Bagian 17

407 52 15
                                    

"Maaf aku hanya bisa mengingat sampai situ saja." Ujar Chayoung ketika dia melihat ekspresi wajah Vincenzo yang nampak setengah terkejut setengah berharap.

"Tidak masalah," Vincenzo menjawab setelah dia melihat ekspresi bersalah pada wajah Chayoung. "Apa ini pertama kalinya ingatanmu muncul kembali?" tanyanya.

"Jujur saja, tidak." Chayoung mengaku. Vincenzo mengernyit. "Ingatan itu datang sepotong-sepotong, seperti deja vu yang kamu tidak yakin pernah terjadi atau hanya sekadar delusi, jadi aku biarkan saja. Tapi kali ini ingatan itu datang dengan jelas tiba-tiba di kepalaku."

Vincenzo mengangguk paham. "Kamu tahu apa yang mencetus kembalinya ingatanmu?"

"Aku tidak yakin tapi aku rasa karena dirimu." Ujar Chayoung. "Entah itu dari aroma yang menguar dari tubuhmu atau bau-bauan yang kuhirup ketika ada dirimu di sekitar, terkadang dari sentuhan. Tapi itu terjadi sangat acak, tidak harus selalu ketika aku menyentuhmu atau sebaliknya, semua seperti seleksi saja."

"Ataukah karena pistol ini?" Vincenzo berusaha menebak, mengulurkan senjata itu ke arah Chayoung. Chayoung mengernyit bingung.

"Aku rasa aku tidak bisa mengingat apa-apa kalau kamu berusaha untuk mengetes ingatanku secara sengaja seperti ini," ujar Chayoung mendebat walau tetap menerima uluran senjata itu dan menyentuhnya. Perempuan itu menggeleng lalu mengembalikannya pada Vincenzo.

"Baiklah," ujar Vincenzo mengalah sembari meletakkan pistol itu kembali di kotaknya dengan aman, menutupnya dan meletakkan kembali di atas meja kerjanya. "Boleh aku memelukmu?" Tanya Vincenzo tiba-tiba.

Chayoung terperanjat. "Aku sudah bilang kalau ingatanku kembali secara acak, kan?"

"Aku hanya ingin memelukmu saja, tidak ada niatan lain."

"Kalau begitu tidak usah bertanya." Chayoung melangkah maju, merentangkan tangannya dan melingkarkannya di tubuh lelaki itu. Vincenzo menariknya lebih erat lagi.

"Kalau ingatanmu kembali, kamu bebas untuk menceritakan padaku atau tidak, senyamanmu saja." Ujar Vincenzo lembut. "Aku tidak akan memaksamu dan aku tidak ingin kamu memaksa dirimu sendiri untuk mengingat-ingat."

"Tapi bagaimana dengan kasus ini? Bukankah untuk menguaknya butuh ingatanku?"

"Kita bisa telusuri pelan-pelan, bukankah sebabnya kamu di sini? Untuk mencari buku tahunanmu?" Vincenzo tersenyum.

"Ah ya, benar." Chayoung menghela napas. "Kalau begitu ayo kita cari di tumpukan itu."

Mereka melepas pelukan dan bersama berjalan ke arah tumpukan barang milik Chayoung.

***

Mereka berangkat ke SMA Taesung jam 1 siang setelah menemukan buku tahunan Chayoung.

"Rasanya seperti kemarin saja aku meninggalkan sekolah ini," ujar Chayoung ketika mereka berjalan berdampingan menuju lobi sekolah. Mata Chayoung menelusuri setiap sisi dan sudut sekolah dan agak terkejut ketika mendapati bangunannya masih mirip dengan ingatannya. "Aku rasa mereka tidak banyak melakukan renovasi."

"Mungkin tidak perlu. Sekolahmu terlihat kokoh." Vincenzo merespon.

"Kalau sekolahmu di Italia? Apa terlihat seperti kastil tua?"

"Tidak semua. Aku bersekolah dan kuliah di bangunan baru dan modern."

Chayoung ingin bertanya lebih tapi mereka sudah sampai di depan ruangan administrasi sekolah. Chayoung menggeser pintunya ketika seorang wanita muda berjalan menuju meja resepsi. Staf wanita itu bertanya mereka ada urusan apa dan apakah mereka orang tua murid.

Memori di Atas Kertas Putih [FIN]Where stories live. Discover now