24-Tanggungjawab

2.1K 158 23
                                    

Matahari yang tak begitu terang mengintip lewat tirai jendela dan sedikit mengganggu tidur Singto, ia tersenyum ketika merasakan kebas pada seluruh tubuhnya karena menggendong Krist dalam tidurnya yang hanya beberapa jam tersebut. Bahkan kini Krist masih setia memeluk Singto, dan jangan lupakan tubuh mereka yang masih menyatu itu, membuat Singto makin kesengsem dan merasakan sensasi kupu-kupu berterbangan di perutnya.

Singto memandangi wajah manis Krist lamat-lamat, tubuh mereka yang polos dan hanya ditutupi selimut tebal kini merosot turun memperlihatkan bahu dan punggung mulus Krist yang telah terisi bercak cinta dari Singto malam tadi.

"Eunghh..."

Krist menggeliat, Singto panik "Damn! Jangan sekarang, gue capek, ya Tuhan..." batin Singto frustasi karena pusat birahinya terasa diremas oleh gerakan kecil Krist serta pijatan di dalam sana.

"Ahh... enak"

Niat Singto ingin memindahkan Krist ke posisi yang nyaman sebelum melepaskan penyatuan keduanya, namun kejantanannya malah menyodok Krist makin dalam. Krist mengigau, dengan mata yang masi terpejam, Krist menggerakan dirinya di atas singto, bahkan lubang Krist kembali basah dan lengket, membuat ereksi Singto makin mengeras.

"Ahh...ahh...ahh...mhh!"

Singto berusaha diam, membiarkan suaminya bergerak semaunya, memejamkan mata dan berpura-pura tertidur sampai Krist mencapai pelepasan dan Singto menyemburkan benihnya untuk ke sekian kalinya.

"Ahhh...enak, hhh!"

Lalu Krist kembali terpejam, mungkin tubuhnya terlalu lelah sehingga tak menyadari apa yang telah di lakukannya.

Singto menggelengkan kepalanya gemas, dengan segera ia memindahkan posisi Krist untuk posisi yang lebih nyaman. Kini Singto tak perlu bermain solo, karena Krist telah membantunya tadi. Brengsek memang, tapi ia tak tahu harus berbuat apa, hanya bisa diam dan menikmati perlakuan Krist.

"Tidur yang nyenyak, sayang. Istirahat, ya? Besok jadwal kita penuh" bisik Singto sebelum menyelimuti Krist.

Singto beranjak dari tempat tidur kemudian menyusuri sekitaran kasurnya, mencari sesuatu tapi tak ia temukan, ia kemudian melirik kejantanannya sendiri "anjing! Gue beneran keluar di dalem?! Krist ngamuk gak, ya?" Gumam Singto panik karena menyadari tak ada alat kontrasepsi ataupun sisa sperma berantakan di kamar mereka, hanya ada bau khas sisa percintaan mereka.

Dulu, saat Singto masih sering 'bermain' dengan perempuan 'sewaan'-nya, Singto selalu memakai dan membereskan alat proteksinya serta pakaiannya sebelum pergi, tak berminat atau memperdulikan perempuan yang terkulai lemas akibat luapan napsunya yang tak terbendung.

Katakanlah Singto senakal itu, usianya yang dulu belum legal namun telah melakukan hal-hal yang tak seharusnya ia lakukan. Hanya itu yang melintas di pikiran Singto setelah frustasi karena sang ayah dan adik yang pergi dalam kecelakaan serta sang kakek yang meninggal karena sakit satu tahun kemudian.

Hal ini tentu saja diketahui sang nenek, ibunya juga tahu, tetapi mereka berdua menahan diri untuk memarahi putra kesayangan mereka. Karakter ibu dan menantu tersebut yang dapat dikatakan selalu tenang, mereka lebih memilih menjalankan wasiat sang kakek secepatnya tanpa sepengetahuan Singto sebagai sanksi atas perbuatan putra mereka itu. Ibu dan nenek Singto paham, jika Singto adalah anak yang bertanggungjawab.

"Krist kemana? Kok gak keliatan? Lagi keluar?" Tanya Ibu Singto yang sedang berkunjung bersama ibu Krist tiba-tiba namun belum mendapati menantu kesayangannya.

Singto menggaruk tengkuknya yang tak gatal "anu...bu, Krist ada, masih tidur, soalnya...anu bu, masih tidur... sih, ada si Krist..."

Ibu Singto menghela napas "coba minum dulu, kamu ngomongnya muter-muter, gak jelas tau, gak?" Dumel ibunya.

Singto menuruti titah ibunya dengan menenggak segelas air putih yang diisi penuh hingga tandas.

"Nah...sekarang, gimana? Krist masih tidur?" Singto mengangguki tebakan sang ibu "soalnya kecapean?" Singto mengangguk lagi, ibu Singto mengerutkan keningnya "tapi ini kan malem minggu, bukannya Krist paling semangat bangun di minggu pagi?" Tebak ibu Krist, membuat Singto makin gelagapan.

Tak sengaja, ibu Singto melihat sesuatu di leher Singto yang membiru dan bekas cakaran di kedua lengan Singto, wanita berusia 40 tahun itu tersenyum maklum "udah, gak usah dibahas lagi, ibu udah paham..."

"Aarrggghhhh! SINGTO BRENGSEK! SAKIT!"

Para ibu dan Singto langsung berlari ke sumber suara, yaitu di dalam kamar Krist dan Singto yang mana Krist tengah menangis dan meringkuk di dalam balutan selimut, isakannya membuat para ibu maklum.

Ibu Krist hampir melangkah mendekati Krist, namun ditahan oleh ibu Singto "sana tanggungjawab, ibu sama ibunya Krist tunggu di luar" bisik ibu Singto pada anaknya lalu mengajak ibu Krist keluar, menunggu di dapur sambil menyiapkan sarapan yang mereka bawa tadi.

"Gapapa, anak aku bisa tanggungjawab, kalo misalkan kita ada di sana juga, Krist bakalan malu banget dan makin down" ujar ibu Singto menenangkan ibu Krist yang tertunduk lesu.

Sedangkan di dalam kamar, Singto tengah memeluk Krist guna menenangkannya "sakit banget? Sampe gak bisa duduk?" Krist mengangguki setiap pertanyaan dari suaminya.

Singto mengusap-usap lembut surai Krist "mau berendem air anget? Gue siapin?" Krist mengangguk lagi.

"Mas, gendong" mohon Krist pada Singto yang telah menyiapkan peralatan mandi untuk Krist. Entah kenapa, sikap Krist berubah sangat cepat, dari sebelumnya yang marah-marah, menjadi sangat manja.

Singto menggendong suaminya yang dibalut selimut ala pengantin "di luar ada ibu adek sama ibunya mas, nanti habis mandi temuin mereka, ya?" Krist membola mendengar penuturan Singto "gapapa, dek. Mereka pasti paham, nanti mas marahin biar gak ngejek adek"

"Gak boleh marahin ibu! Gak sopan!" Rajuk Krist saat diturunkan dalam bak mandi.

Yang lebih tua terkekeh "iya, enggak maa marahin, nanti mas bilangin aja" ujarnya seraya mengusak surai Krist gemas "mas tinggal, nanti kalo ada apa-apa, mas di depan pintu, teriak aja" si manis mengangguk pada titahan Singto.

❤❤❤

Krist telah selesai membersihkan dirinya dan duduk bersama kedua ibunya serta Singto untuk sarapan bersama dengan masakan yang sangat Krist rindukan.

Kondisi area privat Krist yang sakit mengharuskan Krist duduk diganjal dengan bantal, kedua ibunya pun tak mempermasalahkan hal itu bersama Singto, ibu mereka justru semakin memanjakan menantu Ruangroj tersebut.

"Ujian kamu gimana, Krist, Singto?" Tanya ibu Krist penasaran "lancar?"

Singto mengangguk "lancar bu, sekarang tinggal beberapa lagi, doain, ya"

"Pasti ibu doain. Oh iya, Singto katanya mau kuliah di China?" Singto tersedak mendengar pertanyaan ibu mertuanya "jadi pergi?"

Kedua pasangan muda itu saling melempar tatap, Krist mengangguk meyakinkan Singto, kemudian Singto juga melirik ibunya "err...Singto..."

Pemuda Ruangroj itu menarik napasnya dalam "Singto...iya, jadi ke China"














Hola! Gimana awalannya? Panas gak? Ini buat pemanasan aja sih, privaternya aku up lusa, ya!

Tak Nikah, Maka Tak Cinta (SingtoKrist)Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum