Bagian 7

436 70 14
                                    

Vincenzo menghempaskan tubuhnya di atas sofa, menyandarkan kepalanya, menatap lurus ke langit-langit berwarna krem polos yang membuat otaknya otomatis berhenti berputar. Dia berencana untuk menginap di pusat rehab tapi Chayoung bilang dia lebih ingin menghabiskan malamnya sendirian. Kebingungan, dia keluar dari ruangannya malam itu dan kembali ke apartemen yang sudah disediakan untuknya di Sangchi-dong.

Obrolannya dengan Chayoung beberapa jam lalu berjalan lancar. Sangat lancar sampai-sampai dia berpikir Chayoung melempar pertanyaan hanya untuk mengkonfirmasi sesuatu yang sudah perempuan itu ketahui. Chayoung tidak terlihat terkejut ketika dia bilang dia ada di tempat kejadian pada saat kecelakaan itu terjadi, mungkin Chayoung sudah melakukan risetnya sebelum dia tahu akan bertemu dengan Vincenzo, dan pastinya Chayoung sudah tahu kalau dirinya adalah Vincenzo Cassano. Tapi perempuan itu tidak bertanya tentang hal itu, alih-alih Chayoung lebih banyak bertanya tentang kehidupannya yang lalu yang jelas Vincenzo dengan lancar menceritakan kembali.

Vincenzo menghela napas, kecewa bahwa dirinya kembali kaku dan membatasi dirinya saat berada di dekat Chayoung, ketika rencana awalnya dia ingin bertindak secara jujur. Tapi Chayoung sangat membingungkan, di satu saat Vincenzo merasa perempuan itu lunak dan di satu sisi lainnya dia membuat batasan. Jadi Vincenzo takut untuk mengakui siapa dirinya sebenarnya, bahwa dirinya mafia—walau dia baru saja mangkat dari kegiatan itu—dan Chayoung akan takut lalu membencinya.

Mungkin hal itu akan jadi hal yang paling buruk di hidupnya.

***

Vincenzo masih kembali keesokan harinya, walau agak terlambat. Giseok datang lebih pagi untuk mengantarkan mobilnya, mobil yang telah dia tinggalkan di menit-menit terakhir dia harus kabur dari Korea. Vincenzo terkejut Giseok masih merawat mobilnya dengan baik. "Mobilnya bagus, sungguh sayang kalau dibuang begitu saja," ujar Giseok. "Cukup dibersihkan dan mengganti plat mobil saja. Sekarang bisa kau pakai."

Menyenangkan bisa kembali di dalam mobil yang familiar.

"Ah kamu datang ternyata," seru Chayoung ketika mendapati orang yang baru saja masuk ruangannya.

"Kamu menungguku?" Vincenzo bertanya, penasaran.

"Ga juga," kicau Chayoung. Vincenzo berhenti di tengah langkahnya menuju kursi.

"Apa kehadiranku tidak diinginkan di sini?" tanyanya.

"Oh bukan," Chayoung mengelak. "Hanya saja aku pikir kamu ga bakal datang." Chayoung bergumam.

"Kenapa tidak?" tanya Vincenzo makin penasaran.

"Ga tau, kupikir kamu bakal pergi begitu saja dan ga bakal kembali."

Vincenzo tertegun sesaat. "Kenapa kamu pikir aku bakal pergi begitu saja dan tidak bakal kembali?" dia mengulang.

Tapi sebelum Chayoung bisa membalas pertanyaannya, pintu kamar bergeser terbuka dengan cepat membuat percakapan mereka terhenti. "Selamat pagi, Nona Hong." Choi-gyosu menyapanya dengan riang, seorang suster dan dokter jaga membebek di belakangnya. Chayoung membungkuk membalas sapaan profesor itu. "Oh kamu ada tamu? Di mana Pak Nam?"

"Dia tidak datang, saya penggantinya." Vincenzo menyela.

"Oh begitu. Aku di sini mau memberi kabar bagus kalau Nona Hong diperbolehkan pulang hari ini." Profesor Choi berkata pada Chayoung. Chayoung membuncah senang. "Laporan medismu berkata bahwa kondisimu sudah cukup stabil untuk dapat kembali ke masyarakat, tidak perlu terapi tambahan juga tapi tetap lakukan latihan mandiri di rumah. Dan masih tidak boleh meminum alkohol dulu, paling tidak selama dua bulan, setelah itu boleh tapi sedikit-sedikit."

"Ah benar ya, aku lupa kalau aku bisa minum alkohol." Chayoung tersadar dan kemudian terkekeh, Profesor Choi tersenyum lembut. Vincenzo diam-diam membuat catatan di kepalanya. Tidak ada sesi makgeolli kalau begitu.

"Kamu bisa mendatangi meja suster di lobi untuk mengurus kepulanganmu. Kalau begitu aku pamit du—oh! Mungkin pacarmu saja yang mengurus prosedurnya, tidak mengapa." Profesor Choi berkedip, meninggalkan Chayoung dan Vincenzo yang tiba-tiba melongo.

***

"'Makasih sudah dibantu," ujar Chayoung ketika mereka berjalan menjauhi pusat rehabilitasi menuju tempat parkir siang itu, setelah mereka tiba-tiba terlempar ke kesibukan mengurus kepulangan Chayoung. Perempuan itu pergi mandi ketika Vincenzo pergi untuk mengurus dokumen-dokumen kepulangan dan ketika dia kembali Chayoung sudah berpakaian rapi dan barang-barangnya sudah masuk ke dalam tas yang Pak Nam tinggalkan. Vincenzo menawarkan untuk membawa tas-tasnya ke mobilnya dulu dan mempersilakan Chayoung untuk bersiap-siap, ketika dia kembali dia melihat Chayoung tengah merapikan rambutnya.

"Tidak masalah," Vincenzo tersenyum sembali berjalan menunjukkan arah di mana mobilnya terparkir. Ketika mereka tiba dan Vincenzo sudah naik masuk ke dalam mobil, dia melihat ke arah Chayoung yang terhenti di balik pintu sebelum menariknya dan masuk ke dalam.

"Gugup untuk kembali pulang?" tanya Vincenzo tapi Chayoung tidak merespon. Dia menengok dan mendapati Chayoung tengah tegang. "Kamu tidak apa-apa?" tanyanya cemas.

Chayoung menggelengkan kepalanya. "Ya... ya, tak apa. Aku baik-baik saja. Cuma sedikit gugup. Ya, tak masalah. Kamu bisa jalan sekarang."

Vincenzo mengernyit, tidak begitu teryakinkan tapi dia tidak ambil pusing. Dia mendapati Chayoung masih belum menancapkan sabuk pengamannya jadi dia menggumam maaf untuk menarik sabuk yang ada di samping dan menancapkan ujungnya. "Kamu lupa sabuk pengamannya."

Aroma mobil yang tercium Chayoung menghasilkan efek di kepalanya, pikirannya berputar seperti gambar dari pemutar video yang rusak yang tiba-tiba menunjukkan beberapa adegan dari masa lalunya dengan tampilan yang miring dan terpotong-potong. Kejadiannya sangat cepat sehingga dia tidak bisa menangkap utuh memorinya dan itu membuatnya seperti terkena vertigo. Dan dengan fakta bahwa Vincenzo tiba-tiba muncul di depannya, menarik sabuk pengaman, membuat kondisinya makin buruk. Tiba-tiba memori yang jelas muncul di kepalanya. Saat itu malam hari, ketika lelaki itu perlahan mendekati dirinya hanya untuk meledeknya ketika tangannya terjulur hanya untuk membukakan pintu mobil. Apa itu tadi?

Chayoung diam-diam menarik napas untuk menenangkan dirinya. "Oh ya, ya, sabuk pengaman. Maaf."

Vincenzo tidak berkata macam-macam lagi, dia hanya melirik Chayoung sekali lagi untuk memastikan tidak ada masalah lalu kembali ke kemudinya dan memulai perjalan pulang.

***

Pak Nam sudah siap di depan gerbang ketika mereka tiba. Berlari kecil mendekati mereka dan menawarkan untuk membawakan barang-barang Chayoung masuk ke dalam. Chayoung melompat turun, menutup pintu mobil dan kemudian menatap lurus ke arah rumahnya, tak bergerak—tidak bisa bergerak lebih tepatnya. Tiba-tiba rumah yang jadi tempatnya tumbuh terasa sangat besar, seperti istana, seperti bersiap memuntahkan segala sejarah yang dia tidak siap untuk cerna. Menyadari bahwa orang tuanya tidak di sana lagi untuk menyambutnya datang, meninggalkan barang-barang yang menggantikan keberadaan mereka. Chayoung tidak tahu harus apa di situasi seperti ini, dia bahkan tidak tahu harus berbuat apa untuk hidupnya.

Vincenzo berdiri di samping mobil, merasakan ketakutan Chayoung jadi dia tetap berdiri di sana dengan sabar. Chayoung tidak bergerak dalam waktu yang cukup lama membuat Vincenzo khawatir, dia berjalan ke arah perempuan itu perlahan. Dia berdiri di dekatnya tapi tetap membisu, dia hanya ingin Chayoung tahu bahwa dia ada di sana untuk membantunya.

Chayoung menoleh ke arah Vincenzo. Mata mereka beradu dan Vincenzo mendapati mata Chayoung bergetar, tapi lelaki itu tidak mengucapkan sepatah kata pun. Kemudian kepala Chayoung tertunduk, ada sesuatu yang bergerak di pikirannya, mengganggunya, membenaninya. Chayoung mendongak dan pandangan mereka sekali lagi beradu.

"Tinggallah," ujarnya, tangan terjulur untuk memegang tangan lelaki itu dengan kuat, seakan Vincenzo dapat menghilang sewaktu-waktu. "Jangan pergi dan tinggallah bersamaku."

Memori di Atas Kertas Putih [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang