EPISODE VI - DIABAIKAN

1.4K 158 13
                                    

_____

Ketika bersua tapi tak ada balasan. Ketika menyapa tak ada tanggapan. Ketika bertanya tak ada jawaban. Itu artinya, kau telah di abaikan olehnya.

_____

Jet yang mengangkut tuan Nicander beserta para pengikutnya telah mendarat dengan selamat di lapangan luas yang ada di halaman Penthouse Nicander. Tuan Nicander berjalan memimpin di depan. Langkah kakinya bergerak cepat.

Seluruh pelayan di Penthouse Nicander sudah berbaris rapi di pintu utama. Menunggu kedatangan tuan besar mereka yang akan segera memasuki bangunan mewah ini.

"Selamat datang kembali, tuan Nicander."

Pelayan Choi memberikan sambutan hangatnya. Karena itu adalah tugasnya sebagai kepala pelayan.

"Terima kasih atas sambutannya, Pelayan Choi."

Setelah pintu itu terbuka lebar. Tuan Nicander mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam. Arah pandangnya meneliti isi bangunan yang terlihat seperti biasa. Setelah di tinggal pergi dan juga kembali. Matanya berkilat kesal ketika melihat cucu sulungnya yang tengah menuruni tangga dengan santainya.

Tuan Nicander menghampiri Samudra. Tatapan matanya yang selalu tegas kini sedikit ada amarah di sana.

"Apa yang akan kau lakukan?" Tanya tuan Nicander sambil melihat penampilan Samudra yang sepertinya akan pergi.

Samudra hanya diam di tempatnya berdiri. Tidak berniat mengucapkan satu kata pun di hadapan orang yang berstatus sebagai kakeknya. Matanya menatap jengah akan raut wajah sang kakek yang tidak bisa di bilang biasa itu.

"Kakek bertanya pada mu, Samudra. Apa kau tidak melakukan apapun untuk mengembalikan adik mu? Adik bungsu mu, Benua sedang di culik dan belum ada kabar hingga saaat ini."

Tuan Nicander berbicara dengan nada lima oktafnya. Dan hal itu sama sekali tidak berpengaruh untuk Samudra. Samudra hanya diam seperti tadi.

"Samudra, kau dengar apa kata kakek mu?"

Ketiga kalinya cucu sulungnya mengabaikannya. Membuat tuan Nicander merasa sesak di dadanya. Samudra mengabaikannya.

"Kau ikut kakek nanti." Putus tuan Nicander sebelum memberi jalan mempersilahkan Samudra pergi.

"Ke rumah sakit Bougainfilia. Siang nanti kau harus ada untuk menemani kakek." Ingat tuan Nicander pada Samudra yang masih bergeming dengan wajah yang agak di angkat ke atas. Terlihat sombong.

"Ahh, baiklah. Kakek rasa kakek sudah banyak bicara dengan mu hari ini."

Samudra yang sudah tidak tahan lagi akan sikap kakeknya pun memutuskan pergi. Tapi, langkahnya terhenti ketika mendengar kalimat yang membuat otaknya berpikir.

"Kapan kau akan berubah? Kejadian itu sudah lama berlalu. Seharusnya kau sudah memaafkan adik mu."

Tuan Nicander berujar pelan. Jarak mereka sekitar satu meter dan itu masih terdengar oleh Samudra.

"Bukan sepenuhnya salahnya. Itu sebuah ketidaksengajaan." Lanjut tuan Nicander lagi.

Tidak ada pergerakan berbalik badan Samudra. Tuan Nicander memutuskan untuk mengakhirinya.

"Kakek ke atas dulu."

Tuan Nicander berlalu. Sementara Samudra merasa bingung dengan perasaannya. Perang batin tiba-tiba saja datang menghantui pikirannya.

Ingatannya kembali ke masa lalu. Dimana semuanya masih baik-baik saja. Samudra meringis, memikirkan hal yang sama sekali tidak akan pernah terjadi lagi di kehidupannya sekarang.

Samudra melanjutkan jalannya. Kunci mobil Bugatti Veyron Vitesse Le Diamant Noir menjuntai indah di jari telunjuknya. Wajahnya datar sepeti biasanya. Sesekali bersenandung riah menikmati udara pagi yang membosankan.

Bugatti Veyron Vitesse Le Diamant Noir adalah mobil yang terinspirasi dari Buggati Veyron Vitesse Sport. Salah satu mobil sport kesayangan Samudra yang termasuk ke dalam Limited Edition. Beberapa menit yang lalu telah meninggalkan tempat parkir mobil itu sebelumnya. Menyisahkan seutas kesedihan di dalam Penthouse Nicander yang selalu saja terlihat suram sejak beberapa tahun yang lalu. Lebih tepatnya saat kejadian mengenaskan menghampiri keluarga mereka dengan segudang masalah yang saat itu sulit untuk di selesaikan. Semuanya sudah lama berubah.

Samudra menginjak remnya mendadak. Seketika Bugatti Veyron Vitesse Le Diamant Noir itu menepi ke pinggir jalan. Samudra mengusap keringat yang jatuh dari keningnya. Matanya melihat ke arah spion. Seseorang menghampirinya. Pakaiannya cukup mencurigakan. Selain serba hitam juga menggunakan kacamata hitam dengan gagang merah menyala.

Tok... Tok...

Bunyi kaca mobil diketuk.

Alis Samudra mengerenyit tidak mengerti. Merasa asing dengan sosok yang sekarang berada di sampingnya dan sedang mengetuk kaca mobilnya antusias.

Samudra menurunkan setengah kaca mobilnya. Orang itu langsung menunduk. Membuat kaget Samudra akan pergerakannya yang tiba-tiba. Samudra tidak mengenali sosok misterius di depannya ini. Tapi, Samudra merasa bahwa ini ada kaitannya dengan hilangnya Benua. Samudra merasa yakin akan pemikirannya.

Belum sempat Samudra bertanya siapakah orang yang telah mengetuk kaca mobilnya, orang itu hanya melemparkan sebuah surat dan pergi begitu saja. Samudra mendecak sebal. Membuka pintu mobilnya ingin mengejar orang yang sudah berlaku tidak sopan padanya. Tapi saat dia keluar tidak ada siapa-siapa.

Samudra memutuskan kembali ke dalam mobilnya. Duduk sebentar. Mengamati sepucuk surat yang masih tertutup rapat. Karena penasaran akan isinya, jari tangan Samudra mulai membuka nya perlahan. Mengeluarkan kertas putih dengan tiga kalimat yang sudah di tulis rapi.

Samudra membaca surat itu teliti. Raut wajahnya sering berubah seiring terus melanjutkan membaca kalimat pendek itu.

==++++++++==

Benua telah mati. Bukti sudah di hilangkan. Hanya menunggu waktu dan kalian semua juga akan mati.

==++++++++==

Samudra meremas kertas itu kuat. Lalu di buangnya. Air mukanya lebih kesal daripada sebelumnya. Seseorang ingin mempermainkannya. Samudra mendecak malas ketika melihat ponselnya berbunyi di waktu yang tidak tepat. Ponsel itu terus berdering. Membuat telinga Samudra rasanya ingin pecah. Tangan Samudra menggapai ponsel itu dan melihat tujuh pesan dan tiga panggilan tidak terjawab dari kakeknya.

"Ck, selalu saja mengganggu." Gerutu Samudra melihat layar ponsel yang menampakkan wajah kakeknya.

"Aku tidak peduli."

Samudra mematikan panggilan kakeknya. Lalu menonaktifkan ponselnya. Ponsel itu di letakkannya kembali di atas dashboard. Mengusap wajah dengan kedua tangannya. Menghela nafas sebentar.

Kakinya menginjak gas. Menarik tungkai di sebelah kanannya. Bugatti Veyron Vitesse Le Diamant Noir itu kembali hidup. Berjalan mengitari lidah panjang yang akan membawanya ke tempat yang dia inginkan.

Sesekali Samudra melirik ke arah pinggir jalan yang sepi. Mengingat sesuatu yang sudah lama terkubur rapat di dalam balutan peti pikirannya. Sejenak dia merasa bersalah atas sikapnya yang tidak sopan kepada kakeknya. Apalagi saat melihat raut wajah sang kakek yang kentara menyiratkan keletihan dan juga kelelahan. Akhir-akhir ini Samudra juga sedang memperhatikan adik perempuannya. Asia masih sama seperti dulu. Anak pendiam itu masih saja tidak memiliki teman. Usianya 16 tahun. Cukup muda untuk merasakan penyiksaan dunia.

Samudra menekan pedal gas Bugatti Veyron Vitesse Le Diamant Noir nya berkali-kali lipat. Ingin segera sampai di puncak tujuannya. Melihat sesuatu yang sangat ingin dia pandangi untuk selama-lamanya.

Samudra tidak tahu bahwa di lain tempat. Seseorang yang kini di ributkan dunia sedang terisak sendirian menahan sakit di tubuhnya. Di ruangan pengap minim cahaya. Begitu memperihatinkan. Bahkan matanya terlihat sayu. Tubuh ringkih itu juga menyedihkan.

Tidak ada yang tahu sosok itu sekarang begitu merindukan pelukan hangat dari kakek dan kedua kakaknya. Sosok yang selama ini tuan Nicander sangat sayangi dan Samudra benci. Dia, Benua. Benua yang di culik. Di sekap begitu tragis dengan tangan dan kaki yang di borgol tanpa belas kasih.

BENUAWhere stories live. Discover now