#9

17K 1.6K 4
                                    

Di UKS terlihat bagaimana Dean yang masih menunduk, terlihat pipinya merah.
Setelah di periksa dokter UKS, dirinya hanya perlu mendinginkan lebam tersebut.

Azre membantu memegangi es dan mengusap pelan dipipi Dean.

"Apa yang sedang kau lakukan?"

Ruangan yang tadinya terasa tenang kini aura ruangan berubah mencekam, aura amarah yang dipancarkan oleh laki-laki yang baru saja masuk terasa ke seluruh ruangan.

Azre tersentak, ketika melihat Alphanya menatap tajam tangannya yang berada dipipi Sang Luna.

"Jauhkan tanganmu dari Mate-ku, jika tidak ingin ku akhiri hidupmu."

Justin, Azre baru menyadari bahwa pria yang ada dihadapannya bukan Jordan melainkan Justin. Terlihat dari matanya yang merah terang, dan aura yang begitu menyeramkan.

"Maafkan saya Alpha, saya tidak bermaksud menyentuh Luna. Hanya membantu meredakan rasa sakit yang berada di pipi lebam Luna."

Jangankan Azre, Daniel yang sedari tadi hanya diam juga ikut merasa tegang seolah olah nyawa nya kini diambang kematian.

"Kosongkan tempat ini."

Dengan cepat, Azre dan Daniel mengangguk mengerti bahkan mereka menyuruh dokter UKS yang notabanenya seorang manusia biasa yang selalu berada diruangan itu untuk segera keluar dari UKS.

Mereka juga sudah memastikan bahwa tidak ada orang lain didalam UKS.

Dan ini adalah momen pertama saat Justin bertemu Mate-nya secara langsung.
Bertekuk lutut dihadapan Mate-nya, melihat bahwa Sang Pujaan Hati yang masih tersendu-sendu.

"Sakit?" Justin menyentuh pipi sang gadis.

Menyibakan rambut gadisnya kebelakang dengan perlahan dan Justin melihat jelas luka lebam yang terlihat jelas dipipinya.

Dean mengangguk pelan.

Justin benar-benar menahan amarahnya saat ini, berusaha mengendalikan emosinya dihadapan gadisnya.

"Maafkan aku, karena tidak bisa menjagamu."

Lagi-lagi Dean hanya menggeleng pelan sebagai jawaban.

"Kemari, menangis lah dipelukanku." Justin beranjak dan duduk disebelah gadisnya, dan mendekap erat gadis itu.

Dean membalas pelukan Justin dan menangis sembari meremas kemeja yang Justin kenakan.

Justin terus menciumi kepala gadis itu sambil mengusap-ngusapnya.
Pelukan yang sangat nyaman bagi Justin, tidak akan dia lepaskan.

Dean yang berada didekapan Justin, dan dapat mendengar suara jantung dari Justin yang berdegup sangat kencang.

Dean melepaskan pelukannya, lalu mendongak "Jordan kamu sakit jantung? Jantung kamu berdetak cepat sekali, atau jangan jangan gejala mau kena serangan jantung?"

Justin terkekeh, kemudian menarik tangan mungil Dean ke arah dimana jantungnya berdetak.

"Ini akan selalu seperti ini saat aku bersamamu, sayang."

Deana menjadi gugup salah tingkah, bagaimana bisa dia dihadapkan dengan seseorang yang bermulut manis seperti ini.

"Sayang, jika ada yang menyakitimu bilang kepadaku akan ku pisahkan kepala dari tubuhnya."

Dean terkekeh mendengar candaan yang dilontarkan, "Ya ya ya terserah kamu."

Menghapus air matanya dan membenarkan rambutnya. Dan dia baru menyadari bahwa mata Jordan berwarna merah.

"Kamu pakai lensa mata?" tanya Dean yang penasaran.

Sedangkan Justin tidak mengerti maksudnya, "Benda apa itu, Sayang?"

Tangan Dean reflek menangkup pipi Justin, "Ini mata kamu merah nyala, terus kalau bukan lensa lalu apa?"

Justin yang merasakan lembut tangan Dean yang saat ini berada diwajahnya mengelus pelan tangan tersebut.

Sambil tersenyum manis menjawab, "Bukan apa-apa."

Beberapa saat kemudian Bel pulang berbunyi, dan Dean memutuskan untuk segera pupang kerumah. Mengingat hari ini, banyak sekali kejadian yang aneh dan tidak mengenakan.

Setelah keluar UKS terlihat beberapa orang menunggu didepannya, dan Dean bingung kenapa orang orang ini tidak masuk jika ingin pergi ke UKS akan tetapi perhatiannya teralihkan melihat bahwa tasnya sudah ada pada Daniel.

"Wah tumben baik."

Danil yang tidak tahu merespon apa, hanya diam. Mengingat sosok yang kini berdiri dibelakang Dean menatapnya tajam.

"Kenapa? Kok kamu diemin aku niel? Re, temen kamu kenapa nih?" tanya Dean sambil melambaikan tangan ke muka Daniel.

Azre juga terlihat gelagapan saat ditanya, akan tetapi otaknya daoat berpikir dengan cepat. "Dia ditolak gadis, De."

Dean terbahak kemudian memeluk Daniel, "Uuu, akhirnya ada orang yang masih beruntung jauh dari Daniel."

Daniel tidak bergerak, dia pasrah dengan nyawanya.

Sedangkan dibelakang Dean, Justin menguatkan rahangnya menahan emosinya saat melihat Mate-nya memeluk bawahannya itu.

Dean melepaskan pelukannya, "Ya sudah, aku duluan ya."

Azre dan Daniel mengangguk, namun setelah mereka meneguk ludah melihat seseorang yang berdiri dihadapannya.

Melihat kepergian Dean, Justin langsung menghadiahi pukulan hebat di wajah Daniel.

"Hadiah untuk mu."

Kemudian Justin melihat ke arah Theo, "Dan kau, Kau tidak akan mendapatkan jadwal libur dan harus lembur sampai beberapa puluh tahun kedepan karna tidak dapat mengatasi wanita jalang itu."

"Baik Alpha, terimakasih." Theo merasakan hari ini merupakan hari keberuntungannya, karna Alphanya hanya memberi hukuman seperitu itu daripada dia kehilangan nyawanya.

Dean berjalan pulang, akan tetapi dia merasa diikuti seseorang dari belakang. Semakin mempercepat langkahnya dan akhirnya berlari, terus berlari sampai rumah.

Dia tidak ingin menoleh kebelakang karna dirinya sangat takut jika yang mengikutinya adalah orang jahat.

Setelah sampai dirumahnya, Dean langsung masuk kedalam.

"Huft, untung aja aku selamat."
 

# TBC

The WolfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang