Bab 36. Rezeki anak solehah

945 70 4
                                    

"Elli."

Elli yang tengah berlari kecil agar dapat cepat sampai ke lobi rumah sakit sontak menoleh ke arah si pemanggil. Di belakangnya Dokter Ruslan dengan payung di tangannya tersenyum kecil memandangnya.

"Ya." Elli melindungi kepalanya dari rintik hujan yang mengenai hijab takut membuat lepek. Pagi ini memang tidak seberuntung hari-hari sebelumnya dikarenakan hujan di tengah perjalannya sehingga Elli tidak membawa payung.

"Ayo, sepayung saja dengan saya." Dengan baik hatinya Dokter Ruslan mengajak Elli masuk kedalam payungnya yang lumayan besar sampai bisa menampung dua orang tanpa takut kehujanan.

Elli meringis saat mengingat perkataan Rudy yang harus menjaga jarak dari Dokter Ruslan. Walaupun lobi rumah sakit masih jauh, tapi Elli tidak boleh mengiyakan ajakan Dokter anak ini. "Maaf Dokter Ruslan. Saya jalan sendiri saja. Lagian sudah dekat juga. Duluan, ya."

Dokter Ruslan menaikan sebelah alisnya saat matanya memandang kedepan lobi rumah sakit yang terlihat kurang lebih satu kilo meteran. Namun, dia tidak mengatakan apa-apa, hanya memandang punggung gadis unik itu sampai masuk kedalam rumah sakit.

Setelah memastikan Elli masuk dan tak terlihat lagi, dia memiringkan sedikit tubuhnya pada mobil yang sedari tadi berhenti karena orang di dalamnya sengaja memperhatikannya dengan Elli.

Dengan memasang senyuman manis, Dokter Ruslan menghampiri mobil itu. Dia mengetuk kacanya beberapa kali sampai kaca bagian pengemudi itu turun perlahan. "Apakah Dokter Rudy butuh tumpangan payung?"

"Tidak."

Masih dengan senyum manisnya, Dokter Ruslan kembali berbicara. "Lalu, kenapa Anda memberhentikan mobil di sini? Parkiran mobil masih jauh, loh."

Rudy menutup kembali jendela mobil. Setelah itu dia keluar dan berdiri tegak di hadapan Dokter Ruslan.

"Anda akan kehujanan bila tidak memakai payung di saat hujan begini." Dokter Ruslan mengasongkan payungnya berniat memberi tumpangan pada Rudy.

Tanpa kata, Rudy membuka payung lipat yang sengaja dia bawa dari dalam mobil. "Sepertinya tidak perlu." Rudy melirik sebentar payungnya sebelum kemudian menatap lagi kearah Dokter Ruslan yang masih mempertahankan senyumannya. "Saya sudah bawa payung sendiri. Jadi, Dokter Ruslan pakai saja payungnya, tidak perlu mengajak saya."

"Padahal, tadinya saya memang sengaja membawa payung besar saat melihat ramalan cuaca hari ini agar dapat membantu orang yang kelupaan membawa payung." Dokter Ruslan menghembuskan napas pasrah. "Tapi, ya sudah. Ternyata orang itu lebih memilih pergi tanpa payung dari saya."

"Tentu saja. Karena dia memang tidak ingin sepayung dengan Anda." Rudy memasang wajah mengejek. "Mungkin bila yang menawarinya payung itu saya, jawabannya akan lain."

"Apakah Anda yakin Dokter Rudy?"

"Ya, kenapa tidak?" Rudy balik bertanya.

Dokter Ruslan mengedikan bahu acauh. "Pastikan saja tidak ada orang yang berniat mengambilnya dari Anda. Anda tahu, musuh-musuh Anda diluaran sana jangan-jangan sudah mengetahui siapa dia dan statusnya bagi Anda. Jangan sampai lengah, orang jahat selalu punya seribu cara untuk melakukan kejahatannya."

Dengan santai Rudy melipat kembali payungnya, kembali dia masuk kedalam mobil. Menurunkan jendela kaca mobilnya, Rudy sedikit mengeluarkan kepalanya agar dapat melihat Dokter Ruslan yang berdi dengan jelas. "Terima kasih karena telah mengingatkan tentang musuh-musuh saya. Namun, Anda tidak perlu takut karena saya sudah menyiapkan rencana dengan baik. Kalau memang perlu, sekalipun itu sahabat saya sendiri. Saya tak segan untuk bertindak tegas, kalau memang dia berniat mengambil apa yang sudah menjadi milik saya."

Status Rahasia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang