Bagian 13

359 57 7
                                    

"Benar, mobilnya sedan warna abu dengan nomor lisensi 278 Du 6944." Pak Nam mengulang dengan nada sedikit panik.

"Oke, Pak Nam. Tetap kalem dan jangan mencoba untuk menjauhi mereka. Kalau bisa, bawa mereka ke Geumga Plaza, coba telepon Seokdoo atau Pak Tak untuk menjemputmu di tempat parkir. Kami akan susul ke sana secepatnya." Vincenzo memberi instruksi dengan tenang.

"Baik, byeonhosanim. Aku akan telepon mereka."

"Tetap buat dirimu aman, Pak Nam." Vincenzo memutus telepon.

Chayoung merengut dengan wajah penuh kekhawatiran. "Dia dikuntit juga?" Vincenzo mengangguk.

"Ayo kita susul dia, byeonhosanim."

***

Chayoung bersandar di kursi penumpang, menatap jalan di luar sana dengan keheningan. Kepalanya terasa berputar lagi, mungkin karena sekali lagi dia berada di dalam mobilnya. Dejavunya menjadi sedikit lebih jelas, berbagai adegan masa lalu muncul di kepalanya agak lebih lambat ketimbang biasanya tapi karena dia sekarang sedang berada di mobil yang sedang melaju kencang, dia berusaha tidak terkaget-kaget dengan memorinya yang tiba-tiba muncul dan mencerna memori itu lebih baik. Tapi toh dia tidak bisa fokus karena harus memikirkan hal lain yang lebih penting.

"Mereka tidak akan mencelakai Pak Nam, kan?" tanyanya.

"Aku harap sih tidak, aku yakin Pak Nam akan sampai di Geumga Plaza dengan aman. Tidak usah cemas." Vincenzo menoleh pada Chayoung sesaat untuk memberinya rasa tenang.

"Menurutmu mengapa mereka menguntit Pak Nam?" tanya Chayoung penasaran.

"Aku yakin ada hal yang berkaitan dengan kasus yang pernah kamu tangani." Ujar Vincenzo dengan tenang tapi genggaman tangannya di roda kemudi mengatakan sebaliknya. "Lebih buruknya ini berkaitan dengan kecelakaanmu saat itu."

"Kok bisa?" Chayoung terpantik rasa penasaran.

"Ya cuma perasaanku." Vincenzo menjawab masih berusaha tenang.

"Apa karena kamu adalah mafia yang terlatih ya, jadi semua sesuai insting?" Chayoung bertanya setengah bercanda.

Vincenzo menatapnya sesaat dan kemudian tertawa pelan. Suara kekehan pria itu membuat hati Chayoung berdesir dan ingatannya tiba-tiba kembali pada kejadian pagi tadi. Pipinya memanas—sialan. Chayoung kemudian menoleh ke arah lain, ke pemandangan luar di sisi kanannya, tidak ingin Vincenzo melihat pipinya yang memerah.

"Bagaimana kalau mereka ada kaitannya sungguhan dengan kecelakaanku? Apa yang bakal kamu lakukan?" tanya Chayoung tanpa perlu menatap Vincenzo. Lelaki itu menatap Chayoung dan membiarkan keheningan merebak sejenak.

"Kalau kamu ingin aku jujur ya aku akan melakukan sesuatu tentang itu. Tapi kalau kamu memintaku untuk diam saja ya aku akan diam saja." Jawabnya meyakinkan dan membuat Chayoung menoleh padanya. Bukan menjadi hal baru lagi bagi Chayoung untuk mengetahui Vincenzo akan melakukan apapun untuknya, walaupun, misal, dia bilang dia tidak ingin ada balas dendam atau semacamnya. Caranya meyakinkan Chayoung memang terasa melegakan tapi apakah benar Chayoung tidak ingin melakukan balas dendam? Chayoung berusaha untuk mendengarkan kata hatinya lebih jauh lagi tapi dia tidak mendengar apapun, namun dia juga tidak yakin. Chayoung bertanya-tanya apakah dirinya di masa lalu akan tertawa melihat dirinya lebih pengecut seperti ini? Dan penasaran apakah Vincenzo akan jadi kurang suka dirinya dengan sifat baru ini.

"Aku bakal kasih tahu nanti kalau aku butuh." Chayoung menyimpulkan pada akhirnya.

"Aku akan tunggu kalau begitu." Vincenzo tersenyum seakan dia pembunuh bayaran yang sigap di segala waktu.

Memori di Atas Kertas Putih [FIN]Where stories live. Discover now