EPISODE XXI - LELAH

807 84 14
                                    

Sudah banyak tenaga yang terkuras. Hingga rasanya tak sanggup kembali untuk bangkit. Membiarkan semuanya berjalan tanpa adanya upaya menghentikan. Karena ketidak sanggupan sudah sampai pada batasnya.

Pengaruhnya begitu besar dalam dunia hitam. Pemimpin baru sang pengendali kekuasaan. Leonidas De Caprio bukan nama sembarangan untuk sindikat mafia terkenal seperti Black Roses. Bagi yang tidak mengenalnya maka berhati-hatilah. Jika sudah mengenalnya, jangan pernah membuatnya terganggu. Posisi Dewan Kepala yang sedang kosong itu nantinya akan dipegang olehnya. Sang Eksekutif Dua yang selama ini dikenal dengan kepribadiannya yang tidak memiliki hati nurani.

Semuanya bisa terjadi dengan sangat cepat. Mengubah perasaan yang tadinya terlampau bahagia seketika menjadi murung. Tidak bersemangat melakukan apapun kecuali diam merenungkan diri. Hal itu yang sekarang terjadi pada calon sang penguasa baru. Tanpa ganguan, Eksekutif Dua duduk sendirian di belakang mansion. Tidak ada seorang pun yang menemaninya. Menyendiri di tempat sepi. Memikirkan sesuatu yang berkecamuk di dalam pikirannya.

"Natasha." Eksekutif Dua bermonolog.

Kepalanya menunduk. Bayangan masa lalu berterbangan hingga di dalam kepalanya.

"Sudah lama aku tidak mengunjungi makammu." Ucapnya dengan nada penyesalan.

Jari-jari tanganya saling menyatu. Menggenggam satu sama lain.

"Aku masih belum bisa menerima pengkhianatanmu. Padahal saat itu, aku sangat mencintaimu. Bahkan hari ini, cintaku semakin bertambah untukmu."

Eksekutif Dua mengangkat kepalanya perlahan. Meyenderkan punggungnya yang terasa berat ke kursi. Mengamati awan putih yang berada di bawah langit biru. Sembari mengingat wajah mantan kekasihnya yang sudah lama meninggalkannya.

"Anakmu begitu mirip denganku. Aku jadi ragu, apa dia anakmu dengan Elvender atau anakmu denganku."

Eksekutif Dua terkekeh mendengar ucapannya sendiri. Lalu, merenung kembali.

"Aku hanya bercanda. Aku tidak sungguh-sungguh mengatakan itu. Tolong maafkan aku." Eksekutif Dua berkata dengan intonasi suara seperti menahan tangis.

"Aku akan mengunjungimu saat ada waktu luang. Tunggu aku, Natasha." Lanjutnya di sela-sela menahan tangisan.

Eksekutif Dua memandangi tangan kirinya. Sebuah cincin melingkar indah di jari tengahnya. Cincin itu membentuk huruh N kapital dengan gaya Lucida Handwriting. Berwarna perak dengan sedikit sentuhan berlian berbentuk kecil di sekitar pinggirannya.

"Ini cincin yang kamu berikan sebelum aku pergi ke London. Kamu bilang, bahwa kamu akan terus menungguku. Bahkan, jika aku sangat lama meneruskan S2 ku."

Matanya tidak terlepas dari cincin perak itu. Menatapnya sangat dalam. Seakan menatap wajah Natasha ketika memberikan cincin itu di bandara.

"Banyak kenangan yang sudah kita lewati. Banyak suka dan duka yang kita lalui bersama. Membagi cinta untuk satu sama lain. Tapi, kamu memilih untuk mengkhianati cintaku. Kamu mengkhianati cinta dari pria yang sangat mencintaimu." Eksekutif Dua berkata lirih.

Air matanya terus mengalir. Membuat matanya sembab. Pengelihatannya terganggu karena merasa buram.

"Satu-satunya pria yang sangat mencintaimu sampai saat ini telah membuat anak kesayangamu menderita. Aku membencinya. Dari ketiga anakmu. Hanya dia yang begitu mirip denganmu. Melihatnya, seperti melihatmu."

Eksekutif Dua menahan nafasnya sebentar. Merasakan degub jantungnya yang memompa kuat.

"Betapa bodohnya aku saat merencanakan kecelakaan kalian. Membuatmu meninggal bersama suamimu. Sedangkan ketiga anakmu selamat." Ujarnya tertahan.

BENUAWhere stories live. Discover now