3. Bikin jantung deg-degan.

2.1K 161 3
                                    

"Siapa sih yang barusan telpon?" Mande bertanya penuh keingintahuan. "Sampai lo yang bersuara macam kaleng rombeng bisa selembut itu!"

"Kepo, lo!" Elli menjulurkan lidah meledek. Elli ngakak begitu mendapati wajah kesal Mande yang terlihat jelek.

Karena kesal, Mande merebut paksa Handphon yang ada di gengaman Elli samapai si empunya mengaduh kesakitan karena sikunya terantuk sandaran kursi kayu.

"Mau lo apain Hp gue?" Elli melotot galak. Dia berusaha menggapai Handphonnya dari tangan Mande. Karena Mande terus membawanya ke atas, Elli berhenti karena kelelahan.

Mande tidak mengubris pertanyaan Elli. Saat ini Mande tengah membuka Handphon Elli untuk menuntaskan rasa penasarannya. Begitu Handphon terbuka, diasana tertera tulisan 'Duniaku si super sexi'. Mande mengernyit heran karena gagal paham siapa orang yang Elli namai alay begitu.

"Udah, kan. Siniin Hp gue!" Elli menyodorkan tangannya meminta Handphonnya dikembalikan.

Dengan setengah hati karena rasa penasarannya gak tuntas, Mande mengembalikan itu Handphon pada pemiliknya. Mande hanya punya satu jawaban untuk menebak arti kata nama dalam Handphonnya Elli. Siapa lagi kalau bukan Rudy, orang yang selalu Elli panggil Dok. Udin sedunia.

"Lo ada something sama Dokter Rudy kan, Elli?" Tanya Mande penuh selidik. Tidak, lebih tepatnya penuh tuduhan. Sebenarnya Mande sudah cukup curiga dari kapan lalu, namun sedikitnya bukti membuat dia urung untuk menanyakan langsung pada Elli.

"Lo udah kaya detektif yang lagi introgasi penjahat aja!" Elli risih dipandang layaknya buronan yang sudah bertahun-tahun melarikan diri dari penjara. Lalu, setelah sekian lama akhirnya tertangkap dan akan dikenai hukuman berat.

"Jawab aja, kenapa sih!" Mande greget sendiri jadinya. Kalau sampai Elli benar-benar ada somthing sama Dokter yang digandrungi banyak penggemar itu. Wah, ini namanya berita besar dan terhot seantero kampus. Siapa sih yang tidak kenal Dokter Rudy Hoerudin? Dokter sejuta pesona yang dapat melelehkan hati para gadis dan janda.

"Ngaco, lo. Dok. Udin kan Dokter konselin gue, apa lagi memang?" Elli bertanya heran. Kenapa semua orang menuduhnya macam-macam. Padahalkan kedekatan seseorang tidak selalu berhubungan dengan something.

"Halah. Gue curiganya Elo dan Dok. Udin kesayangan lo itu udah marrig. Secara Dokter Rudy yang terkenal anti perempuan itu bisa beda perlakuannya sama lo." Mande menunjuk Elli emosi. Kenapa susah sekali bagi Elli untuk mengatakan iya. Dan kenapa pula Mande yang jadi sewotnya?

Elli memutar bola mata malas. Selalu itu yang ditanyakan para temannya yang sempat melihat interaksi Elli sama Dokter Rudy kesayangannya itu. Padahalkan yang bisa saja mereka keluarga. "Ada-ada aja lo, Sunadin."

"Mande! Nama gue Mande, Tukiyem." Mande meralat ucapan Elli yang suka seenak jidat merubah nama orang. Bukan kenapa-napa, hanya saja kini teman kampusnya juga ikut-ikutan memanggilnya Sunadin lantaran ngikutin panggilan Elli. Nama sebagus-bagus masa diganti jadi Sunadin!

"Ok. Mande. Jangan ngomong yang enggak-enggak! Make segala ngatain gue udah marrig sama Dok. Udin kesayangan gue itu. Kalau didengar orang gimana?" Elli menggeleng tak habis pikir. Kan bahaya kalau omongan Mande tadi didengar para fans fanatik-nya Dokter Rudy, bisa jadi perkedel Elli.

Mande meringis mendengarnya. "Iya, sorry!" Tak ingin menambah kekesalan Elli, Mande memilih berhenti dengan sesi introgasinya. Namun, dalam hati dia bertekad akan membongkar status rahasia Elli dan Dokter Rudy.

"Udah sana lo, pulang!" Mande memukul-mukul punggung Elli menggunakan kanebo.

Elli yang diusir dengan tak terhormat oleh tetangga kurang ajarnya itu hanya bisa mencebikan bibir kesal sambil berlalu pergi dari depan kostannya Mande.

***

Elli celingukan mencari orang dengan rambut, wajah, serta mata orang yang pucat. Dia menyisir orang satu persatu, namun orang yang mengajaknya bertemu tak kunjung ia temukan. Dia mendengus kesal, selalu begini. Elli datang duluan, naamun yang mengajaknya datang terlambat.

Karena lelah berdiri, Elli menghampiri meja nomor 13. Elli duduk sambil memainkan Handphon-nya untuk menghilangkan bosan.

Setengah jam berlalu, barulah orang yang ditunggu Elli tiba. Orang itu sepertinya habis berlari karena terdengar suara napsnya yang cepat dan putus-putus. Kulitnya yang pucat terlihat merah pasti karena kecapean.
Tanpa basa basi, orang itu langsung duduk tanpa menunggu Elli mempersilahkan. Melihat tidak adanya makanan atau minuman, orang itu menyimpulkan Elli belum memesan.

"Hampir aja aku tadi pulang. Kenapa terlambat?" Elli memulai sesi introgasinya. Dia kesal karena sudah menunggu setengah jam lamanya. Kata pepatah, waktu adalah uang. Sayangkan waktu setengah jamnya terbuang sia-sia.

"Maaf." Orang itu meringis merasa bersalah. "Tadi ada oprasi mendadak. Dokter Fahrul yang harusnya oprasi, mendadak harus berangkat keluar negri. Jadi gitu, saya yang gantikan oprasinya."

Elli membulatkan bibirnya membentuk hurup O.  Dia mengangguk mengerti dan tidak melanjutkan sesi introgasinya karena paham betul dengan orang yang berpropesi Dokter memang harus siap siaga bila ada oprasi dadakan. Elli yang melihat gurat lelah di wajah orang yang mengajaknya bertemu di restoran ini, menjadi sedikit iba. "Cape banget kelihatannya?"

"Sedikit." Orang itu meringis karena berbohong pada Elli. Badannya luar biasa cape. Namun karena sudah janji mengajak Elli makan diluar, dia memaksakan tubuhnya untuk menemui Elli.

"Mba!" Elli memanggil waiters yang berjarak tidak jauh dari meja tempat duduknya. Waiters yang merasa dirinya dipanggil segera menoleh dan menghampiri sang tamu.

Waiters itu menyerahkan buku menu. "Silahkan dipesan Mbak dan Ma ... s." begitu matanya bertemu pandang dengan si tamu laki-laki, waiters itu tidak dapat melanjutkan ucapannya karena terpesona dengan keindahan paras rupawan sang tamu.

Elli yang mendengar si Waiters menggantung ucapannya menoleh karena penasaran. Begitu tau dengan apa yang menjadi alasan Waiters itu diam membisu, sontak Elli memutar bola matanya malas. Selalu begini. Setiap kali mereka pergi keluar, entah itu makan atau jalan-jalan sekalipun. Pasti ada saja yang bersikap seperti Waiters ini.

"Saya pesan KAREDOKnya satu porsi!" Elli sengaja meninggikan suaranya agar si waiters sadar. Dan benar saja, si waiters itu gelagapan karena terciduk tengah memperhatikan laki orang. Iya laki orang, orangnya ada di depan mata lagi.

"Ap-apa Mbak. Maaf saya kurang mendengar dengan jelas?" Si Waiters itu agak gelagapan saat menjawab.

"Gak jadi. Saya gak jadi makan di sini." Elli melirik laki-laki di sebrang mejanya. "Tiba-tiba aku ingin makan karedok di pinggir jalan."

Laki-laki yang ditatap Elli hanya mendengus pasrah. Dia tau bahwa kini Elli tengah menahan kesal. Demi menenangkan hati Elli yang lagi bergejolak, dia memutuskan untuk mengikuti keinginan istrinya itu. "Baiklah.

"Maaf ya, Mbak." Elli tersenyum manis pada si Waiters yang dibalas tatapan sinis yang berusaha ditutupi dengan senyuman.

Tanpa basa basi, Elli langsung menggandeng tangan laki-laki yang kini sudah berdiri di sampingnya membuat si Waiters itu mendengus kecewa karena tidak dapat melihat wajah tampan laki-laki itu lebih lama.

Setelah mereka tiba di parkiran. Si laki-laki melepas tangan Elli yang menggenggam pergelangan tangannya, membuat Elli menoleh heran. Dengan lembut dan penuh kehati-hatian, dia menautkan jari tangannya dengan jari Elli. "Begini lebih baik."

Elli yang diperlakukan manis tidak dapat menutupi rona di wajahnya. Senyum malu-malu terukir di bibir kecilnya. "Ish. Bikin jantung deg degan aja Dok. Udin ini."

***

Status Rahasia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang