EPISODE XXIII - BOOMERANG

779 81 17
                                    

Dia yang dikekang, sekarang bebas terbang. Dia yang berkuasa, sekarang terduduk tanpa daya. Semua pasti ada saatnya. Tinggal menunggu kapan akan datang.

Malam beranjak begitu cepat. Bugatti Veyron yang dikendarai Samudra membelah jalanan dengan kecepatan tinggi. Suara jangkrik bersaing hujan menemani disepanjang perjalanan. Di pinggiran jalan tampak lampu tinggi yang menyinar redup. Purnama menggantung indah di sudut langit temaram. Mengamati Samudra yang terlihat serius melintasi pinggiran kota di tengah-tengah sayupnya gulita yang semakin berpendar.

Samudra menghentikan laju mobilnya. Memandang satu-satunya bangunan mewah yang berada di depannya. Terakhir kali menginjakkan kaki di sana semuanya masih berantakan. Sekarang mansion itu tampak bersinar. Samudra tersenyum di balik kaca mobilnya ketika melihat seseorang menghampirinya. Wanita muda yang tadi berbicara dengannya di ponsel. Melangkah pelan dibawah guyuran hujan.

Samudra mengambil payung di kursi sebelah kanannya. Lalu membuka pintu mobil. Berjalan mendekati wanita muda yang terus saja menatapinya. Tangan kanannya memegang payung hitam bermotif polos yang telah mengembang.

"Kenapa tidak membawa payung?" Tanya Samudra ketika sosok cantik dengan pakaian serba hitam itu sampai di dekatnya.

Wanita muda itu tersenyum tipis, "Payungmu saja sudah cukup."

"Apa paman sudah mengetahui bahwa aku akan datang malam ini?"

"Iya."

"Baiklah, antar aku menemui paman."

Wanita itu mengangguk sekali. Tangan kanannya mengulur ke depan. Mengerlingkan kedua matanya pada Samudra.

"Tidak ingin menggenggam tangan kekasihmu, Samudra?" Ujarnya menggoda.

"Tentu saja." Jawab Samudra berjalan mendekatinya.

Mereka berdua berjalan sambil bergandeng tangan. Dengan posisi kepala wanita itu menyander lembut di bahu kokoh milik Samudra. Sedangkan jemari tangan kiri Samudra melingkar erat di pinggangnya. Suara highheels sang wanita mengiringi langkah keduanya memasuki gerbang utama mansion. Hujan tidak menghalangi sepasang kekasih itu untuk bermesraan.

"Sam, aku rasa tidak perlu melukainya lagi." Ucap wanita yang diketahui sebagai kekasih Samudra. Matanya memperhatikan dengan jelas rahang tegas Samudra yang mengeras.

"Apa maksudmu?" Samudra bertanya ketus.

"Sejak awal dia sudah menderita. Lingkuangan sekitarnya membuat dia tertekan. Baru saja tadi aku menemuinya. Suhu tubuhnya panas. Dia sangat menginginkan kalian bisa bersatu kembali." Wanita itu menjelaskan.

"Aku tidak bisa berhenti. Kesalahannya sangat fatal. Aku kehilangan kedua orang tua ku karena dia." Pungkas Samudra sinis.

"Kau keras kepala, Sam. Sejak kemarin mood mu tidak bagus." Wanita itu berdecak kesal. Matanya kembali menatap ke depan.

Samudra mengendikkan kedua bahunya, "Aku hanya menuruti apa kata hatiku."

"Aku hanya menasehatimu saja."

"Tidak perlu repot-repot."

"Menjengkelkan." Sungut wanita itu tidak suka.

Pembicaraan mereka berhenti. Keduanya fokus melangkah melalui gerbang utama. Berjalan lurus menuju pintu. Tujuh tiang kokoh berwarna cream menyambut kedatangan Samudra. Rumput yang menjalar di dinding mansion terlihat terjaga. Ubin putih yang mengkilap bersih ikut memeriahkan pandangan mata ketika melihatnya.

BENUAWhere stories live. Discover now