41

219K 37.9K 2.7K
                                    

Awalnya gak mau update hari ini karena lagi mager banget. Tapi... yaudah deh🗿

Happy reading! Vote + spam komennya ya.

***

Skaya berlari memasuki rumah dengan seragam putih biru. Wajahnya penuh keceriaan dengan mata berbinar. Mendapati Verana duduk di sebelah Skara sambil mengupasi buah, dia mendekat dengan semangat.

“Bunda, Bunda tau gak?” tanya Skaya sok misterius sambil memiringkan kepalanya, membuat rambutnya yang terkuncir tinggi bergelantungan ke samping. Dua tangannya berada di belakang punggung, menyembunyikan sesuatu dari wanita itu.

Verana menoleh menatapnya dengan senyuman tipis lalu kembali memerhatikan buah di tangannya. “Bunda gak tau. Emang apa, Skay?”

Cengiran lebar terulas di bibir Skaya, memperlihatkan deretan giginya yang rapi. Matanya yang monolid semakin menyipit hingga terlihat seperti garis yang melengkung. “Pelatih marching band tadi ngajak aku ikut seleksi jadi mayoret sekolah, Bunda!”

“Oh, ya? Bagus dong.”

Mengeluarkan selembar kertas yang berisi formulir, Skaya menyodorkannya pada wanita itu. “Kata pelatih harus dapet persetujuan orang tua. Bunda tanda tangani, ya? Kata pelatihnya, kalo aku berpartisipasi pasti bisa lolos jadi salah satu mayoret. Soalnya aku kan cantik.”

Verana terkekeh mendengar kepercayaan dirinya. Dia mengedikkan dagu ke samping piring buah. “Taruh di sana formulirnya. Nanti Bunda kembaliin kalo udah tanda tangan.”

Mendengarnya, Skaya semakin bersemangat. Dia segera meletakkannya di atas meja dan kembali tersenyum lebar. “Ingat diisi ya, Bunda. Skaya mau balik ke kamar dulu.”

Pada waktu itu, Skaya yang berpikir akan segera mendapatkan kabar baik malah sebaliknya, yakni mendapat kabar buruk.

“Bunda pikir kamu gak perlu ikut kegiatan seperti ini. Buang-buang waktu, Skay.”

“Tapi Bunda...” Mata Skaya tanpa sengaja mendapati senyuman terulas di bibir Skara. Matanya berkaca-kaca melirik Verana. “Karena Skara lagi?” bisiknya pelan.

“Lo nuduh gua?!” desis Skara kesal mendengar bisikannya dan membanting pulpen ditangannya sebelum pergi ke kamarnya.

Verana merasa tidak enak. Dia berjongkok di depan Skaya sambil mengelus kepalanya. “Skaya, kamu mengerti situasi kakakmu, kan? Dia kesepian di rumah. Cuma ada kamu. Kalo kamu sibuk di luar, nanti kakakmu siapa yang temenin?”

“Kan ada Bunda sama Papa.” balas Skaya ragu. “Skaya di rumah pun Bunda sama Papa cuma main sama Skara.”

“Skaya, kamu jangan egois. Bunda udah berapa kali bilang? Kakakmu sakit, butuh perhatian lebih. Gimana kalo terjadi apa-apa? Seharusnya kamu bisa jadi adik yang pengertian.”

“Tapi Skaya juga butuh perhatian Bunda dan Papa,”

Verana memegang pundak Skaya erat. “Siapa bilang Bunda sama Papa gak perhatian ke kamu? Kami masih kasih kamu rumah, makan, dan sekolah yang bagus. Itu bukan perhatian juga?”

Skaya mengulum bibirnya saat merasa wanita di depannya menjadi marah. Tubuhnya bergetar samar dengan mata memerah menahan tangis.

Menahan kekesalan yang timbul, Verana bangkit. “Kamu itu kembarannya Skara. Kembaranmu merasa sakit, kamu pasti juga. Jangan sampai kembaranmu kesakitan dan kesepian, kamu malah bersenang-senang di luar. Orang egois itu gak bagus, Skay. Bunda gak suka punya anak seperti itu.” omelnya sebelum pergi meninggalkan Skaya sendirian.

Drttt drttt

Mata Skaya mengerjap merasakan getaran di saku celananya. Ah, dia kelepasan melamun di sini. Untung saja tidak kesambet. Merasakan basah di pipi, dengan cepat dia menghapus air matanya dan mengambil ponsel yang terus bergetar.

“Halo?”

Hei...

Skaya sontak menggosok lengannya yang merinding mendengar suara berat itu. “Big Bos kenapa? Kangen gue?”

Kepedean seorang Skaya masih melekat hingga ke sumsum tulangnya.

Kalo gue bilang iya, lo bisa terbang ke sini sekarang?

Pertanyaan Sagara membuat Skaya terbahak. Dia lanjut membersihkan makam di hadapannya dengan ponsel menempel di telinganya.

“Gak bisa terbang. Bisanya bungkus terus kirim lewat JNE.” kelakar Skaya iseng. “Lagian baru tiga hari deh gue pergi.”

Gue saranin mending lo jalan. Tapi hati-hati, jangan jalan ke hati gue.

“Anjir.” Skaya semakin tertawa. “Gombalan receh dari mana Bos? Zahair? Alwin?”

Dari hati.

Skaya mengulum bibir menahan tawa. “Belajar gombal buat cewek lo?”

Hooh. Belajar dulu. Siapa tau dianya luluh.” tutur Sagara dengan maksud terselubung.

“Semoga berhasil.” kata Skaya menyemangati dengan geli. Membuang dedaunan dan rerumputan yang baru dia cabut, dia kembali berjongkok lalu menaburkan bunga di atas makam.

“Lo lagi di mana?” tanya Sagara mendengar suara gresek-gresek di ponselnya.

“Di makam Kakek.” jawab Skaya jujur.

Kakek?” Sagara terdiam sebentar. “Gue titip salam.

Senyum Skaya mengembang sedikit. “Oke.”

Setelah percakapan singkat beberapa menit lagi, akhirnya panggilan terputus. Skaya menatap makam kakeknya sambil tersenyum. “Kakek denger, kan? Temen Skaya titip salam.”

Dia memainkan sebuah kelopak bunga di tangannya. “Skaya seneng, Kek, bisa gantiin Skara sementara di sana. Awalnya Skaya takut, tapi ternyata mereka asyik. Di sana juga Skaya bebas lakuin apa pun, gak dibatasin.”

Hening sejenak, Skaya bertopang dagu. Sudah beberapa jam dia di sini. Bernostalgia tentang masa lalunya meski itu menyesakkan, dan diakhiri curhatan singkat dengan kakeknya.

“Dulu Skaya kira gak ada yang bakal terima Skaya. Ternyata Kakek bener, gak semua kayak gitu. Buktinya sekarang Skaya bertemu mereka.” Dia tersenyum manis. “Skaya jadi semangat lanjutin hidup, Kek.”

Dulunya Skaya sangat mengharapkan kasih sayang keluarganya, namun kata sang kakek, tidak mudah mengubah pola pikir seseorang. Harus ada penyesalan yang mereka terima, barulah mereka sadar betapa pentingnya hal itu.

Sekarang Skaya mengerti semua nasihat kakeknya. Meski ada yang tidak mengharapkan kehadirannya, pasti akan ada yang sebaliknya. Di dunia ini, tidak semua orang akan membenci orang yang sama. Begitu pun sebaliknya. Tidak semua orang akan menyukai orang yang sama.

Terkadang orang salah menafsirkan bahwa dunia membencinya, dunia tidak menerima kehadirannya, dan dia sendirian di dunia ini. Padahal jika dia berani melangkah keluar, akan ada banyak yang bisa menerimanya sepenuh hati, melebihi ekspektasinya.

Setelah keluar dari tempat pemakaman dan mencuci tangan, Skaya menuju motornya yang terparkir tak jauh dari gerbang. Ketika hendak menyalakan motor, ponselnya di saku kembali bergetar, yang mengurungkan niatnya.

Membuka ponsel, sebuah notifikasi WhatsApp dari Zahair muncul di lockscreennya.

Zahair : Ngab, tau nggak tanggal 7 Big Bos tambah tua?

Memikirkannya sejenak, sudut bibir Skaya terangkat. Ah, sebentar lagi ulang tahun Sagara. Dia harus menyiapkan sesuatu yang berarti untuk laki-laki itu.

TBC

June 20, 2021.

Skaya & the Big Boss ✓Where stories live. Discover now