Bagian 15

435 66 28
                                    

Ini benar-benar hari yang panjang. Vincenzo menyetir dalam keadaan hening secara penumpang di sebelahnya tengah tertidur. Jam digital di dasbor mobilnya menunjukkan pukul 9 malam, agak kepagian untuk tidur tapi mereka sudah beredar ke mana-mana sejak pagi tadi dan Chayoung tentu saja memakai seluruh energinya hari ini sejak lepas dari pusat rehabilitasi.

Setelah menginvestigasi seluruh email dan tetek bengek di kantor tadi, Toto tiba-tiba muncul dan mengumumkan mereka semua harus menghadiri makan malam di Arno dan meyakinkan bahwa menu malam itu bukan makanan Italia, barangkali Vincenzo menolak ajakannya. Jadi malam itu mereka berkumpul lagi di Arno setelah Vincenzo menghubungi Pak Cho untuk meminta bantuannya melacak data diri penguntit itu dari tangkapan layar. Makan malam saat itu cukup sedap, mereka menikmatinya sembari berkumpul lagi dan mengobrol ngalor-ngidul seakan beberapa malam lalu mereka tidak melakukan hal serupa. Vincenzo tertawa dan Chayoung banyak tersenyum dan lebih sering bereaksi terhadap cerita-cerita dari para penghuni Plaza. Dan di momen singkat itu mereka semua sudah lupa tentang lelaki penguntit dan identitas Shin Injae.

Larry memutuskan untuk menemani Pak Nam pulang dan menginap semalam di sana. Vincenzo melihat Chayoung ngobrol dengan Miri tentang mengembalikan data dan sandi email dan segala media sosialnya secara dia lupa sama sekali kata sandinya. Dia juga melihat Chayoung mengumpulkan seluruh kartu pos dan memasukkan ke dalam tas laptop untuk dibawa pulang, sebuah pertanda bahwa dia harus siap jika sewaktu-waktu Chayoung akan bertanya tentang kartu pos itu.

Tapi Chayoung nampak sangat kelelahan sampai-sampai dia tidak terbangun ketika Vincenzo memarkir dan menghentikan mobilnya di pelataran parkir sebelah rumah Chayoung. Perempuan itu menyandarkan kepalanya di jendela mobil, tangannya bersedekap memeluk tas berisi laptop dan kartu posnya seakan takut jika ada orang yang merebut darinya. Vincenzo menoleh sekali lagi padanya dan mengecek jam tangannya, pukul 9.45, mungkin dia bisa menunggu sejenak sampai Chayoung terbangun dengan sendirinya.

10 malam dan Chayoung masih tertidur pulas. Vincenzo bisa saja menunggu lebih lama lagi tapi kalau perempuan itu kelamaan tidur dengan posisi seperti itu, dia akan bangun dengan leher yang kaku, jadi Vincenzo memutuskan untuk membuka sabuk pengamannya dan menepuk halus pundak Chayoung untuk membangunkannya.

"Byeonhosanim, kita sudah sampai." Ujarnya lembut. Chayoung bergerak sejenak sebelum tiba-tiba memberanjak terkejut, Vincenzo memegangnya agar dia tidak oleng.

"Oh, sudah sampai ya," ujar Chayoung dengan suara serak sembari menggosok kedua matanya.

"Kubantu bawa tasnya." Vincenzo menadahkan tangannya dan Chayoung menyerahkan tas itu padanya. Vincenzo keluar dari mobil duluan dan menunggu Chayoung keluar sebelum mengunci mobilnya. Chayoung terhuyung saat berjalan, Vincenzo dengan sigap memegang punggungnya dan menuntunnya menuju gerbang rumahnya.

"Oh ya, kunci." Ujar Chayoung agak belepotan ketika mereka terdiam sejenak dengan polosnya di depan gerbang yang terkunci. Dia merogoh kunci dari kantong celananya dan berusaha sangat keras untuk bisa fokus memasukkannya ke dalam lubang kunci. "Aish, kamu tuh bahkan tidak mabuk, Chayoung-ah," ujarnya pada diri sendiri ketika dia gagal memasukkan kunci berkali-kali.

"Aku bantu—"

"Tidak usah!" Chayoung menjulurkan tangannya di udara, menghentikan niat Vincenzo. "Aku saja. Pegang saja tasnya—" dan mungkin pegang aku saja—pikirnya. Lucu juga jika beberapa hari yang lalu dia masih merasa takut ketika Vincenzo berusaha untuk menyentuhnya dengan sopan dan sekarang dia menginginkannya? Dan bagaimana bisa lelaki itu tahu dengan jelas apa yang dipikirkannya ketika dia memegang pundaknya dengan pasti? Apa dia mudang? Pintu gerbang akhirnya terbuka, tangan Vincenzo terlepas dari pundaknya dan turun menyentuh punggungnya dan masih melayang di belakangnya seperti hantu ketika Chayoung membuka pintu, menutupnya dan kemudian menguncinya lagi dari dalam, sampai ketika mereka berjalan ke depan pintu rumah, memasukkan sandi pintu, berjalan masuk dan akhirnya tangannya berhenti menyentuh.

Memori di Atas Kertas Putih [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang