Bagian 19

490 56 9
                                    

Mereka benar-benar tertidur pulas dan kembali terbangun pukul 3 sore hari dengan kondisi berantakan, bau, dan lapar. Mereka bangkit dari kasur, membereskannya; mereka memesan makanan antar, mandi—sendiri-sendiri—dan duduk berhadapan ketika tangsuyuk pesanan mereka tiba. Chayoung memberitahu Vincenzo kalau ada perdebatan yang tiada akhir antara mencocol atau menyiram gorengannya, jadi dia bertanya cara seperti apa yang Vincenzo suka dan dia dengan bijak menjawab, "Aku ikut kamu saja," dengan simpul senyumnya yang masih bisa sukses membuat perut Chayoung jumpalitan walaupun status mereka sudah jauh dari kata malu-malu.

Setelah makan dan membereskan piring kotor, mereka bermalasan di ruang tamu dan menonton acara-acara di televisi, menggulir satu persatu stasiun tv; berhenti untuk menonton program variety televisi, tertawa karena kebodohan anggota show tersebut. Chayoung mengganti channel ketika program itu berakhir dan berhenti pada satu stasiun yang sedang menayangkan sebuah film lama tentang kehidupan mafia di Amerika. Chayoung tiba-tiba tertarik, menyimpan remotenya dan dengan khidmat menonton film tersebut. Lima menit mata mereka tertuju pada monitor televisi, Chayoung menyadari tubuh Vincenzo menegang dan dia terlihat tampak tidak nyaman.

"Haruskah kuganti channelnya?" Chayoung bertanya. Vincenzo kembali pada kesadarannya.

"Terserah kamu." Vincenzo berkata lembut, ketegangan tubuhnya perlahan memudar namun masih ada pergolakan di matanya.

"Aku ingin lanjut menonton, aku penasaran." Ujar Chayoung merespon, membiarkan egonya menang kali ini. Dia kembali bersandar pada bahu Vincenzo yang terasa lebih santai namun masih waspada dan melanjutkan film yang terabaikan sebentar. Separuh perjalanan menonton, pikiran Chayoung sibuk bertanya-tanya apakah Vincenzo pernah melakukan hal-hal yang sama dalam film tersebut. Chayoung bergidik ketika ada adegan dimana pembunuhan tanpa alasan terjadi, jijik ketika melihat karakter pemain utama berselingkuh dan mengkonsumsi narkoba dan dengan tidak sadar bertanya pada Vincenzo apakah dia pernah melakukan itu semua.

"Aku tidak membunuh orang karena hal-hal remeh. Aku punya pertahanan diri yang baik, karena itu aku diangkat jadi Consigliere. Aku membunuh kalau mendesak saja." Ujar Vincenzo. "Pembunuhan remeh seperti ini sering terjadi di antara para prajurit, selalu menjadi hal yang memusingkan untuk mengurusnya, tapi biasanya para Capo prajurit itu yang mengurusnya, jarang sekali kasus bawahan naik untuk diurus Bos. Capo akan memutuskan apakah mereka harus mengeliminasi masalah ini atau melakukan kesepakatan dengan lawan." Lanjutnya.

"Hmm, aku tebak, mengeliminasi masalah apakah maksudnya membunuh prajuritnya sendiri?" Vincenzo mengerutkan bibirnya dan menaikkan alisnya membenarkan. Chayoung mengangguk takjub. "Apakah kalian menguburnya diam-diam?"

"Tentu saja. Keluarga kami punya lahan anggur yang berfungsi sebagai kuburan juga."

Ladang anggur. Kuburan. Tunggu, sepertinya dia teringat sesuatu.

"Keluargamu sebenarnya kerja apa sih? Apa kalian bertransaksi narkoba juga?" Tanya Chayoung, menangkis pikirannya yang tidak penting itu. Dia bisa mengingat-ingat nanti, hal tersebut bisa menunggu.

"Kami tidak pernah menyentuh narkoba. Papa melarang narkoba dan juga prostitusi semasa dia berkuasa dan aku diminta untuk tetap menjalankan perintahnya dan menjauhkan Paolo dari bisnis tersebut ketika dia hampir menjemput ajalnya." Vincenzo menjawab. "Walau aku hanya bisa memberi janji palsu pada Papa karena aku sendiri sudah punya rencana untuk meninggalkan keluarga itu ketika beliau mati."

"Tapi kamu kembali juga pada akhirnya." Chayoung menyindir.

"Ironisnya." Vincenzo tertawa pahit. "Aku harus membersihkan kekacauan yang aku punya kontribusi juga."

"Jadi bisnis apa yang keluargamu lakukan? Bukannya jualan narkoba hasilnya sangat besar ya?"

"Cassano familia termasuk dalam salah satu keluarga mafia dari masa lalu, mereka punya lahan besar di Italia selatan. Kakeknya Papa berpikir untuk melebarkan sayap ke pusat Milan dan membuat kuasanya sendiri. Uang proteksi adalah wajib tapi uang kami banyak berasal dari perjudian, penyelundupan baik itu senjata, perhiasan, atau tembakau. Kami juga memalsukan barang-barang bermerek, perhiasan, wine. Mengambil alih ladang musuh. Masa itu mereka melakukan prostitusi dan ganja, tidak bisa dielak karena perang dunia dan sebagainya."

Memori di Atas Kertas Putih [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang