[4]

1.8K 494 48
                                    

Asahi termenung di dalam kamarnya.

Ia sekarang sedang berusaha mengalihkan pikirannya dari Jihoon dan fokus belajar. Heran, udah lulus ngapain belajar? Kalau kata Asahi sih biar kelihatan kece.

"Ck, sumpah bikin orang khawatir aja."

Asahi memijat pangkal hidungnya pusing. Ia merasa akan mengalami sesuatu yang buruk, lagi.

"Padahal bukan gue, tapi kenapa dia marah-marah sama gue coba? Gue kan gak tahu apa-apa," gumam Asahi kemudian memangku kepalanya menggunakan tangan.

"Tapi emang siapa.. kenapa dia diem aja coba?"

Sebenarnya Asahi juga diam saja, mungkin karena efek takut pada Jihoon dan takut pada yang lainnya.

Asahi sedikit sebal pada Jihoon, tapi kasihan juga secara bersamaan pada pemuda itu.

"Tahu ah." Asahi menutup bukunya yang tebal, kemudian menggunakan kaca mata yang terletak di sebelah lampu belajar. Pemuda itu lalu menyisir rambutnya ke belakang.

Oh ya, ngomong-ngomong Asahi sedang sendiri di rumah. Ayah dan Ibunya pergi ke luar kota entah untuk apa, Asahi sama sekali tak penasaran dan tidak mau tahu juga.

"Bikin kopi deh."

Asahi beranjak dari sana dan keluar kamar. Tujuannya adalah dapur, tapi ketokan di pintu mengalihkan langkahnya.

Tok Tok Tok

Asahi berdecak, siapa yang bertamu malam-malam seperti ini?

"Gak punya biadab emang bertamu kok jam segini," desis Asahi sebelum akhirnya membuka korden.

Ada seseorang yang sangat Asahi kenali di luar sana.

"Ngapain lo?" tanya Asahi sebal pada orang di depannya. Orang tersebut tersenyum, memperlihatkan deretan giginya.

"Tadi gue beli cola pas mau pulang ke rumah. Mau gak?"

"Hah, apa sih?" Asahi menatap orang di depannya aneh. "Malam-malam gini lo datang ke rumah gue cuman buat nawarin cola?"

"Gak sih."

"Terus ngapain?"

Orang tersebut terdiam sejenak sebelum mengeluarkan sebuah pisau dapur dari belakang tubuhnya.

Sontak kedua mata Asahi membola. Ia memundurkan langkahnya dengan cepat, "M-mau ngapain lo?"

"Mau kasih tahu lo tujuan gue yang sebenarnya."

"L-lo ngapain?!"

Asahi terbelalak saat orang tersebut menyeringai senang.

"Maafin gue, tapi gue perlu ngelakuin ini," ujarnya.

"Kenapa?" Asahi menatap orang tersebut tak mengerti.

"Simple sih, karena lo tahu sesuatu tentang gue."

Mata Asahi kembali terbelalak, namun sebelum ia dapat memahami situasi, orang tersebut terlebih dahulu melangkah maju dan menutup pintu rumah Asahi dengan kencang.

"Nah, sekarang lo gak bisa teriak-teriak. Rumah lo kedap suara kan?"

Sialan.

Asahi melirik ke kanan dan ke kiri, berusaha mencari sesuatu yang mungkin berguna untuk melawan orang di depannya sekarang.

"Ka—"

JLEB!

Asahi oleng lalu ambruk di lantai begitu saja. Pisau dapur itu meleset dari perkiraan Asahi.

Friends | Treasure ✔Where stories live. Discover now