EPISODE XXXIII - PENGKHIANATAN

840 50 11
                                    

Mencintai dengan sewajarnya.
Membenci juga dengan sewajarnya.
Adakalanya kepercayaanmu dipermainkannya.
Maka, kamu siap untuk bertindak sewajarnya pula.

***

Gemerlap langit makin berpendar. Suara bising jangkrik dibalik semak-semak sekitar mansion Black Roses menggema mendominasi malam. Di pintu utama berdiri gagah penjaga-penjaga mansion yang sedang bertugas. Di bagian lain, tempat rahasia penghukum anggota Black Roses, Nestar gemetar menunggu kedatangan Dewan Kepala yang masih belum menunjukkan batang hidungnya. Dengan kepasrahan akut Nestar yakin hari ini dia akan meninggalkan dunia ini sebelum meminta maaf pada Benua. Sungguh, dalam hati kecilnya Nestar sangat ingin menemui bocah malang itu. Meminta maaf dengan sangat amat karena telah gagal mejaganya dari kelompok penyerang.

Pelataran mansion yang sepi tanpa aktivitas membuat laki-laki jangkung dengan dua map di tangan menghembuskan nafas kasar. El bersandar pada mobilnya di halaman luar mansion. Membelakangi gerbang utama mansion tengah hutan milik komplotan mafia paling disanjung dalam dunia hitam mereka. Tempat ini lumayan jauh dari jangkauan penjaga mansion. Maka dari itu El lebih memilih menjauh daripada mereka mulai bertanya-tanya tentang keadaan Eksekutif Dua alias Benua Leocadio Nicander yang saat ini masih menjalani operasi pengangkatan peluru.

"EL!" Itu teriakan Kenarya Laxandra. El sangat hafal suara wanita incarannya itu.

El berdiri dari sandarannya, menyeimbangkan tubuh dengan tegap. Matanya mengawasi pohon-pohon cemara yang menjulang tinggi di sisi kiri dan kanan jalan. Sambil menajamkan telinga El memegang revolvernya untuk berjaga-jaga jika suara tadi itu mungkin saja jebakan musuh.

"Kita bertemu lagi, Tuan Elbarack Xabiru Alexander." Ini benar suara milik Kena teman satu teamnya. Dengan intonasi tegas menyapa kedua telinganya yang berkedut merah menahan dinginnya suhu pergantian musim.

El menegang ditempatnya. Dari pantulan sinar bulan yang membias ke arahnya, dari belakang punggungnya dapat dia dapati dua sosok bayangan sepasang manusia sedang menodongkan senapan ke kepala bagian belakangnya.

El diam membisu. Belum berniat melihat sosok asli si pemillik bayangan. El tahu, hatinya tidak sanggup melihat kenyataan dihadapannya. Pikirannya buyar ketika seseorang dari arah belakang mengunci pergerakan tubuhnya tiba-tiba. El terkulai jatuh di lantai dengan kedua tangan membelit tubuhnya sendiri. Sosok itu menindih tubuhnya dengan kuat. Dua map yang dipegangnya juga menghantam lantai di depannya.

"El, dimana Benua?" Suara Kena melembut. Matanya menahan panas melihat Samudra yang menyerang El dari belakang. Bagaimanapun juga, dulu Kena dan El adalah partner kerja yang saling melindungi satu sama lain. Tidak pernah menodongkan senjata milik sendiri ke teman satu teamnya.

"DIMANA LAKI-LAKI BEDEBAH ITU MENYEMBUNYIKAN ADIKKU, TUAN ELBARACK XABIRU ALEXANDER??!! JAWAB AKU!!!" Samudra semakin menindih tubuh El yang lemah. Mengunci pergerakan El agar laki-laki itu tidak dapat melawan.

El masih belum menjawab. Tenggorokannya seakan gagu dan pikirannya kosong. Wanita yang dicintainya ternyata sudah memiliki laki-laki pujaannya sendiri. Wanita jelita yang selalu dipujanya itu ternyata mengkhianati perasaannya setajam ini. Wanita itu, Kenarya Laxandra. Hati El hancur tak berbentuk ketika mengetahui Samudra lah laki-laki beruntung yang memiliki wanita idamannya itu.

"Kenapa memilih menjadi pengkhianat, Kena?" Tanya El kelewat halus. Hingga Kena rasanya ingin sekali memeluk tubuh temannya itu dan mengatakan bahwa dirinya akan baik-baik saja walaupun setelah berkhianat pada Dewan Kepala.

Kena beralih dari tempatnya berdiri. Memilih saling berhadap-hadapan dengan El agar lebih mudah berbicara. Mendudukan tubuh kecilnya agar sejajar dengan El yang masih belum dibebaskan Samudra.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 17, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

BENUAWhere stories live. Discover now