52

190K 35.8K 6.1K
                                    

Di sebuah mobil hitam yang melaju di tengah jalan, Sagara menyandarkan punggungnya pada jok belakang sambil memejamkan mata. Dia benar-benar sibuk. Bahkan dia seharusnya belum bisa kembali ke Indonesia jika saja dia tidak menyelesaikan pekerjaannya dengan baik hingga dini hari dalam seminggu ini.

Sejak kecil dia memang terbiasa diajarkan berbisnis, cara berinvestasi dan membeli saham oleh Danar. Maka sejak itu pula uang jajannya dia gunakan untuk membeli saham dan berinvestasi hingga dia sendiri tidak hafal perusahaan apa saja yang dia investasikan. Dan minggu lalu, sebagai salah satu pemegang saham terbesar di perusahaan ternama di Australia, Sagara harus hadir dalam rapat. Tak hanya itu, saat berada di sana pun laki-laki itu mengambil kesempatan untuk meriset peluang pasar untuk bisnisnya sendiri.

Karena kekurangan tidur, ada kantung mata samar di bawah matanya. Dia mengangkat tangannya mengusap pelipisnya yang sedikit sakit karena jet lag. Meski demikian, mengingat hari ini akan kembali bertemu pacarnya membuat sudut bibirnya terangkat.

Dia benar-benar merindukan Skaya. Sayang sekali ponselnya jatuh tatkala dia berada di Australia sehingga dia sendiri tidak tahu di mana keberadaan benda pipih itu. Mau tak mau Sagara hanya bisa membeli ponsel baru ketika sampai di sini dan berharap gadisnya tidak marah karena kehilangan kabar darinya.

Sesampainya di depan asrama, sopirnya segera mengeluarkan koper hitam dari bagasi dan tanpa tinggal lama Sagara menarik koper yang berisi oleh-oleh untuk Skaya. Dia menyugar rambutnya, dan menaiki tangga menuju lantai tiga dengan sedikit tergesah-gesah.

Akhirnya berada di depan kamar mereka, dia mengembuskan napas sedikit, menahan sudut bibirnya yang hendak terangkat tatkala berimajinasi raut wajah shock gadis itu melihat kehadirannya.

Memegang knop pintu yang terasa dingin di telapak tangannya, dengan perlahan Sagara membukanya dan mendorong pintu. Kamar asrama familier diingatannya muncul secara nyata di depan mata. Mengedarkan mata dan terhenti pada tiga sosok yang sedang bercerita, sudut bibirnya tidak bisa membantu tetapi melengkung.

Dia melangkah masuk dengan suasana hati bagus. “Ska—”

Ketiga orang itu berbalik karena kehadiran Sagara yang sejak tadi menimbulkan suara. Namun sebab itulah Sagara yang bisa melihat sosok Skara dengan jelas berhenti menyerukan nama.

“Big Bos?!” Mata Zahair terbelalak kaget, begitu pun Alwin. Meski mereka tahu Sagara cuma pergi selama seminggu, namun tidak ada pemberitahuan kedatangan Big Bos mereka hari ini.

Tatapan Sagara masih tertuju pada Skara yang menatapnya sedikit ingin tahu. Dia bergeming di tempat dan dengan suara pelan dia menyebutkan satu nama dengan sungguh-sungguh, “Skara?”

Skara memandang Sagara dan mengangguk sedikit. Dia sebelumnya tidak begitu dekat dengan penghuni kamar ini. Zahair dan Alwin saja dalam seminggu ini bergaul dengannya dia tanggapi dengan sederhana, apa lagi Sagara yang baru ditemuinya?

Mimik Sagara berubah. Dia mengedarkan pandangan dan melirik Zahair. “Hp lo siniin.”

Walau bingung kenapa sikap Sagara tiba-tiba berubah, Zahair merogoh kantongnya dan memberikan ponselnya dengan hati-hati.

Sagara melirik Skara sekali lagi sebelum mengotak-atik benda pipih itu. Tak berselang lama suara berdering terdengar di atas meja Skara, membuat ekspresi Sagara semakin tak bisa terbaca.

“Lo berdua keluar,” usir Sagara sambil melemparkan ponsel di tangannya ke Zahair. Tatapan laki-laki itu kembali pada Skara. “Sedangkan lo tetep di sini.”

Alwin dan Zahair saling melirik sebelum keluar dari kamar serta tak lupa menutup pintu untuk memberi privasi. Namun mereka berdua tetap berjaga di luar seolah menanti sesuatu terjadi.

“Big Bos sama Skara mau kangen-kangenan?” bisik Alwin kepada Zahair dengan senyuman geli.

“Shut! Big Bos denger lo end,” Zahair membuat gerakan menggorok di lehernya.

Di dalam kamar, Sagara melepaskan kopernya dan melangkah lebih dekat. “Di mana Skaya?” tanyanya to the point seolah benar-benar yakin bahwa di depannya bukanlah gadisnya.

Ekspresi Skara berubah terkejut. “Lo tau dia?”

“Gue tanya, di mana Skaya?” Sagara menekankan setiap katanya.

Keterkejutan Skara perlahan sirna. Dia menatap Sagara dari bawah hingga atas dengan kening berkerut. “Dia bilang gak ada yang tau, ternyata ada. Cih, penipu.”

Mata Sagara menajam. Meski tidak jelas, dia bisa merasakan sinisme dari laki-laki itu. “Kasih nomor hp cewek gue.”

“Cewek lo?” Skara terkekeh sinis. “Jadi dia berani pacaran sama temen sekamarnya? Udah berapa kali main?”

Tubuh Skara terdorong hingga membentur lemari dengan kedua kerah bajunya dicengkram erat oleh Sagara. “Anjing, coba ngomong lagi!”

Meski dihimpit hingga dia merasakan sakit, Skara masih membalas ucapan Sagara. “Kenapa? Gue bener, kan? Mana ada cewek yang mau tinggal di asrama cowok bahkan gak malu ketahuan orang lain. Masih berani pacaran juga. Pasti lo udah main sama dia, kan?”

Fuck!” Ekspresi Sagara semakin gelap sambil mengangkat kepalan tangannya.

Melirik tinjuan yang hampir mengenai wajahnya, Skara berdecih. “Apa? Mau mukul gue? Kalo terjadi apa-apa sama gue di sini bukan cuma lo yang kena masalah, tapi Skaya.”

Sagara menggertakkan gigi. Dia ingat bukan Skaya yang memiliki penyakit jantung, melainkan Skara. Dan dengan penyakit yang dimilikinya, dia berani mengancam Sagara bahkan membawa-bawa nama Skaya.

Tidak bisa memukulnya, Sagara menambahkan kekuatan pada cengkramannya di kerah Skara, membuat laki-laki itu mulai susah bernapas. “Skaya kembaran lo, sialan!”

Bisa-bisanya dia mengatakan hal buruk tentangnya!

“G-gue gak peduli...” Napas Skara mulai tersengal dengan wajah memerah.

Rahang Sagara semakin mengeras dan kembali mengangkat tangannya, membuat Skara sontak memejamkan mata untuk menerima tinjuannya.

PRANG!

Tubuh Skara menegang mendengar suara pecahan dengan getaran dari lemari yang disandarinya. Perlahan dia membuka matanya dan kaget melihat laki-laki itu tanpa ampun meninju cermin di lemari hingga pecah.

“BIG BOS!”

Alwin dan Zahair yang mendengar suara pecahan itu segera masuk kemudian terkejut melihat Sagara menekan Skara ke lemari hingga Skara kesusahaan napas. Terlebih pecahan kaca di lantai serta tangan Sagara yang berdarah.

Mengabaikan keduanya, Sagara menatap Skara tajam. “Skaya ke sini karena gantiin lo. Dia adik dan kembaran lo. Skaya cewek tapi demi lo dia harus ngubah identitasnya. Dan ini balasan lo sebagai kakaknya? Brengsek!”

Sagara mendorong Skara dan berjalan keluar. Alwin segera mengikuti sedangkan Zahair masih bergeming di tempatnya melihat Skara. Sementara waktu bingung berada di sisi siapa sebelum pergi mengekori Sagara.

Skara yang sendirian di kamar perlahan merosot dengan punggung bersandar di lemari. Dia terduduk di lantai dengan napas terengah-engah sambil memegang dada kirinya yang terasa sedikit menyesakkan.

Mengekori Sagara dengan panik, Zahair dan Alwin akhirnya bernapas lega melihat Sagara berhenti berjalan tatkala sudah cukup jauh dari asrama.

Darah masih keluar mengalir di antara jemari Sagara dan menetes ke tanah, namun laki-laki itu malah tidak memperhatikannya dan sibuk mengatur emosinya.

“Big Bos, kenapa lo tiba-tiba berantem sama Skara? Bukannya kalian berdua seharusnya—” Zahair mengangkat tangan dan menghadapkan kedua tangannya satu sama lain sembari mematukkan tangannya tersebut. Namun melihat tatapan garang Sagara terarah padanya, dia langsung bergidik lalu bersembunyi di belakang punggung Alwin.

Sagara benar-benar tampak seperti ingin memakan orang!

TBC

02 July, 2021.

Spam nextnya di sini dong :)

Skaya & the Big Boss ✓Where stories live. Discover now