Bagian 29

298 34 4
                                    

Ttakpuri perlahan membuka kedua matanya, dia mendengar suara berdenging dari kedua telinganya sehingga dia meringis. Dia tersadar dia telah tersungkur tidak sadarkan diri di tempat di mana dia berdiri terakhir kalinya. Dia bergerak dan bangkit dan badannya terasa kaku semua, kemungkinan karena terlalu lama tersungkur dengan posisi tidak wajar. Terakhir yang dia ingat, lelaki itu memukul tengkuknya keras. Dia mengerang ketika meluruskan tubuhnya, memijat lehernya yang sakit itu dan mengamati sekitarnya, tidak ada yang berubah sejak terakhir dia lihat. Nampaknya orang-orang semalam tidak menyentuh apapun selain—tunggu. Dia membuka brankasnya untuk memeriksa dan semua isinya telah menghilang, kecuali satu bundel lima puluh ribu won.

"Sialan!" serunya sembari menendang meja yang menopang brankas itu dan membuat kakinya sakit. Dia mencari ponselnya dari saku dan mendapati satu pesan masuk dari nomor Byeonghun.

"Sial

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.

"Sial." Dia mengumpat, murka karena merasa tertipu, tapi lebih banyak merasakan malu, karena bagaimanapun dia masih bagian dari kelompok preman, dia tidak bisa melindungi dirinya sendiri. Namun... orang-orang semalam sangat lihai dalam membuat lawannya tidak sadar seakan mereka berasal dari sebuah organisasi yang rapi; apakah dari organisasi kriminal yang lebih elit? Ataukah mata-mata? Tapi salah satu dari mereka saling memanggil dengan kata byeonhosanim. Ah, mungkin tidak. Tapi mereka juga nampak familiar, seperti pernah melihat mereka di suatu tempat, terutama yang perempuan. Ttakpuri tengah berpikir namun suara erangan kuat terdengar dari luar, dia lalu teringat Chunjae dan berlari keluar.

Dia melihat Chunjae menggeliat kesakitan, dia berlutut di sebelahnya. "Kamu baik-baik saja?"

"Tidak bisa bangun, leherku sakit sekali dan aku tidak bisa merasakan tangan dan kaki..." Chunjae mengerang.

"Akan kubawa kamu ke IGD." Ttakpuri meraih ponselnya dan menelepon 112, pada akhirnya dia melakukan apa yang dikatakan lelaki itu dalam pesan tersebut. Dia tahu dia tidak akan bisa menelepon Polisi untuk hal ini karena hal tersebut akan menarik perhatian orang dan orang-orang Dada akan menyadari bahwa uang yang Hyungnim simpan telah hilang, atau mereka akan tahu Ttakpuri telah menjual mereka ke orang asing karena hidupnya bergantung pada ujung pistol lelaki itu, yang bahkan dia belum yakinkan apakah pistol itu asli atau palsu. Kalau mereka tahu, Ttakpuri alih-alih akan mati di tangan mereka. Dia memang bawahan langsung Byeonghun yang dipercaya untuk mengurus bisnisnya kalau Hyungnim sedang keluar untuk urusan pribadi, tapi itu hanya karena dia adalah sepupunya, dia sama sekali tidak punya kekuatan dan kekuasaan yang sama dengan Byeonghun dan dia tidak begitu lama terjun dalam dunia keras ini.

Dia melihat jam tangannya, masih pukul 4 pagi, dia menghela napas lega. Suasana di luar pasti akan sepi, orang-orang masih dalam kondisi mabuk dan staf klub pasti akan sibuk merapikan dan membersihkan ruangan dan lain-lain, jadi walaupun ambulans datang, tidak akan banyak yang memperhatikan.

Ambulansnya datang setelah 15 menit, dengan sigap memimdah Chunjae ke dalam mobil dan bergegas ke rumah sakit. Ttakpuri agak lega karena ambulans tersebut tidak menyalakan sirenenya. Saat mereka tiba, Chunjae digeledek masuk ke IGD dan mendapat penanganan langsung, dokternya mengatakan Chunjae butuh pemeriksaan lebih lanjut dan mendetail. Dokter itu mengasumsikan bahwa ada cedera parah yang terjadi di leher hingga tulang belakang, jadi mereka harus mengetahui apakah hal tersebut mengancam nyawa atau tidak. Seorang suster mengantar Ttakpuri dan menjelaskan prosedur dan harga yang harus dibayar untuk tindakan dan pengobatannya. Dia mengumpat dalam diam saat melihat harga yang tertera. Dia harus mendapatkan uangnya kembali.

Memori di Atas Kertas Putih [FIN]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora