38

224K 39.3K 1.4K
                                    

Sagara bertopang dagu, menatap ke arah Skaya yang menulis penjelasan dari guru di depan. Sudah beberapa hari ini gadis itu menghindarinya. Saat keluar dari kelas, dia akan pergi entah ke mana lalu balik di malam hari dan segera mandi untuk tidur.

Entah kenapa Sagara merasa kehadirannya tidak dianggap sama sekali. Dia kira, dengan memberitahu isi hatinya, gadis itu akan senang. Namun apa yang dia dapati malah sebaliknya.

Menyesal? Tentu saja tidak. Jika waktu berputar ke malam itu, Sagara akan tetap menciumnya. Setiap ada kesempatan, dia tidak akan menyia-nyiakannya meski hasilnya tidak sesuai keinginannya.

Memalingkan wajah dan menatap ke luar jendela, Sagara tenggelam dalam pikirannya.

Ketika bel pulang berbunyi, laki-laki itu membawa tasnya mendekati Skaya. “Skar—”

“Biar gue bantu!” ujar Skaya pada sekretaris yang bertugas membawa buku-buku pinjaman dari perpustakaan untuk pelajaran mereka tadi.

Melihat punggung Skaya yang menjauh, Sagara menghela napas. Lagi-lagi seperti ini. Sepertinya malam itu dia benar-benar menakuti gadisnya.

Di sisi lain, Skaya memegang tumpukan buku menuju perpustakaan bersama sekretaris kelas yang bernama Lia. Sebenarnya dia tidak sebaik itu untuk membantu karena buku yang dibawa Lia sedikit. Namun ketika melihat Sagara mendekat, dia panik dan segera menggunakan alasan tersebut untuk pergi.

Skaya sadar belakangan ini dirinya selalu ditatap Sagara. Siapa sih yang tidak akan peka jika ditatap begitu intens oleh seseorang?!

Skaya tidak risih, namun mencoba menjauh dari Sagara. Jika dia menjauh, perasaan Big Bos padanya akan berkurang dan keinginan untuk menjadi gay akan memudar, bukan? Skaya hanya ingin membantu Sagara dalam hal ini.

“Skara, lo berantem sama Sagara?” tanya Lia membuat lamunan Skaya buyar.

“Hah?”

Lia tersenyum. “Tadi Sagara manggil lo, loh. Gak mungkin lo gak denger. Kalian berdua satu kamar kan? Berantem karena suka cewek yang sama?”

Tebakan Lia membuat Skaya tercengang lalu terbahak kemudian. “Nggak, lah. Gue sama Big Bos ada masalah dikit.”

Alis Lia terangkat. “Keliatannya bukan kalian yang punya masalah, tapi elo. Sagara kayaknya biasa aja, cuma lo yang menghindar.”

Kenapa Lia sangat tepat sasaran, sih? Skaya jadi pusing menghadapi orang cerdas seperti ini. “Itu...”

“Hahaha, rileks Skar. Gak usah dijawab lagi. Gue juga gak peduli sih sama urusan orang.” potong Lia sambil menyengir.

Skaya menutup mulutnya dan melirik Lia diam-diam. Gadis ini benar-benar sulit diladenin. Jika Skaya 24 jam bersamanya, Lia mungkin dapat mengenali identitasnya segera.

Setelah membantu Lia, seperti kemarin Skaya akan menghabiskan waktu di perpustakaan sekolah hingga malam. Sejak bulan lalu dia sudah mengundurkan diri dari pekerjaannya, sehingga sekarang dia berkunjung sebagai pembaca.

Mengambil satu buku novel, dengan cepat gadis itu mencari tempat untuk duduk dan menikmati waktunya tenggelam dalam imajinasi.

Entah sudah berapa jam Skaya di sana, ketika ponselnya bergetar barulah dia sadar waktu dan menjawab panggilan dari Iris dengan sedikit bingung.

“Halo Mami?”

“Skaya, kamu lagi sama Gara, gak?” tanya Iris dengan serius membuat alis Skaya terangkat.

“Enggak. Ada apa Mi?”

“Hari ini hari peringatan adeknya Gara meninggal, dan biasanya Gara bersikap impulsif. Mami daritadi telepon tapi gak diangkat sama dia. Mami minta tolong kamu cariin Gara biar dia gak macam-macam, ya?”

“Oke, Mi.”

Panggilan terputus. Skaya segera mengembalikan buku dan keluar dari perpustakaan. Sejak mengenal Sagara, Skaya tahu betapa sayangnya Sagara kepada adiknya.

Buru-buru balik ke kamar, dia tidak mendapati Sagara di sana, melainkan Zahair. “Big Bos?”

Zahair yang bermain di ponselnya meliriknya sekilas. “Gak tau. Gak keliatan sejak pulang tadi.”

Jantung Skaya berdebar. Tatkala hendak pergi, dia langsung mengurungkan niat. Wilayah sekolah sangat luas sehingga tidak mudah mencari tempat satu per satu. “Lo tau gak kira-kira Big Bos biasanya diem di mana?”

Zahair menggaruk kepalanya dan berpikir. “Biasanya kalo gak keluar sekolah buat ke club, Big Bos diem di rooftop sekolah.”

“Oke, thank you!

Brak!

Mendengar pintu dibanting, Zahair menggeleng dengan miris sembari melanjutkan permainan gamenya. “Dasar anak zaman sekarang.”

Skaya menaiki anak tangga dengan cepat. Sekarang sudah malam, sehingga gedung sekolah sangat sepi. Meski sedikit takut, tetap saja dia berjuang untuk menuju rooftop.

Membuka pintu rooftop dengan napas terengah-engah, angin langsung berembus menerpa wajahnya. Mata Skaya langsung membulat melihat sosok Sagara berdiri di dekat pembatas rooftop, membuatnya lagi-lagi berlari dan menarik laki-laki itu untuk menjauh dari sana.

“Big Bos jangan aneh-aneh!” katanya dengan napas terputus-putus.

Mata Sagara sedikit melebar melihat Skaya di hadapannya. “Lo—”

Dengan cepat Skaya mengangkat tangannya untuk menghentikan ucapan Sagara. “B-bentar, gue ambil oksigen dulu.”

Sudut bibir Sagara terangkat melihatnya terengah-engah. Betapa lucunya...

Menarik napas dan mengembuskannya panjang, akhirnya dengan serius Skaya menatap Sagara. Melihat luka di sudut bibir laki-laki itu, mata monolidnya terbuka lebar. “Big Bos! Lo adu jotos sama siapa?!”

Tanpa sadar Sagara menyentuh sudut bibirnya. “Oh, tadi jatuh jadi luka.”

“Big Bos kira gue bego?” kata Skaya ngegas. “Gue tau hari ini suasana hati Big Bos gak bagus, tapi jangan aneh-aneh, apa lagi mau bunuh diri! Itu gak bakal buat Big Bos ngerasa lebih baik.”

Kening Sagara mengerut. Di mana dia ingin bunuh diri? Menyadari sesuatu dalam kalimat Skaya, dengan cepat dia mencengkram lengan Skaya erat. “Lo tau dari mana?” Tidak ada yang tahu dia dalam suasana hati yang buruk saat hari ini.

Seketika Skaya menghindari iris mata Sagara. “Itu... Tante Iris yang bilang...” gumamnya karena tatapan lekat laki-laki itu.

Cengkraman Sagara pada lengan Skaya melonggar. Dia tertegun sesaat sebelum tersenyum tipis dan menarik Skaya ke dalam dekapannya lalu menenggelamkan wajahnya di ceruk leher gadis itu.

“Hm... gue bad mood hari ini.” ujar Sagara lirih.

Awalnya Skaya mematung saat tubuhnya dipeluk, apa lagi merasakan napas hangat di lehernya. Seketika bulu kuduknya meremang. Namun memikirkan kondisi Sagara sekarang, dia tidak memberontak dan malah sebaliknya, membalas pelukannya sembari menepuk punggung Sagara pelan.

“Meskipun Big Bos sedih, jangan buat diri Big Bos tersiksa. Ada banyak hal yang bisa Big Bos lakuin dan yang penting bisa lebih bermanfaat.” nasihat Skaya dengan tepukan di punggung Sagara.

“Oke, gue dengerin lo.” balas Sagara pelan. Masih sangat nyaman berada dalam pelukan gadis itu. “Ska...”

“Iya?”

“Jangan jauhin gue lagi,”

Skaya terdiam beberapa detik sebelum mengangguk. “Oke.”

Lebih baik melupakan malam itu. Mereka setiap hari sekamar, merepotkan juga jika dia melarikan diri terus menerus.

Di ceruk leher Skaya, senyuman lebar merekah di bibir Sagara tanpa disadari oleh gadis itu. Menikmati kesempatan yang langka ini, Sagara sedang berpikir hadiah langka apa yang harus dia berikan kepada Maminya.

TBC

June 17, 2021.

Gak lupa jadi licik ya Big Bos. Dasar.

Minta spam nextnya di sini buat part besok ya 🥰

Skaya & the Big Boss ✓Where stories live. Discover now