EPISODE XII - MAAF

942 88 3
                                    

_____

Sebuah kata yang wajib diucapkan seseorang kepada orang lain ketika dirinya sudah melakukan kesalahan yang harus membuatnya meminta kata 'maaf' dari orang yang bersangkutan dengannya.

_____

Di salah satu rumah sakit swasta terbaik di Indonesia. Lavina memeluk lututnya erat. Air matanya sudah jatuh sejak menonton acara berita yang sedang viral saat ini. Berulang kali mengucapkan kata maaf. Tapi, di ruangan itu hanya dia sendiri dan tidak ada orang lain. Lavina mengelap air matanya dengan tergesa-gesa. Beranjak turun dari ranjang pesakitannya.

Tiba-tiba saja pintu ruangannya terbuka. Lavina yang sedang tidak focus pun tidak menyadari seseorang yang masuk ke dalam ruangannya. Betapa bulat mata Lavina ketika membalikkan tubuhnya dan menemukan tuan besarnya ada dihadapannya. Dengan takut-takut Lavina segera menundukkan kepalanya. Matanya dia pejam sambil mengulum bibir ke dalam.

"Bagaimana keadaanmu?" Tuan Nicander bertanya.

Lavina tersentak dari ketakutannya. Wajahnya mendongak menatap balik tuan Nicander.

"Ah itu, saya baik-baik saja." Jawab Lavina gugup.

"Syukurlah, aku senang jika kau sudah merasa baikan."

"Iya."

"Apa ada keluhan? Jika ada, segera laporkan pada dokter disini. Aku tidak mau kalau sekretarisku sakit, dia tidak akan bisa membantuku dalam menjalankan perusahaanku nanti." Ujar tuan Nicander dengan iringan tawa di akhir kalimatnya.

Lavina memperhatikan tuan besarnya tertawa, meski samar jika dilihat. "Terima kasih karena sudah perhatian pada saya, tuan besar. Saya jadi merasa tidak enak pada Anda karena melakukan keslaahan itu." Ucapnya pelan.

"Jangan terlalu dipikirkan."

"Tapi, saya merasa bertanggung jawab dengan tuan muda Benua. Dan, saya pastinya telah mengecewakan Anda." Pungkas Lavina menyesal.

Tuan Nicander menatap mata Lavina dalam. "Itu memang tanggung jawabmu. Tapi, aku rasa itu bukan sepenuhnya salahmu."

"Maksud tuan besar?" Tanya Lavina tidak mengerti.

"Bukankah ada Justyn bersamamu saat itu? Kalian berdua sudah sangat membantuku. Jadi, jangan terlalu merasa bersalah."

"Tolong maafkan saya tuan besar. Saya janji, ini yang terakhir kalinya saya membuat kesalahan." Lavina meminta maaf dengan berkali-kali membungkukkan tubuhnya.

"Terserah padamu."

"Tuan besar memaafkan saya?" Tanya Lavina memastikan.

"Tentu saja, mengapa tidak."

Akhirnya Lavina bernafas lega. Melihat tuan Nicander tersenyum ramah padanya sudah sangat membuktikan bahwa tuan besarnya itu memang memiliki hati yang sangat baik.

"Kembalilah ke tempat tidurmu."

"Saya sudah lebih baik. Rencananya saya akan pulang ke rumah hari ini." Kata Lavina pasti.

"Baiklah. Kalau begitu aku pergi dulu." Ucap Tuan Nicander sambil mengambil langkah berbalik.

"Sebelum tuan besar pergi, apa saya boleh bertanya sesuatu?" Lavina menggerakkan tangannya ke depan. Menggapai tangan kanan yang terselimuti setelan jas yang dikenakan tuan Nicander.

"Silahkan saja."

Lavina menarik tangannya, "Apa sudah ada kabar tentang tuan muda Benua?"

"Belum."

"Saya akan membantu mencari tuan muda Benua." Lavina berkata dengan sungguh-sungguh.

"Terima kasih, tapi aku rasa itu tidak perlu."

"Izinkan saya untuk menebus rasa bersalah dengan Anda." Ujar Lavina dengan mengatupkan kedua tangannya di depan dada.

Tuan Nicander menimang-nimang kalimat Lavina.

"Melihatmu seperti ini membuatku jadi tidak tega, baiklah aku memberi izin kepadamu. Tapi, jangan terlalu memaksakan diri. Kalau sudah lelah, kau boleh menyerah."

"Saya tidak akan menyerah."

"Semangat anak muda memang beda."

Setelah itu tuan Nicander memutuskan pergi dari ruangan Lavina. Melihat tuan Nicander yang sudah ditelan pintu membuat Lavina merasa lega. Karena salah-satu bebannya sudah berkurang sedikit demi sedikit. Lavina melihat ke arah jam dinding yang ada di ruangannya. Jam sembilan. Masih pagi, pikir Lavina.

Lavina mengambil tas dan juga ponselnya yang ada di nakas. Masuk ke ruang ganti pasien. Mengganti baju rumah sakitnya dengan baju kasual yang digunakannya terakhir kali. Tujuan Lavina selanjutnya adalah Justyn. Tentu saja, Lavina juga akan mengajak Justyn untuk berkerja sama dengannya dalam menemukan cucu kesayangan tuan Nicander. Lavina sudah berjanji akan hal itu. Demi menebus rasa bersalahnya, Lavina tidak akan menyerah seperti yang sudah dikatakan oleh tuan Nicander.

"Maksudmu, kita berdua?"

Sekarang Lavina sudah berhadapan dengan Justyn.

"Iya, kita berdua."

"Dimana kita akan mencarinya?" Tanya Justyn dengan kedua alis menukik.

Lavina mengangkat bahunya, "Aku tidak tahu."

"Apa rumah sakit itu punya CCTV?" Tanya Justyn.

Dengan yakin Lavina menjawab, "Pasti tumah sakit itu punya."

"Besok atau lusa kita akan mulai berkerja sama?" Tanya Justyn lagi. Kali ini sambil memeriksa isi ponselnya yang terus berdering saat dia sedang mengobrol dengan Lavina.

Kedua manik mata hitam Lavina berbinar cerah, "Jadi, kau setuju?"

Justyn yang meliat kelakuan Lavina yang seperti anak kecil yang baru dapat hadia pun mendengus kesal, "Aku mengajakmu, berarti aku setuju."

Mendengar suara Justyn yang ketus membuat Lavina buru-buru merubah raut wajahnya. "Aishhh, kau masih saja dingin padaku."

"Aku tidak suka dengan wanita yang lambat berpikir." Ketus Justyn.

"Aku tidak peduli pada perkataanmu. Jadi kesimpulannya, besok kita sudah harus memulai aksi penyelamatan tuan muda Benua."

"Kalau begitu, jangan lupa hubungui aku besok pagi."

"Aku mengerti."

"Ngomong-ngomong apa kau sudah bertemu dengan tuan Nicander?" Ragu-ragu Justyn bertanya.

"Sudah, tadi pagi. Kalau kau?"

"Aku sudah lebih dahulu menemuinya di kediamannya."

"Oh, begitu ya?"

"Iya."

Percakapan mereka selesai saat Justyn dengan tidak sopannya pergi begitu saja meninggalakannya. Lavina hanya bisa menarik nafas sabarnya jika sudah dihadapkan dengan pria dingin seperti Justyn. Apalagi jika sudah berdebat, Justyn selalu saja ingin menang. Dan, Lavina tidak akan bisa meragukan cara berpikir seorang Kornel. Sebab Justyn adalah anak buah terpercaya dari tuan besar Nicander. Pasti ada alasan kuat mengapa Justyn bisa menjadi pimpinan dari banyak anak buah lainnya dari tuan besarnya.

"Dasar aneh." Gumam Lavina ketika memperhatikan Justyn yang terlihat santai dengan kedua kakinya menyelusuri bagian keluar menuju pintu Starbuck.  Sedangkan kedua tangannya tersimpan rapat di dalam saku celananya.


BENUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang