Bagian 18

474 55 26
                                    

Vincenzo sudah menyangka hal ini akan datang pada waktunya. Dia menghela napas pasrah dan mengambil laptop yang tersodor di depan wajahnya dan meletakkannya kembali ke atas meja. Vincenzo menyandarkan tubuhnya di sofa ke hadapan Chayoung, memberi tanda kalau dia siap untuk menceritakan semuanya jadi Chayoung duduk dengan seksama.

Dan Vincenzo memulai ceritanya dari awal mereka menyadap jadwal Tuan Anderson dan Nona Benning sampai mereka meninggalkan galeri seakan mereka karakter di film Ocean Eleven. Dengan sengaja mengesampingkan informasi tentang bagaimana dia membelikan Chayoung sepasang sepatu, tas, baju, dan perhiasan, karena dia pikir hal tidak ada hubungannya dengan keseluruhan cerita yang Chayoung ingin dapatkan.

"Wow, paripurna sekali." Ujar Chayoung setelah Vincenzo menyelesaikan ceritanya. "Tunggu dulu, aku punya pistol?" Chayoung tiba-tiba bertanya sesuatu yang di luar ekspektasi Vincenzo, dia pikir dia akan bertanya langsung tentang topik ciuman itu.

"Bukan sungguhan. Itu pistol airsoft dengan peluru BB, aku yakin kamu masih simpan entah di mana." Vincenzo menjawab.

"Hmmm," Chayoung berdengung lalu terdiam beberapa saat, sepertinya dia berusaha mencerna seluruh cerita yang dia dengar. Dan masih terdiam setelahnya.

"Aku pikir kamu akan bertanya soal ciuman itu." Vincenzo membuyarkan keheningan di antara mereka, sendirinya penasaran.

"Aku? Tidak ada pikiran begitu." Ujar Chayoung. "Aku cuma penasaran dengan keseluruhan cerita versimu dan kamu sudah menceritakan semuanya. Jadi ya."

"Oh." Vincenzo hanya merespon singkat.

Chayoung menyipit. "Kenapa kamu pikir aku akan tanya tentang ciuman itu?" Tanyanya dengan polos.

"Kan kamu pernah bilang akan bertanya apakah ciuman itu termasuk ciuman yang bagus atau tidak setibanya di rumah beberapa saat lalu?" Vincenzo mengingat.

"OH!" Chayoung teringat. "Maaf aku terlupa pernah mengatakan hal seperti itu." Vincenzo menatapnya dengan pandangan khawatir. "Oh ayolah, wajar saja kalau orang lupa apa yang sudah diucapkan beberapa saat lalu. Bukan hal yang serius."

"Benarkah? Baiklah kalau begitu."

Chayoung menatapnya sesaat. "Jadi apakah ciuman itu termasuk ciuman yang mengesankan?" Serangnya. Vincenzo mendongak.

"Benar." Lelaki itu membenarkan.

"Seberapa mengesankan?" Goda Chayoung. Vincenzo tertawa pelan tapi tidak menjawab. "Apakah itu ciuman pertama kita?" Tanya perempuan itu lagi. Vincenzo mengangguk pelan. "Apa kamu sudah menyukaiku sejak itu? Apa yang kamu pikirkan saat itu?" Chayoung mencecar.

Vincenzo mendengus takjub lalu menarik napas dalam-dalam. "Aku belum menemukan bagaimana perasaanku untukmu. Waktu itu aku cukup bimbang dengan gagasan menciummu di depan orang banyak, apalagi hanya untuk pura-pura. Aku hanya ingin berhati-hati kalau-kalau kamu juga tidak suka dengan ide tersebut, tapi ternyata kamu yang memulai ciuman itu." Jawabnya. "Kamu menarik kerahku dan menciumku. Jujur saja aku tidak bisa berpikir awalnya sebelum menyadari mungkin kamu melakukan hal itu agar orang galeri tidak mencurigai kita, jadi aku memutuskan untuk membalas ciumanmu agar terlihat lebih nyata dan kita ... aku rasa kita terbuai dalam situasi dan tertangkap kamera. Dan hasilnya foto itu."

"Ah begitu," Chayoung menggumam. "Apakah aku pencium yang baik?"

Vincenzo tergelak. "Bukankah aku tadi membenarkan bahwa itu ciuman yang mengesankan?"

"Itu tidak menjawab pertanyaanku dan aku sekarang merasa tersinggung," Chayoung menggerutu. "Kalau begitu kita coba lagi." Chayoung menarik kaos Vincenzo dan mendekatkan wajahnya dan menciumnya penuh di bibir. Tidak butuh satu detik bagi Vincenzo untuk membalas ciuman itu, tidak seperti saat di galeri, otaknya saat ini bekerja dengan baik. Tangannya terangkat menyentuh tulang belikat Chayoung dan mendorongnya makin dekat dan membuat ciuman mereka makin dalam dan bergairah, Chayoung melingkarkan tangannya di leher lelaki itu lebih erat, keduanya tidak bisa melawan kekuatan gravitasi. Mereka berhenti berciuman ketika Vincenzo dan Chayoung terjatuh di atas sofa di atas sisi tubuh mereka masing-masing, mereka menarik napas mencari oksigen.

Memori di Atas Kertas Putih [FIN]Where stories live. Discover now