Bagian 1

1.5K 100 9
                                    

Setahun telah berlalu dan banyak hal yang terjadi di sekitar Vincenzo. Setelah sukses menghindar dari kejaran Interpol, menyambung kembali hubungan dengan sekutu, membersihkan problem dan serangan musuh, tidak lupa juga merelokasi keluarga Cassano yang tersisa—yang dengan sukarela memutuskan untuk mengikuti Vincenzo ke pulau kecil yang agak terpencil namun aman. Paolo sendiri sudah pasti menyatakan dia gagal untuk menjadi Bos Keluarga Cassano dengan kabur dari tanggung jawab ke suatu tempat yang Vincenzo tidak ingin repot-repot tahu.

Ketika semua masalah sudah diselesaikan dan keluarga Cassano sudah tinggal nyaman di Pagliuzza, di saat itulah Vincenzo duduk dan memikirkan masalah yang awalnya jauh lebih penting. Bagaimana dia bisa masuk kembali ke Korea Selatan tanpa harus membuat Interpol dan Agensi Kriminal Internasional mendapat pemberitahuan akan gerak-geriknya? Maka dari itu Luca diam-diam melakukan riset untuk Vincenzo akan acara-acara yang bos-nya bisa susupi dan Vincenzo menemukan satu acara yang menjanjikan, acara yang akan diadakan oleh Pemerintah Seoul satu bulan kedepan.

Jadi sebulan kemudian, Vincenzo menjejakkan langkahnya untuk pertama kali setelah setahun dengan menggunakan identitas sementara dan berbaur dengan utusan dari Italia untuk pameran seni terpilih yang diselenggarakan di Dongdaemun Design Plaza. Dia menggunakan nama Alex Wang—seorang dengan etnis China, agar tidak menambah kecurigaan ketika dia memasuki tanah Korea—dan kewajibannya di tim tersebut adalah memonitor inventaris yang mereka bawa dari Milan, jadi dia tidak memiliki keharusan untuk menyapa Ketua Duta Besar Italia, Tuan Sponza, dan berkeliling seantero galeri. Sebuah peran yang sempurna baginya agar dia bisa mencari seseorang dari sekian banyak orang yang berlalu-lalang.

Namun sayangnya setelah empat-puluh-lima menit sejak acara dibuka untuk publik, Vincenzo gagal menemukan orang tersebut. Dia pikir orang tersebut mungkin akan datang terlambat jadi dia berkeliling lagi melewati lukisan demi lukisan hingga akhirnya dia mendapati seseorang yang familiar tapi bukan seseorang yang dia tunggu. Vincenzo bertanya-tanya sekilas sebelum memutuskan untuk mendekatinya.

Miri berdiri di depan lukisan besar dan terlihat tidak yakin harus bereaksi apa setelah mengamati karya seni tersebut secara seluruh hidupnya dihabiskan dengan mengamati deret kode pemrograman.

"Wonjangnim?" lelaki yang sepatutnya beretnis China dan tidak mengerti Bahasa Korea itu memanggil pelan perempuan yang tengah memandang serius lukisan di depannya. Miri terperanjat oleh suara yang tiba-tiba muncul di belakangnya dan dengan cepat memutar tubuhnya lalu terkesiap setelah melihat lelaki yang berdiri di belakang.

"Byeonhosanim!" Miri mencicit tapi Alex Wang itu buru-buru mendiamkannya, dengan satu jari tersemat di depan bibirnya dan matanya memindai sekitar. Miri otomatis ikut meniru perilaku lelaki itu.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Vincenzo, sepenuhnya sadar bahwa itu bukan pertanyaan yang pantas dilontarkan di tengah-tengah pameran seni, tapi bukan berarti Miri tidak paham apa maksud dari pertanyaannya.

Miri berdiri tegak setelah beberapa saat mengkerut seperti anjing yang terpojok. "Untuk mencarimu," jawabnya tanpa basa basi yang menyebabkan pria yang berdiri di depannya memberengut.

"Apa maksudnya?"

"Ya sebenarnya ini sebuah taruhan ya, tapi itu cerita untuk lain kali, karena sebenarnya kita berdua tahu bahwa aku berada di sini bukan sesuatu yang kamu harapkan. Tapi orang yang sangat ingin kamu temui tidak dapat datang sama sekali." Miri berseloroh tanpa jeda, tangannya sibuk bergerak ke sana kemari seiring dengan ucapannya.

Vincenzo merengut makin dalam ketika berusaha meresapi kalimat Miri namun otaknya yang cerdas tidak perlu berpikir dua kali untuk memahami apa maksud perempuan itu. "Kenapa Hong byeonhosanim tidak bisa datang sama sekali? Apakah ada masalah? Apa dia sibuk dengan pekerjaannya?" Vincenzo bertanya seraya menatap lurus ke arah Miri, matanya menampakkan ekspresi khawatir.

Perempuan itu menatap selurus apa yang dilakukan Vincenzo awalnya tapi kemudian dia menundukkan kepalanya, tangan ditekuk di depan dada, dan dia menghela napas sebelum akhirnya menatap Vincenzo kembali.

"Sesungguhnya..." dia berhenti, "Hong byeon mengalami kecelakaan berat 3 bulan lalu—tidak, tunggu dulu, byeonhosanim, dia sudah baik-baik saja sekarang." Miri buru-buru melanjutkan kalimatnya sebelum pengacara mafia di depannya ini terkulai lemas karena tangannya sendiri sudah jatuh begitu saja di samping tubuhnya. Perkataan Miri membuat Vincenzo kembali bernyawa.

"Puji Tuhan," bisiknya lemah. "Lalu di mana dia sekarang?"

"Dia di rumah sakit," Miri berhenti sesaat, "Dia koma sebulan pertama—sudah bangun kok, jangan khawatir—dan sungguh keajaiban dia hanya mengalami fraktur ringan dan trauma fisik yang bisa disembuhkan jadi sekarang dia menghabiskan waktu untuk beristirahat total."

Baguslah Chayoung saat ini aman dan sedang dalam penyembuhan. Vincenzo, sekali lagi menghela napas lega walaupun di dalam kepalanya sudah banyak pertanyaan yang ingin dia lontarkan.

"Rumah sakitnya di mana? Aku rasa aku bisa membesuknya malam ini setelah aku menyelesaikan pekerjaanku hari ini—"

"Tunggu dulu, byeonhosanim..." Miri memegang pundak Vincenzo yang sudah terlihat ingin bermanuver untuk meninggalkan tempat dan pergi ke rumah sakit yang dituju.

"Ya?"

"Kamu tidak bisa membesuknya."

"Kenapa? Jam besuknya sudah habis?"

"Bukan. Hong byeon... dia tidak akan bisa mengenalmu karena dia kehilangan hampir semua memorinya."

Dan dengan informasi terakhir itu, otak Vincenzo memutuskan untuk padam.

Memori di Atas Kertas Putih [FIN]Where stories live. Discover now