17. Golok abah

1K 57 2
                                    

"Allhurobby, Liya." Sulis, Ibu Elli shock akan penampilan Elli yang jauh dari kata layaknya para gadis desa yang pulang dari pemandian. Bagaimana tidak, Elli pulang dengan keadaan kaki penuh lumpur bekas tadi jalan cepat di atas tanah tanpa alas kaki. Handuk yang seharusnya dipakai untuk mengeringkan rambut dan tubuh beralih fungsi menjadi hijab sementara. Dan yang paling bikin Sulis senewen yaitu baju yang dipakai Elli, Elli hanya membelit tubuhnya menggunakan selembar kain.

Dengan langkah tegas Sulis menghampiri anaknya yang ceroboh gak ketulungan. Coba bayangkan, mana ada anak gadis setidak tau malunya seperti Elli. Ketika gadis lain berlomba-lomba mempercantik dirinya, Elli malah berpenampilan layaknya orang gila. Sulis sampai migran mendadak karena kelakuan absrud anak gadisnya ini.

"Adu-adu-duh aduh Mamak. Jangan jewer kuping, sakit." Telinga Elli nyut-nyutan akibat jeweran maha dahsyat the power of emak-emak.
Seolah tuli, Sulis terus menyeret Elli dengan menjewer telinganya sampai masuk ke dalam rumah. Di dalam rumah, Supriyadi sang Abah juga tak kalah shock dengan Sulis pada waktu pertama kali melihat Elli.

"Astagfirullah. Liya, ku naon make pakaian siga pamulung kitu. Istigfar, istigfar, tobat gusti, tobat. (Astagfirullah. Liya, kenapa memakai pakaian seperti pemulung gitu. Istigfar, istigfar, tobat gusti, tobat.)" Supriyadi memegang dadanya karena tak kuat melihat penampilan anaknya yang amburadul.

"Abah, tengok anakmu atuh. Mana aya kalakuan gadis sa sebrul na si Liya. Astagfirullah, salah naon hamba ya Allah. (Abah, lihat anakmu dong. Mana ada kelakuan gadis se sebrono si Liya. Astagfirullah, salah apa hamba ya Allah.)" Sulis pun sama memelasnya seperti halnya Supriyadi.

Elli yang jadi bahan omongan frustasi kedua orang tuanya hanya memanyunkan bibir karena kesal dikata-katai seolah dia adalah aib besar bagi mereka.

"Keusel, ngameuk, isin, kagetna pending hela Mamak, Abah. Pak Lurah Groho miwarang Mamak jeung Abah ka kantor Desa. (Kesal, marah, malu, terkejutnya pending hela Mamak, Abah. Pak Lurah Groho menyuruh Mamak dan Abah ke kantor Desa.)" Setelah menyampaikan pesan Pak Lurah Groho Nugroho bin Sugroho dengan santai Elli duduk di kursi bekas sang Abah tadi duduk lalu menyeruput kopinya.

Supriyadi dan Sulis yang tengah meratapi keadaan hidupnya yang mempunnyai anak semacam Elli sontak menghentikan aksinya, lalu menghampiri sang anak yang tengah bersantai dengan kopi milik Supriyadi sambil membaca koran.

Supriyadi mendelik karena kopinya di minum sang anak, namun dia memilih diam karena saat ini ada yang lebih penting dari kopi itu.

"Kunao Pak Lurah Groho memanggil Mamak jeung Abah? (kenapa Pak Lurah Groho memanggil Mamak dan Abah?)" Sulis memandang Supriyadi seolah mengatakan 'apa kamu tau' namun hanya dijawab gelengan kepala oleh sang suami.

"Haaaah." Elli menghembuskan napas kesal. Dia memandang Mamak dan Abahnya tajam. "Waktu tadi Liya mandi, eh aya jalma noong. Liya ngagorowok tarik nepika para warga daratang dan langsung nyeret itu lalaki ka kantor Desa. Sebagai korban, Liya ngiring atuh. Kusabab buru-buru, Liya jadi teu sempat pakai baju anu bener. Liya canak wae nu aya ngagantung, asal nutup orat. Beres. (Waktu tadi Liya mandi, eh ada orang ngintip. Liya teriak kencang sampai para warga pada datang dan langsung seret itu laki-laki ke kantor Desa. Sebagai korban, Liya ikut dong. Berhubung buru-buru, Liya jadi tak sempat memakai baju yang layak. Liya ambil mana aja yang menggantung, asal menutup orat. Beres.)" Elli nyengir kuda di akhir ceritanya.

Supriyadi yang mendengar cerita dari anak gadisnya yang mengatakan ada seorang laki-laki mengintipnya waktu sedang mandi sontak naik darah. Dia tidak terima anak gadisnya dilecehkan begitu. Maka dari itu, Supriyadi mengambil golok yang selalu dia pajang di dinding kayu rumah miliknya.

Begitu golok sudah di tangan, Supriyadi bersiap melangkah. Namun, sebelum kakinya sempat melangkah telinganya sudah kena jeweran dahulu oleh sang Nyonya Ratu Sulitiawati.

"Aduh Mak, nyeuri iyeu kuping. Saenakna wae ngajewer teh. (Aduh Mak, sakit ini telinga. Seenaknya saja menjewernya.)" Supriyadi berjengkit karena jeweran telinganya sakit minta ampun.

"Tuna balik eta bedog! Abah edek maehan batur, tekira-kira. Kareng nyaho lamun engke ditangkap Polisi. (Simpan balik ini golok! Abah mau membunuh orang, gak kira-kira. Kalau nanti ditangkap polisi baru tau rasa.)"

"Enya. Leupaskeun heula iyeu jeweran na, karek disimpeun iyeu bedog. (Iya. Lepaskan dulu ini jewerannya, baru disimpan ini golok.)"

Setelah mendengar suaminya mau menyimpan kembali golok di tangannya, barulah Sulis melepaskan jari tangan dari telinga Supriyadi.
Karena tidak ingin mendapat jeweran maha dahsyat the power of emmak-emak, terpaksa Supriyadi menyimpan lagi golok ke tempat semula.

"Ganti baju kaituh Liya! Hayu urang ka kantor Desa. (Ganti baju sana Liya! Ayo kita ke kantor Desa.)" Sulis menyentil telinga Elli sampai si empunya mengusap telinga bekas sentilan sang Mamak.

"Cepat." Supriyadi mendesis jengkel karena Elli malah meregangkan dulu otot-otot tangannya.

Dengan malas Elli masuk ke dalam kamarnya. Selang lima menit kemudian dia sudah keluar lagi dengan tampilan yang agak enak dipandang. Elli memakai hijab kuning di padukan dengan setelan rok dan kaos berlengan panjang.

Selepas Sulis dan Elli pergi, diam-diam Supriyadi mengambil kembali golok yang terpajang di dinding. Dia memasukan goloknya itu ke dalam baju agar tidak terlihat istri galaknya itu.

***

Status Rahasia Where stories live. Discover now