06-Jajan-Jalan

1.7K 178 1
                                    

Malam ini sesuai janjinya, Singto akan mengajak Krist mengelilingi kota Jogja "nek, Sing sama Krist keluar bentar ya?" pamit Singto pada nenek.

Nenek mengangguk sambil serius memperhatikan tontonannya "iya, Krist nya mana?" tanya nenek cuek.

"Krist siap! hehe" celetuk Krist tiba-tiba sudah ada di samping Singto dengan setelan jaket levis yang lumayan tebal, serta celana bahan berwarna hitam.

Singto tersenyum "nihh Krist siap, yaudah kita jalan ya nek" pamitan Singto hanya dibalas anggukan oleh yang lebih sepuh, kemudian keduanya keluar dari rumah.

"tunggu bentar ya, gue mau pinjem motor dulu" Singto melangkahkan kakinya kearah kamar Joss.

"oke"

✨✨✨

"mau kemana?" tanya Singto sesaat setelah motor yang mereka tumpangi mencapai jalan raya.

Krist mengendikkan bahunya pelan "entah, keliling keliling aja" usul Krist.

"cari wedang jahe yuk, lagi pengen yang anget-anget" usul Krist lagi di telinga Singto yang meremang.

"ga mau gue kelonin aja gitu biar anget?" goda Singto menutupi perasaan salah tingkahnya.

"ga deh, makasih" Singto hanya tertawa mendengar penolakan Krist.

Jalanan Jogja malam ini lumayan ramai, entah karena akhir minggu atau karena musim liburan, namun yang jelas, sepanjang jalan sampai ke warung wedang jahe, Krist tak jarang melihat motor membawa dua orang yang bermesraan diatasnya, membuat Krist agak iri dengan hal tersebut.

Gue bisa gak ya kaya mereka? Masa sama Singto, sih?~ Renungnya sambil memperhatikan Singo yang sedang berbasa-basi dengan penjual wedang jahe.

"yuk cari tempat duduk" ajakan Singto membuyarkan lamunan Krist.

Kemudian tak lama pesanan kami datang "monggo mas-mas" ucap si penjual sambil meletakkan dua gelas pesanan Singto dan Krist.

Krist menghidu aroma minuman rempah tersebut dengan penuh penghayatan, tak sadar jika Singto mengamatinya dengan juga tersenyum karena Krist yang tersenyum.

Kemudian saat Krist membuka matanya kembali, Singto mengalihkan pandangannya pada penjual jagung bakar di dekat parkiran motornya.

"mau kemana lagi?" tanya Singto setelah mereka menghabiskan minumannya.

Krist bertolak pinggang berpikir "hhmm...gue pengen muter muter aja deh kayanya"

"kuyy"

Kini mereka sudah kembali duduk diatas kuda besi yang dikendarai Singto dengan kecepatan minimal, membelah jalanan Jogja yang ramai, tak membuat Krist pening, pikirannya malah menjadi nyaman.


"eum...Krist?"

"ya?" Krist mencondongkan kepalanya, agar ia dapat mendengarkan ucapan Singto.

"bisa nggak kalo di depan keluarga, manggil gue pake embel embel 'mas' atau 'kak' atau apalah yang menurut lo enak, soalnya biasanya di keluarga gue kurang sopan kalo manggil suami cuma pake nama doang" pinta Singto.

Krist dengan cepat menyimpulkan sesuatu "gue yang jadi istri, gitu?" protesnya kemudian.

Singto menggeleng, namun mengendikkan bahunya juga "ga dah, lu kan cowo. Tapi... mereka nganggepnya gue dominannya, lo bisa liat sendiri tadi keluarga gue gimana" jelas Singto perlahan, ia berusaha membuat is-suaminya mengerti.

Krist menghela nafasnya "okedeh, gue panggil lo 'mas' aja ya?"

"iya, makasih ya"

"iyaa mas Singtooo" panggil Krist berubah manja.

"paan sih lo, diem ah!" kebiasaan Singto saat salah tingkah; Marah.

Entah sudah berapa lama mereka memutari kota kelahiran Singto tersebut, tapi yang pasti, Krist sudah mulai menguap menahan kantuknya.


"Sing, pulang yuk, ngantuk gue" tanpa sadar, Krist memeluk Singto erat dan menumpukan dagunya pada lelaki Ruangroj tersebut.

"Krist?" panggil Singto.

Tak ada jawaban, dan ketika Singto mengecek pantulan kaca spion, Krist sudah memejamkan matanya.

Setibanya di rumah, Singto melepaskan helm Krist dengan gerakan pelan, berusaha untuk tidak membangunkan Krist. Kemudian ia memvawa masuk Krist dengan gendongan punggung.

Dalam gendongannya, Singto merasakan jika Krist memiliki otot di lengan, dan sepertinya Krist juga memiliki six packs di perutnya. Tubuhnya cukup berisi, pipi gembulnya menempel dengan pipi Singto dari belakang.

"kayaknya dia makan tapi lemaknya lari ke pipi, deh" gumam Singto gemas merasakan pipi Krist yang amat disayangkan apabila tidak di cubit.

Sampai dikamar dan bersih-bersih, Singto merebahkan dirinya nyaman di sebelah Krist yang masih terlelap walaupun sedari tadi tubuhnya Singto bersihkan.


Biar Singto ingatkan, ini tidak sama seperti novel perjodohan yang kalian para readers dan Vee biasa baca, dimana diawal si pasangan akan tidur pisah ranjang, hahaha!

Tapi Singto serius, meskipun ia dijodohkan, sesama lelaki, dan ia tidak memiliki perasaan apapun terhadap Krist. Singto yakin, seiring berjalannya waktu, pasti sesuatu itu muncul diantara dirinya dan Krist. Ia hanya menunggu waktu saja.

Dalam hati, Singto tak akan membenci Krist karena mau dijodohkan dengannya, tapi saat ini mungkin Singto belum bisa menganggap Krist sebagai suaminya. Ia baru bisa menganggap Krist sebagai teman, atau...housemate? Entahlah.








Hola! Revisi, ya!

Tak Nikah, Maka Tak Cinta (SingtoKrist)Where stories live. Discover now