Bagian 25

367 54 4
                                    

Vincenzo meletakkan barang belanjaan yang dapat dikumpulkannya kembali di atas meja makan, beberapa item seperti daging dan serupa dia buang ke tempat sampah karena sudah basi. Dia melihat sekeliling dapur, tidak ada yang berantakan kecuali pegangan pisau yang isinya berjatuhan, satu pisau menghilang. Kepalanya memutar skenario imajinatif di mana Chayoung terburu-buru pergi ke daput untuk mengambil pisau; napasnya tercekat. Dia menggeleng kepalanya untuk kembali fokus ke pekerjaannya, mencari kain lap dan membasahinya untuk menghilangkan noda darah yang dapat dia temukan.

Noda darahnya makin parah di dalam ruang kamarnya, seketika dia teringat waktu di mana dia meninju habis pembunuh ibunya. Di tengah ruangan ada bekas genangan darah, kemungkinan di sanalah tempat lelaki itu tersungkur dan menarik napas terakhirnya. Vincenzo harus menggosok lantai kayu itu berkali-kali sampai nodanya benar-benar hilang, dia sampai mencuci bolak-balik kainnya karena nodanya terlalu banyak. Setelah dia meyakinkan semuanya bersih, dia membuang kain itu bersama dengan sampah makanan dan pecahan kaca jendela; membuat catatan dalam otaknya untuk segera menghubungi tukang jendela. Dia menaikkan rak hias, memasukkan kembali tanah dan tanaman di pot itu, lalu membersihkan sisa kotoran yang tercecer.

Dia naik kembali ke kamarnya yang masih bau anyir, dia membuka semua jendela agar udaranya segar kembali. Vincenzo mengambil pistol yang tergeletak di bawah meja, yang seharusnya dipakai Chayoung semalam untuk menembak lelaki itu. Dia memeriksa ulang magasinnya sebelum meletakkan kembali pistol itu ke dalam kotak bersama dengan pistol yang dia bawa dua malam yang lalu. Otaknya kembali berputar, membuat kemungkinan apakah penangkapannya adalah taktik untuk menyekap Chayoung? Apa karena dia diam-diam mengintai Dada Club dua malam yang lalu? Ataukah ada alasan lain? Lalu siapa orang yang ada di balik rencana ini? Mereka pastinya tahu tentang identitas dirinya maka dari itu ada penangkapan. Dia mungkin sudah dideportasi saat ini jika bukan karena apa yang terjadi pada 'dirinya' di benua lain. Berbicara tentang hal itu, apa yang telah terjadi di Karibia?

Vincenzo menarik napas dan menggosok wajahnya lagi. Nada dering ponselnya mengejutkannya. Dia menarik ponsel itu dari saku jaketnya dan nama Pak Cho tertera di monitor.

"Ya, Pak Cho?" Ujar Vincenzo lunglain.

"Byeonhosanim! Aku lega kau gagal pergi." Seru Pak Cho. "Aku baru saja memeriksa pesan yang telah dikirim Wonjangnim."

"Aku juga lega, Cho sajang." Ujar Vincenzo singkat, masih belum ingin berkata apa-apa.

Ada jeda sebelum Pak Cho melanjutkan pembicaraan. "Bagaimana dengan Hong byeon?" tanyanya.

"Mereka tidak apa-apa tapi aku menyuruhnya pergi ke rumah sakit bersama Pak Ahn, dia mengantar selagi aku merapikan rumah ini." Ujar Vincenzo. "Apa kau datang kemari kemarin malam?"

"Tidak. Pak Nam menelepon untuk minta bantuan, tapi istriku sedang sakit jadi aku kirim anak buahku ke sana. Mereka melaporkan situasinya padaku dan mereka bilang tampak lumayan parah. Hojun bilang padaku kalau dia menemukan Nona Hong pingsan di sebelah mayat lelaki itu, jadi mereka membawanya turun sebelum membungkus tubuh itu. Aku meminta mereka untuk mendokumentasikan dan meninggalkan barang lelaki itu di sana. Ada kunci mobil, ponsel dan dompet." Pak Cho memberi informasi.

"Dapatkan aku percayakan anak buahmu?"

"Ey, tentu saja. Aku sudah kenal mereka sejak lama dan mereka loyal, sangat loyal. Mereka pastinya tidak akan menolak jika kubayar tiga kali dari gaji mereka di pekerjaan sebelumnya."

"Baiklah. Aku mempercayaimu, Pak Cho." Ujar Vincenzo. "Aku pastikan akan membayar jasamu nanti setelah aku menyelesaikan urusanku."

"Tidak masalah, byeonhosanim." Pak Cho berkata. "Beristirahatlah dulu, sampaikan salamku pada Nona Hong dan Pak Nam. Serahkan urusanmu padaku dan Direktur Ahn." Ujar Pak Cho sebelum menutup sambungan teleponnya.

Memori di Atas Kertas Putih [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang