Bagian 9

457 63 1
                                    

Vincenzo melirik spion mobilnya dengan tenang, satu tangannya memegang ponsel dan menggulir monitor dengan jarinya, dia menekan sebuah nomor telepon. Nada sambung terdengar dua kali sebelum orang yang dituju mengangkat telepon.

"Ya, byeonhosanim?"

"Pak Cho, aku minta maaf mengganggumu di tengah jam kerja tapi aku ada permintaan mendesak."

Terdengar suara gemeresak dari balik telepon. "Bicara saja," ujar Pak Cho dengan nada lebih serius.

Vincenzo melirik lagi ke arah spion dan mobil sedan abu-abu semakin mendekat. "Aku dikuntit," ujarnya muram.

"Cepat sekali?" Pak Cho berseru kaget. Belum ada seminggu Vincenzo kembali ke tanah Korea namun dia sudah dikuntit. Dirinya dan Pak Ahn sudah sangat hati-hati dalam perencanaan untuk mengembalikannya ke Korea tanpa ribut-ribut paling tidak seminggu setelah dia tiba. Apakah mereka salah perhitungan?

"Mobilnya sedan warna abu-abu," ujar Vincenzo, "nomor lisensinya 278 Du 6944. Kau bisa bantu cek?"

"Ada kemungkinan besar nomor lisensi itu palsu, tapi aku bisa memeriksanya dengan timku. Menurutmu mengapa kau dikuntit, byeonhosanim?"

Ada jeda sebelum Vincenzo dapat menjawab. "Kalau mereka dari Kepolisian atau Kejaksaan, mereka tidak perlu menguntitku," ujarnya mengulur, otaknya dipaksa untuk melakukan berbagai hal dalam satu waktu antara berpikir dan mencoba untuk menghilang dari jarak pandang tukang kuntit itu. "Babel sudah hancur dan tidak mungkin Paolo melakukan hal ini, dia tidak ada urusannya lagi denganku. Aku tak yakin apa, yang jelas aku harus melipir menjauh dari pandangan mereka."

"Apa bisa jadi mereka suruhan pihak-pihak yang mengawasi Hong byeon?" Pak Cho menuding. Vincenzo terdiam, pegangan tangannya di kendali setir semakin mengerat.

"Bisa jadi," dia menggumam.

"Baiklah, saat ini kau butuh menghilang dari peredaran mereka dan kita bisa berkumpul di rumah Hong byeon setelah ini." Pak Cho memberi saran.

"Kenapa kita harus berkumpul di sana?" tanya Vincenzo sembari menginjak gas untuk berakselerasi, melewati satu mobil van dan sedan hitam di depannya dengan gerakan zigzag lalu membelok tajam menuju jalan layang. Mobil sedan abu-abu yang berusaha mengejar kecepatannya tertinggal jauh dan mereka mengambil jalur yang berseberangan darinya. Vincenzo menghela napas lega.

"Pak Nam beberapa saat yang lalu baru saja meneleponku dan bertanya kalau aku berminat untuk ikut syukuran kepulangan Nona Hong," Pak Cho menjawab. "Aku sih tadinya ingin kirim salam saja tapi setelah mendapat kabar seperti ini kupikir ada baiknya untuk datang dan menyapa Nona Hong setelah sekian lama, ya kan?"

***

Chayoung mengambil map kasus penyerangan yang dia temukan di tumpukan teratas dokumen kasus-kasus milik ayahnya, kemudian membawanya ke ruang dapur ketika Pak Nam memanggilnya untuk minum teh. Dia duduk di meja makan, meletakkan map itu di meja ketika Pak Nam menyajikan tehnya.

"Kasus ini pastinya sangat spesial," ujar Pak Nam, matanya menunjuk pada map yang Chayoung bawa.

"Oh ya?" Chayoung bertanya dengan penuh minat, membuka sampul map itu dan membaca halaman depan dokumennya. Kasus itu tentang tuduhan pembunuhan yang terjadi di rumah Pimpinan Bank Shinkwang, dengan pelaku bernama Oh Kyeongja.

"Pak Hong mengambil kasusnya di tahun 2016 dan baru-baru ini kamu memenangkan sidang bandingnya." Pak Nam bercerita.

"Tapi apa yang membuatnya spesial selain proses pengadilannya berlangsung lama?" tanya Chayoung makin penasaran sembari membuka-buka halaman kasusnya.

Memori di Atas Kertas Putih [FIN]Where stories live. Discover now