33-Baby Born!

2K 145 73
                                    

"shh... Singto, hiks!" rintihan Krist membangunkan Singto yang baru terpejam beberapa jam yang lalu.

Krist menampakkan raut kesakitannya "S-sing-to...sakit, hiks!" Singto langsung segar ketika melihat wajah Krist yang menahan sakit

Namun dengan berusaha tenang, Singto mengusap-usap perut besar Krist "mau gue panggilin kak Nam?" Krist menggeleng lemah "enggak usah" tolak Krist yang masih setia bersandar pada dada Singto.

Keduanya hening hingga matahari memunculkan dirinya, Singto masih terus berusaha membuat Krist nyaman, dan Krist berusaha mengatur nafasnya.

ceklek

"kak Nam" panggil Singto.

"Krist!" ternyata dibelakang Nam, ada nenek, ibu mertua, dan sahabat Singto serta sahabat Krist.

"ibu! Nenek!"

Dua orang yang dipanggil Singto tadi mendekat ke brankar Krist. Pagi itu setelah Off menghubungi keluarga Singto dan Gun menelfon New, ibu Krist datang bersama New dan Earth, nenek Singto datang bersama Off. Gun ada kelas pagi, ayah dan adik Krist tidak bisa meninggalkan kegiatannya.

Singto hendak turun dari brankar, namun Krist menahannya "disini aja" rintihnya.

"kenapa baru ngasih tau sekarang?" nenek bertanya duluan dengan panik, tangannya menggenggam tangan Krist kuat.

"Sing sengaja bilang sama kak Off buat bilangnya pagi-pagi, soalnya tadi malem Krist masuk igd udah malem banget" jawab Singto sambil berusaha menenangkan Krist.

"ibu mana?" tanya Singto.

"ibu kamu ada meeting dadakan, nanti siang baru bisa kesini" jelas nenek.

Ibu Krist mengusap-usap rambut lepek Krist "makan dulu yuk" ibu Krist menawarkan makanan yang dibawa Nam tadi.

"iya Krist, biar ada tenaganya" New ikut membujuk.

Dengan menahan rasa sakit, akhirnya Krist bangun dari posisinya, punggungnya disandarkan pada Singto yang memposisikan badannya dibalakang Krist "ibu suapin?" Krist mengangguk.

Suapan demi suapan akhirnya bisa Krist selesaikan, meskipun terhenti berkali-kali karena rasa sakit yang datang sesekali. Earth dan New pamit pulang karena ada kegiatan, Off tidak ada kelas sehingga bisa menunggu di rumah sakit.

"ssh... Singto! sakit" Krist merintih semakin jadi, genggamannya menguat pada jemari suaminya.

Nam dengan sigap memeriksa jalan lahir Krist "udah waktunya! Pindah ruang persalinan, sekarang!" setelah itu Nam keluar ruangan Krist untuk mempersiapkan segalanya.

Tak lama kemudian ada beberapa orang perawat yang masuk membawa pakaian khusus rumah sakit untuk Krist, kemudian memindahkan Krist ke ruang persalinan yang diikuti keluarga Krist dan Singto.

"suaminya mau menemani?" Singto mengangguk mendengar pertanyaan perawat "baik, silahkan ganti baju dulu" titah Sang perawat. Sebelum masuk, pundak Singto ditepuk lembut oleh Off "semangat" ucapnya.

Lalu nenek Singto memeluk cucunya "kamu pasti bisa, Krist butuh dukungan kamu"

Ibu Krist hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum pada Singto sebelum memasuki ruangan. Singto mengganti pakaiannya dan masuk ke ruangan bersalin dengan gugup. Terlihat Krist dengan peluh dimana mana menoleh padanya, kedua kakinya sudah mengangkang disangga tiang, hidungnya sudah di pasang alat bantu nafas.

Dengan sigap, Singto langsung berdiri disamping Krist dan menggenggam tangannya kuat "janji lo?" tanya Krist.

Singto ragu, dia menatap Nam yang sedang mempersiapkan peralatannya dibantu beberapa perawat. Nam mengangguk kepadanya, mungkin Krist sudah memberitahukan soal ini.

Dengan cepat, Singto naik keatas brankar memposisikan dirinya dibelakang Krist, tangannya menggenggan tangan Krist, tangan satunya lagi memeluk pundak Krist

Nam bersiap di depan serviks Krist "udah siap?" keduanya mengangguk.

Suasana ruang persalinan menjadi tegang, Krist dan Singto menarik napasnya berulang kali, peluh menetes di sekitar pelipis mereka.

"okey Krist, tenang, ikutin arahan kakak, tarik nafas... buang lewat mulut... lagi.." Krist dengan sedikit panik melakukan arahan dari Nam.

"Coba tenang, ya? Krist, Singto juga, tolong. Tarik napas yang dalem lewat hidung, terus keluarin lewat mulut, ayo!" Tak hanya Krist, Singto juga ikut menenangkan dirinya, hingga Nam rasa keduanya telah tenang, barulah Nam melanjutkan prosesinya.

"hitungan ke tiga kamu dorong, satu... dua... tiga!" Krist mengejan kuat pada hitungan ke tiga, genggamannya pada Singto sangat kuat, lebih kuat dari sebelumnya saat sebelum mengejan. Nafas Krist tersengal setelah mengejan "ayo lagi! satu... dua... tiga!" Krist mengejan lagi, tersengal lagi setelahnya.

"Sing....." rintih Krist ditengah nafasnya yang tersengal.

Singto mengecupi bahu Krist, rambutnya juga tak luput dari kecupan Singto "ayo Krist, lo bisa! Lo kuat!" kata-kata penyemangat tak berhenti keluar dari mulut Singto diantara jeda Krist mengejan.

"kepalanya udah keliatan! ayo terus dorong, Krist! satu... dua... tiga!"

"aarrkkkhhhh Singtooo!!" akhirnya Krist berteriak, suaranya memberat.

Singto mendekap erat setiap Krist mengejan, tangannya sakit karena Krist menggenggamnya terlalu kuat, jangan lupakan jika Krist laki-laki sama seperti dirinya yang tenaganya tidak bisa dibilang kecil.

Peluh dimana-mana bercampur air mata, demi apapun! Krist ingin menyerah! Tapi dia ingat akan bertemu anaknya sebentar lagi.

"sekali lagi, Krist! satu... dua... tiga!"

"aaarrghhh!!"

"Oek! Oek! Oek" tangisan bayi terdengar setelah Krist mengejan terakhir kali. Krist dan Singto menangis, keduanya menjadi orang tua sekarang.

Nam tersenyum bangga "hebat, Krist! Bayinya perempuan!" Nam memberikan bayinya pada perawat untuk dibersihkan.

Singto menciumi kepala Krist bertubi-tubi, mengucapkan banyak kata pujian dan terima kasih untuk perjuangan sang istri

Krist menyandarkan dirinya pada dada Singto, Krist tersenyum lelah dan lega. Namun beberapa saat kemudian, Krist merasakan kontraksi pada perutnya untuk kedua kalinya "kak! perut Krist!" rintih Krist membuat Singto panik.

"kak?!" teriak Singto.

Nam dan perawat yang lain kembali bersiap pada tugasnya "kalian ngeyel! Ini kabar baiknya! Anak kalian kembar!" mendengar omelan Nam, Singto tidak bisa menyembunyikan raut bahagianya sekarang.

"okey Krist, hitungan ketiga kamu dorong lagi! satu... dua... tiga!"

Krist mengejan lagi, seperti tadi Singto juga memeluknya erat. Tiga kali mengejan, suara tangisan terdengar lagi, Krist menangis bahagia dipelukkan Singto.

"lo hebat! Gue bilang apa! Lo pasti bisa!" Singto mengecupi pucuk kepala Krist sambil menngis tersedu-sedu, tak ada bedanya dengan Krist, isakan merdunya mengiang menyeruak.

Krist sendiri bahkan tidak menyangka jika ia bisa melahirkan dua bayi sekaligus dengan persalinan normal. Jika Krist membaca di internet, ibu muda seusia Krist bisa saja meninggal saat melahirkan dalam kondisinya.

Lelah, bahagia, lega, haru, semuanya bercampur menjadi satu di ruang bersalin Krist. Perawat yang ada disana pun ikut menangis melihat interaksi Singto dan Krist.

Dan Krist... laki-laki pertama yang melahirkan normal di rumah sakit tersebut.























Di cerita Vee juga heheheh

Semoga sukaaa

Tak Nikah, Maka Tak Cinta (SingtoKrist)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang