49

189K 35.4K 2.3K
                                    

Setelah menaiki pesawat dan memesan gojek untuk membawanya, akhirnya Skaya sampai di tempat tujuannya sambil menggeret sebuah koper besar. Dia menatap rumah bertingkat dua di depannya sebelum menekan bel. Beberapa saat tidak ada tanda-tanda gerbang terbuka, dengan tidak sabar Skaya menekan bel berulang kali.

“ADUH, SIAPA YANG KURANG KERJAAN BANGET SIH?!” Pekikan nyaring itu terdengar mendekat, membuat Skaya sontak tersenyum dan kembali menekan bel.

“IYA ANJIR IYA. SABAR NAPA!” Teriak suara itu lagi dan kemudian gerbang terbuka.

Melihat sosok yang masih mengenakan seragam putih abu-abu dengan wajah menahan kantuk, Skaya melebarkan tangan. “Surprise!

Cici mengucek matanya berulang kali sambil sesekali mempelototinya. “Skaya? Ini gue gak mimpi? AW! SAKIT TAU!”

Skaya mendengkus dan berhenti mencubit tangan Cici. “Sakit, kan? Berarti gak mimpi.”

Tersadar akan hal itu, mata Cici berbinar dan melompat memeluk Skaya, hingga membuat mereka hampir terjungkal karena kehilangan keseimbangan. “Aaaaa! Akhirnya lo balik!”

“Slow, anjir. Gue hampir jatuh.” desis Skaya berusaha bebas dari pelukannya.

Cici memegang pundak Skaya dengan wajah cerah. “Jadi lo udah bisa balik ke sekolah kita kan? Gak tinggalin gue sendirian?”

“Hooh. Skara udah sekolah di sana.”

“Yey, akhirnya lo bebas.” pekik Cici bahagia. Dia segera menarik Skaya masuk. “Terus tinggal di mana lo? Di rumah gue aja. Kan lo udah keluar dari kost lama elo. Lagian bonyok gue jarang pulang ke rumah.”

Skaya menjentikkan jari sambil menyengir. “Itu yang mau gue omongin. Gue tinggal di rumah lo dulu. Mager nyari kost lagi.”

“Harus gitu dong. Lo sih ngeyel banget dibilang. Eh Skay, ngomong-ngomong keluarga lo gimana?” tanya Cici hati-hati.

Mesti tidak tahu secara detail, tapi dia juga sadar bahwa keluarga Skaya tidak benar. Mereka hanya menempatkan Skara sebagai prioritas, membuatnya tanpa sadar tidak menyukai kembaran sahabatnya itu. Apa lagi tatkala dia secara tidak sengaja mendengar perseteruan diantara mereka berdua.

Mulut Skara terlalu tajam, sehingga pada saat itu Cici gemas untuk keluar dan membalas kata-katanya. Jika saja dia tidak ingin membuat keadaan semakin kacau waktu itu, mungkin dia akan mencabik-cabik Skara hingga puas.

“Biasa aja sih,” balas Skaya tak acuh sembari duduk di sofa untuk mengistirahatkan diri.

Cici duduk di sampingnya dengan penasaran. “Mereka gak gangguin lo kan?”

“Enggak, Ci.” Skaya menghela napas. “Btw besok gue balik ke sekolah. Gue jadi kangen makanan di pinggir sekolah deh.”

Berbicara mengenai sekolah mereka, Cici kembali bersemangat. “Nah, bener tuh. Kesian banget sekolah palsu lo mewah tapi gak ada makanan lengkap kek kita.”

Dengan cepat Skaya membetulkan. “Pokoknya besok gue mau jajan sampe kenyang!”

“Itu harus.” Mengamati Skaya sejenak, tiba-tiba Cici mendekatkan wajahnya. “Gile Skay! Muka lo suram kek pantat panci anjir. Gegara lo terlalu lama di asrama cowok sampe gak perawatan! Fix sih, entar sore kita harus ke salon.”

Skaya hendak menolak, namun terhenti tatkala melihat Cici dengan sigap menjelaskan rencana mereka sore ini. Menggaruk kepalanya, dia tersenyum tidak berdaya. Sepertinya sore ini dia harus menyiapkan batin untuk dipaksa berkeliling kota.

***

“Bego, udah gue bilang gak ada Big Bos sama Skara, kita mampus.”

“Lagian laporannya gak lo baca baik-baik, babi. Makanya banyak kesalahan. Gimana kalo Skara sampe marah?”

Dalam perjalanan kembali ke asrama, Zahair dan Alwin saling menyalahkan satu sama lain. Karena Sagara yang pergi ke Australia kemarin dan Skaya yang bilang izin tidak masuk sekolah hari ini, mereka harus presentasi tugas laporan kelompok berdua.

Membuka pintu kamar mereka, Zahair melempar tasnya ke atas meja belajarnya dan merangkul sosok yang baru keluar dari kamar mandi.

“Woi, Skar. Kalo nilai kelompok kita jelek, salahin Alwin.” keluh Zahair sambil menepuk pundaknya.

Alwin yang disalahkan langsung tidak terima. “Jangan sok iye lo anjir. Tadi Zahair yang ngomong asal, Skar.”

Baru hendak Zahair membalas, tangannya yang merangkul sosok itu ditepis. Dia meliriknya dengan bingung. “Skar?”

Skara tersenyum datar sembari menjauhkan diri. “Jangan sentuh gue. Gue gak nyaman.”

“Jantung lo kambuh?” tanya Alwin bingung, terlebih melihat wajah pucatnya.

Skara hanya menggeleng pelan dan tetap diam.

Sontak Alwin dan Zahair saling melirik. Entah kenapa mereka merasa Skara berbeda hari ini. Mengamati ulang sosok Skara, mata Zahair memicing. “Kok tinggi lo hampir sama kek gue? Perasaan lo macam kurcaci deh.” katanya curiga.

Alwin sontak ikut mengamati Skara. Dalam hati dia membenarkan. Skara yang mereka lihat tadi pagi masih terlihat sehat-sehat saja. Mukanya ceria dan berseri-seri, berbeda dengan sekarang yang pucat dan datar.

Menggaruk tengkuknya yang tak gatal, Alwin menyikut Zahair dan saling memandang. Mengerti arti tatapan Alwin, Zahair mengangguk dan mulai berbicara dengan Skara, meski itu semua hanyalah ucapan tak berarti. Sedangkan Alwin pergi ke balkon sambil mengeluarkan ponselnya.

Alwin : BIG BOS GAWAT BIG BOS! DIDUGA SKARA MUKANYA PUCAT LESU DAN GAK BERTENAGA KARENA DITINGGAL SAMA LO!!!

TBC

June 29, 2021.

Skaya & the Big Boss ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang