EPISODE I - MIMPI

6.5K 363 39
                                    

_____

Mimpi itu ibarat ilusi. Yang terjadi ketika tidur dan hilang saat terbangun. Gambarannya kadang fana dan bisa saja menjadi asli.
_____


Seorang laki-laki paruh baya mendekati sosok bocah kecil yang sedang meringkuk kesakitan di bawah balutan selimut tebal bergambar Iron Man. Raut wajahnya terlihat begitu cemas. Mendapati sosok cucu kesayangan yang sedang memendam rasa sakit sendirian. Terlebih lagi saat tengah malam yang hening dan sunyi.

"Benua, mimpi buruk lagi?" Tanyanya sambil merengkuh sosok kecil yang sekarang bergetar hebat menahan isakan.

Laki-laki paruh baya itu semakin kalut ketika pundaknya terasa basah. Ternyata cucu yang sedang di dekapnya penuh cinta itu tengah menangis. Mengeluarkan segala sesak yang menghampirinya sejak tadi.

"Sudah, jangan terlalu di pikirkan. Nanti, kakek akan mengajak Benua bermain di taman." Ucap pria paruh baya itu dengan mengusap lembut surai hitam milik cucunya. Menyalurkan segala ketenangan melalui belaiannya.

"Ada dua orang, mereka berpakaian serba hitam, mereka ingin menangkap Benua. Benua juga melihat mereka memegang senjata. Mereka terus saja mengejar Benua sampai Benua tersungkur dan terbangun. Benua sangat takut, kek. Mereka terlihat sangat tidak suka pada Benua. Tolong Benua."

Bocah laki-laki berumur 13 tahun itu tampak meracau di dalam dekapan kakeknya. Menceritakan bagaimana dia bisa terbangun di tengah malam bersama mimpi yang sama di malam yang lalu.

"Ada kakek di sini, jadi Benua tidak perlu takut. Tidak akan ada yang bisa menyentuh cucu kakek yang tampan ini selama kakek masih ada."

"Terima kasih, kek."

"Ya sudah, Benua lanjut tidur lagi ya. Kakek akan menunggu sampai Benua benar-benar sudah nyaman."

Pria paruh baya yang tak lain adalah kakeknya si bocah kecil itu mulai mencoba menidurkan cucunya kembali. Membenarkan letak bantal kepala yang sedikit bergeser dan juga meletakkan dua guling besar di sisi kiri dan kanan cucunya. Tidak lupa juga menarik selimut tebal favorite bergambar tokoh super hero kesukaan sang cucu.

"Tutup mata dan cobalah untuk tidur kembali."

Setelah mengatakan kalimat yang mampu untuk menidurkan cucunya. Sang kakek mengecup kening si bocah kecil sambil bergumam lirih "Selamat malam, Benua. Semoga mimpi indah."

Kemudian dia pergi menjauh dari ranjang cucu yang sangat di sayanginya. Mengikis jarak antara pintu dan dirinya. Sampai saat knop pintu ditariknya. Tubuhnya kembali berbalik. Menengok ke arah belakang punggungnya. Menatap sendu cucu bungsu keluarga Nicander untuk beberapa saat. Ketika sudah puas memandangi bingkai wajah yang sama persis seperti putrinya, dia memutuskan pergi.

Malam ini lebih sunyi dari malam yang lalu, lebih hening dari yang kemarin dan lebih kelam dari yang pernah ada. Dadanya naik turun tanda nafas yang berjalan tidak teratur. Dia hanya sebatas figur seorang kakek untuk cucunya. Cucu bungsu kesayangannya yang sejak kejadian itu selalu bermimpi buruk membuat pikirannya tidak tenang. Sampai sebuah keputusan harus di ambilnya. Yang membuat Benua semakin tertekan dan tidak merasa bebas.

Dia kembali berjalan lurus sekitar empat langkah dan berhenti tepat di kamar cucu sulungnya yang bersebelahan dengan Benua. Dia tidak berniat memasuki kamar yang terkunci begitu rapat untuknya. Akan ada masalah jika dia memaksakan untuk masuk. Karena sang cucu sulung sangat tidak menyukai kehadirannya di Penthouse Nicander. Samudra bahkan pernah berkata bahwa dia adalah kakek yang sangat kejam terhadap cucu-cucunya.

Dia menghela nafas beratnya. Memantapkan hati untuk berlalu dari sana. Tapi apa boleh buat ketika tiba-tiba ada lengan kecil yang memegang tangan kanannya erat. Tidak lain dan tidak bukan adalah Asia. Cucu keduanya yang sangat cantik dengan usia remajanya. Tiap kali berjumpa pandang dengan Asia dia merasa bahwa dia tengah bersama menantunya.

"Kenapa kakek ada diluar?" Tanya Asia penuh selidik.

"Kakek hanya haus. Kakek akan kembali ke kamar." Ujarnya berkila.

"Kalau begitu, Asia akan mengantar kakek sampai pintu kamar."

Asia menarik lengan kakeknya dengan lembut. Mengajak kakek yang selalu saja memperhatikan mereka dengan baik untuk kembali tidur karena ini masih sangat malam. Saat sudah berlalu sedikit jauh. Tiba-tiba kamar si cucu sulung terbuka dari dalam. Menampilkan bayangan hitam dari sang pemilik kamar.

"Cih, dia berbohong lagi." Umpat si sulung dengan nada kesal.

Matanya mengarah pada kamar disebelahnya. Menimang beberapa menit hingga akhirnya memutuskan untuk masuk. Dapat dilihatnya sang adik bungsu tengah tertidur pulas dibalutan selimut yang terlihat nyaman.

Kakinya berjalan hingga tiba di samping adiknya. Menatap lebih dalam wajah imut dan menggemaskan milik adik bungsunya yang masih saja membuatnya ingin sekali mendaratkan ciuman di pipi gembil itu . Tangannya tanpa sengaja mengelus pipi berisi sang adik yang masih belum terganggu tidurnya. Menekan hidung merahnya dan juga memainkan anak rambut yang menyelip disekitar matanya.

"Kau hanya akan menderita jika tetap bertahan." Lirih si sulung.

Saat akan menarik lengannya menjauh dari wajah sang adik tiba-tiba saja lengannya ditepis kasar. "Berhentilah mengatakan hal itu."

"Halo adik manis, kau terbangun rupanya." Si sulung terkekeh. Secepat mungkin merubah raut wajahnya menjadi tidak peduli.

"Pergi dari kamarku sekarang." Teriak si bungsu dengan kedua tangan mengepal.

Si sulung hanya menatapnya kasihan dan membuat si bungsu semakin emosi. "Aku tidak butuh rasa kasihan dari mu. Pergi atau aku yang akan pergi."

"Well, ini tentu saja kamar mu bukan kamar ku. Aku akan pergi. Pastikan saja bahwa kau akan baik-baik saja setelah ini."

Si sulung tertawa meremehkan saat adik bungsu kesayangan keluarga Nicander memegang kepalanya. Lalu ia pergi meninggalkannya begitu saja tanpa niat membantu.

"Akhhh." ringis si bungsu saat kakaknya sudah tidak ada lagi.

"Ini sangat sakit."

Dia ingin mengambil obat pereda nyeri yang berada di atas meja belajarnya. Tapi saat akan turun dari ranjangnya. Tiba-tiba saja turun hujan yang begitu hebat dengan gemerudak guruh yang memekikkan. Membuatnya terkejut dan jatuh ke lantai yang dingin. Kepalanya semakin pening dan sakit saat gemuruh petir itu saling menyahuti satu sama lain. Pandangannya mengabur. Sampai akhirnya dia tidak bisa bangkit dan hilang kesadaran.
Semuanya terasa menghitam dan sakit di kepalanya menjadi hilang.

"Mimpi membuat mu terbangun dan hujan membuat mu pingsan. Adik manis ku yang malang."

Si sulung ternyata kembali. Menatap si adik bungsu yang tengah pingsan di bawah tempat tidurnya dengan beralaskan lantai yang dingin.

Dia mengangkat tubuh kecil itu dan dibaringkan dengan hati-hati di kasurnya.

"Kau merepotkan ku lagi tuan galak."

Si sulung mungkin terlihat sangat dominan tidak menyukai kakek dan juga adik bungsunya. Tidak banyak orang yang mengetahui hal itu. Tapi, selama ini dia juga ikut membantu dalam segala hal yang menyangkut keduanya. Si sulung memang begitu mysterious dibandingkan dari kedua adiknya.

BENUAWhere stories live. Discover now