Bab 41. Rencana pulang kampung

964 73 0
                                    

"Kenapa mamah ajak aku kesini?" Elli bertanya heran. Pasalnya, saat ini dia tengah berada di dalam ruangan Rudy yang jelas-jelas orangnya tengah tidak ada di tempat.

Rudy tengah melakukan oprasi, dan itu akan membutuhkan waktu cukup lama. Lalu kalau tujuannya kesini hanya untuk menemui Rudy, jelas itu akan menjadi kesia-siaan semata.

"Kok, kosong. Rudy kemana?" Nyonya Devi melihat sekeliling ruangan Rudy untuk mencari keberadaan sang pemilik ruangan. Namu, hasilnya nihil. Anaknya itu tidak terlihat barang batang hidungnya saja.

Elli menghela napas lelah. Gini nih, akibat tidak bertanya dulu. Jadinya kan, Rudy tidak ketemu. "Mau mamah cari sampai gimanapun, Dok. Udin tetap gak akan ketemu. Wong dianya juga tengah ada oprasi."

Nyonya Devi menaikan sebelah alisnya. "Oprasi?" Tanyanya heran. "Kenapa kamu di sini? Bukannya kamu anak bimbingannya? Harusnya kamu ikut dong, agar praktek kamu makin bagus."

Cape berdiri, Elli menghampiri kursi Rudy karena kursi tempatnya duduk sedang dipegang sandarannya oleh nyonya Devi. "Gak semua oprasinya Dok. Udin aku ikut, masih ada batasannya."

"Oh, gitu." Nyonya Devi nyengir kuda karena malu. Walaupun dia Direktur utama di rumah sakit ini, tapi tidak pernah tau benar tentang duania medis. Dia hanya pemilik, bukan Dokter atau perawat.

"Emangnya mamah ada apa cari Dok. Udin?"

Nyonya Devi menundukan pantatnya di atas kursi yang sedari tadi dia pegang dari belakang. "Hanya ingin mendiskusikan masalah barusan yang terjadi, sekaligus ingin tahu kronologisnya kenapa sampai Suster itu bisa mengetahui pernikahan kamu dengan Rudy."

Elli membultakan bibir membentuk hurup O. Dia mangut-mangut karena mengerti. "Maaf, ya. Gara-gara aku, semuanya jadi gini." Elli meringis tak enak.

Nyonya Devi mengibaskan tangannya acuh. "Sudah, tidak apa-apa. Lambat laun juga, pernikahan kalian kan emang mau di publiskan. Jadi, untuk apa terlalu takut kebongkar."

"Iya, tapi aku sebenarnya masih agak kurang sreg kalau harus memberitahukan teman-teman dekat. Kenapa tidak mendiskusikan terlebih dahulu dengan mamak dan abah? Aku kira, mereka yang lebih berhak tahu, ketimbang orang lain."

Nyonya Devi menepuk jidatnya karena kaget telah melupakan hal penting itu. Bagaimana pun, keputusan orang tua Elli sangat dibutuhkan dalam masalah ini. Kenapa bisa dia samapai ceroboh begini?

"Gimana menurut mamah?"

"Mamah melupakan itu, Elli." Nyonya Devi meringis gak enak. "Setelah pulang dari sini, Mamah telepon deh bu Sulis dan pak Supriyadinya."

"Gak usah, mah. Biar aku saja yang menelepon, sekalian ada hal lain juga yang ingin aku tanyakan sama mamak dan abah." Elli mencegah nyonya Devi. Dia memang ada hal yang harus dipastikan mengenai kakak sepupunya yang kini kuliah di Yogya. Kakak sepupuyang tinggal bareng dirinya dalan keluarganya di kampung.

Nyonya Devi mengangguk paham. "Kalau itu mau kamu, mamah hanya bisa mengikuti. Lagipula memang lebih baik kamu yang memberitahukan, bukan mamah."

Teringat kejadian tadi, nyonya Devi menatap Elli heran. "Kenapa bisa suster tadi mengetahui pernikahan kamu dan Rudy?"

Elli meringis sambil memalingkan wajah. "Dia nguping."

"Nguping?" Nyonya Devi menaikan sebelah alisnya menunggu Elli kembali melanjutkan ucapannya.

Elli menghembuskan napas kasar sebelum kemudian kembali menatap ibu mertuanya. "Ta-tadi pagi Dok. Udin menciumku." Elli memelanka pada kata 'menciumku' karena malu. "Pas keluar dari ruangan, ada Monalisa yang tengah berdiri. Dia lihat. Sebelum semuanya bertambah kacau, aku seret dia masuk kedalam WC umum dan menjelaskan semuanya di sana. Eh, gak taunya ada Suster Mia di bilik kamar mandinya."

Status Rahasia Where stories live. Discover now