengeluarkan oleh-oleh dari bagasi mendekat dan tertawa. “Yang Ibu pegang itu Skaya. Yang ini baru Skara.” katanya sambil merangkul lengan laki-laki itu.

Mendengar penjelasan Verana, Nenek Naya dalam sekejap menatap Skaya dengan terheran-heran dan langsung melepas pelukannya. “Kenapa kamu ikut-ikut Skara?!”

Skaya mundur selangkah.

Merasa suasana sedikit tidak enak, Verana maju memegang Nenek Naya lembut. “Ibu, aku kan udah bilang beberapa bulan yang lalu soal sekolah Skara.”

“Sekolah Skara apa?” tanya Nenek Naya heran.

Verana menghela napas. Pikunnya Nenek Naya kambuh lagi. Jadi dengan sabar dia menjelaskan ulang dari awal, membuat Nenek Naya manggut-manggut mengerti.

“Bilang dong dari tadi! Ibu kan gak akan salah cucu tadi.” Omelnya lalu mendekati Skara dan memeluknya. “Cucu Nenek... ayo masuk, Nenek udah buatin makanan kesukaan kamu.”

Skara berjalan bersama Nenek Naya sambil terkekeh. “Nenek masih inget aja.”

“Mana bisa Nenek lupa kesukaan kamu.” tutur Nenek Naya manis. “Capek gak ke sini?”

Skaya menatap dua punggung yang perlahan memasuki rumah.

“Kenapa diem di situ, Skay? Ayo masuk.” ajak Verana membuat gadis itu tersentak pelan.

“Bunda. Sebulan yang lalu di sekolah baru Skara UTS. Aku udah buat nilai Skara tuntas di semua mata pelajarannya.” cerita Skaya sambil berjalan di sebelah Verana.

“Ya bagus. Itu tugas kamu menggantikan kakakmu di sana.”

Gadis itu menggigit bibirnya. “Tapi nilai Skara gak begitu bagus. Gimana kalo nan—”

Langkah Verana terhenti. Dia menatap Skaya dengan tatapan rumit. “Kenapa kamu bilang gitu? Bunda tau kamu lebih pintar dari Skara. Tapi Skay, kakakmu itu sakit. Bebannya lebih besar daripada kamu yang sehat walafiat. Kamu enak bisa lakukan apa pun kemauanmu. Sedangkan Skara? Dia nggak.”

“Maksud Ska—”

Verana memotong. “Jangan sampai Bunda denger kamu bilang gitu ke kakakmu. Itu namanya merendahkan kakakmu. Bunda gak suka.”

“Kenapa marah-marah di depan pintu?” Wiro datang dari belakang sambil membawa semua oleh-oleh. Melirik Skaya yang menunduk dan wajah istrinya yang cemberut, dia mengerutkan kening. “Vin, masuk. Nanti dilihat tetangga bagaimana? Jangan bikin malu.”

Verana mendengkus lalu melengos pergi mengekori Wiro tanpa membiarkan anak gadis satu-satunya itu memberikan penjelasan.

Skaya masih menunduk sambil meremas jemarinya gugup. Padahal maksudnya bukan begitu. Tapi bagaimana pun dia ingin menjelaskan, mereka tidak akan mendengarkannya.

Dengan senyuman kecut, Skaya masuk dan langsung menuju kamarnya yang terletak di pojok. Membuka pintu, kamar tersebut masih bersih karena ART sering datang untuk membersihkan seluruh rumah.

Setelah menutup pintu, Skaya menuju nakas di samping kasur dan mengambil bingkai foto dari sana. Dia duduk di pinggir kasur sembari menatap foto berisi dua orang tersebut dengan lembut.

Jarinya terulur mengelus permukaan bingkai dan tersenyum sendu. Mendekap bingkai foto tersebut, air matanya perlahan mengalir.

“Kek, Skaya kangen Kakek di sini...”

TBC

June 19, 2021.

Oke, sebenernya aku udah ada senggol dikit tentang masalah keluarga Skaya dari awal. Malah dari part 1 loh. Dimulai dari Venara yang gak khawatir ngirim Skaya ke asrama cowok bahkan gak mau dengerin ucapan sang anak. Di part 5, Skaya ngirim pesan ke Venara tapi gak dibales. Dan sampai part kemarin, Skaya gak pernah dihubungi keluarganya.

Cici, sahabatnya Skaya aja aku jelasin bahwa dia sering hubungi Skaya. Masa iya keluarganya gak ada satu pun yang hubungin dia?

Oke. Itu aja sih penjelasannya. See you!

Skaya & the Big Boss ✓Where stories live. Discover now