EPISODE XV - LUKA

881 102 3
                                    

Sebuah kondisi dimana tubuh merasa kesakitan karena goresan yang menembus lapisan kulit. Atau sesuatu yang menerobos batin hingga tersiksa.

Benua membuka matanya setelah lima jam tidur. Mengeliatkan tangan dan kaki yang masih kaku. Menatap langit-langit kamar yang bercorak galaksi luar angkasa. Memejamkan matanya sebentar. Memikirkan bagaimana sekarang keadaan kakek dan kedua kakaknya. Pasti mereka semua mencemaskan dirinya yang diculik. Benua tidak habis pikir dengan tuan bermasker hitam yang menculiknya. Mengatakan bahwa dirinya adalah harta karun yang berharga. Padahal, Benua merasa hanya anak biasa yang tidak memiliki kelebihan spesial.

Benua duduk bersandar di kepala ranjang. Memperhatikan jarum jam yang menunjuk ke angka sepuluh malam. Memainkan kedua tangannya di atas bantal. Pikirannya tertuju pada satu putaran. Bagaimana caranya agar bisa keluar dari mansion ini? terjebak di dalamnya membuat Benua menjadi tidak bebas. Sama saat di penthouse Nicander.

"Aku harus keluar malam ini juga." Lirih Benua. Matanya melirik pada pintu kamar yang tertutup.

Benua turun dari ranjang. Berjalan pelan mendekati pintu. Tangannya mendorong knop pintu.

"Terbuka." Benua tersenyum lega ketika mengetahui pintu itu tidak dikunci.

Benua berjalan mengendap-endap. Matanya hanya melihat satu tangga dan satu lift. Benua memilih menaiki tangga daripada lift. Karena jika Benua menggunakan lift, maka siapa saja bisa melihat dirinya yang keluar dari sana. Atau di tengah perjalanan ada seseorang yang ingin masuk. Benua tidak ingin mengambil resiko dengan menggunakan satu-satunya jalan keluar yang bisa dipakainya saat ini.

Dengan hati-hati Benua menyelinap hingga sampai di tangga. Turun perlahan.

"Kau ingin kabur, bocah?" Suara berat tiba-tiba saja menghentikan aksinya.

Benua menoleh ke belakang, "Aku ingin ke toilet."

"Bukankah kamarmu dilengkapi fasilitas toilet?"

"Toilet itu bermasalah."

"Ayo ikut denganku."

"Padahal hampir saja aku bisa kabur." Gumam Benua lirih.

"Kau berbicara sesuatu?"

"Tidak."

"Ayo ikut aku. Atau kau ingin aku siksa lagi?"

Mendengar kata 'siksa lagi' membuat bulu kuduk Benua merinding.

Dengan pasrah akhirnya Benua merelakan kesempatan kaburnya yang gagal. Perasaan takut menyelimuti Benua yang mengikuti langkah tuan bermasker hitam dihadapannya. Tuan bermasker hitam itu membawanya ke sebuah ruangan di ujung lorong. Di pintunya terdapat papan nama yang dicetak indah dengan gabungan tinta emas dan hitam. Bertuliskan 'BLACK ROSES : EKSEKUTIF DUA'. Menggunakan huruf jenis Gill Sans Ultra Bold Condensed ukuran 20. Ditambah dengan sentuhan mawar hitam di ujung kata terakhirnya. Terlihat menawan.

Eksekutif Dua menghentikan langkahnya, "Kau ingin masuk bersamaku atau tetap disini?"

"Aku boleh masuk?" Tanya Benua.

Eksekutif Dua membuka pintu ruangannya, "Masuklah."

"Iya."

Benua masuk ke dalam ruangan Eksekutif Dua. Meneliti berbagai interior yang ada didalamnya. Dinding yang dicat berwarna biru dongker. Ada meja tugas di tengah-tengah. Juga meja dan kursi untuk menerima tamu di depan meja tugas. Tampilan yang tampak begitu rapi. Ruangannya begitu sederhana dengan lemari kaca dan bilik pembatas yang Benua yakin di dibaliknya adalah sebuah kamar.

BENUAWhere stories live. Discover now