Bab 26. Lamaran mendadak

667 49 0
                                    

"Apakah kamu mau menikah denganku?"

Elli yang tengah sibuk menenangkan jantungnya yang berdegup kencang sontak menoleh ke arah sumber suara yang terdengar dari arah sampingnya. Dia terlonjak sampai pinggulnya terbentur meja yang ada di belakangnya begitu mendapati Rudy sudah berdiri di sana.

"Ka-kapan Dok. Udin berdiri di situ?" Elli mengecek kursi yang tadi di duduki Rudy, kosong. Perlahan dia menoleh ke arah Rudy yang masih berdiri di sampingnya. Berarti pertanyaan Rudy tadi bukan khayalan Elli semata. Itu nyata, bukan mimpi.

"Saat kamu mengangkat tangan ke atas dada." Rudy menjawab enteng.

"Apa?"

"Bagaimana jawabanmu?"

"Jawaban apa?" Mendadak otak Elli loading lama tidak mengerti maksud pertanyaan Rudy.

Karena greget pada anaknya, Sulis berdiri menghampiri Elli. Tak tanggung-tanggung, Sulis menjitak keras dahi Elli yang kebetulan berdekatan dengan luka terhalang kain kasa. "Lemot banget sih."

Semua orang terkejut dengan aksi Sulis. Mereka meringis seolah merasakan bagaimana ngilunya Elli saat hampir saja Sulis menjitak luka di dahinya. Meleset sedikit saja, sudah dipastikan yang Sulis jitak adalah lukanya.

"Jahat ih." Elli manyun karena merasa nyeri di dahinya. Gila, bukan main sakitnya. Walaupun memang tidak sampai mengenai luka, tapi nyut-nyutannya tetap terasa. Kejam sekali Mamaknya ini. Sekarang Elli malah curiga, jangan-jangan mamaknya ini adalah penggemar emak tiri Cinderella lagi.

"Jang Rudy nanya, ceunah daek teu jadi pamajikanna? (Nak Rudy nanya, katanya kamu mau tidak jadi istrinya?)" Sulis kembali mengulang ucapan Rudy tadi.

Melihat anaknya terdiam, Supriyadi berdiri menghampirinya. Tanpa kata, dia membawa anak semata wayangnya ke dalam pelukan. Supriyadi mengusap-usap punggung Elli pelan sama seperti waktu Elli kecil dulu ketika mendapat kesedihan. "Abah tau sulit bagimu menerima pernikahan ini, tapi coba kamu pikirkan lagi. Kalau kamu tidak menikah dengan Nak Rudy, kejadian tadi tidak menutup kemungkinan akan terus terulang. Abah tau bagaimana karakter warga Kampung asih, ingat abahmu ini sekretaris Kelurahan Kampung Desa Asih. Jangan membuat abah cemas, menikahlah. Abah yakin Nak Rudy bukan laki-laki jahat, dia pemuda yang baik."

"Kemarin abah main ajak Dok. Udin gelut, eh sekarang malah nyuruh anaknya nikah sama dia. Abah sehat?"

Suasana yang seharusnya melow malah jadi ajang kekerasaan seorang abah pada anaknnya. Supriyadi menyentil telinga Elli berulang kali sampai merah. Kesal sekali rasanya pada anak gadisnya ini, dasar anak nakal.

"Ih, abah mah sama kaya Mamak. Masa anak sendiri dianiyaya." Elli kembali manyun. Dia mengusap-ngusap telinganya yang panas. Coba, ada yang tau kesalahan Elli di mana? Tidak kan. Dengan baik hatinya Elli menanyakan kesehatan abahnya, eh malah dibalas dengan sentilan. Sabar, sabar. Orang sabar cantiknya kebangetan.

Melihat interaksi hangat keluarga Elli, diam-diam membuat kedua ujung bibir Rudy terangkat. Dia jadi mengingat kisahnya dulu bersama Saswito, sang Papa. Saswito juga orang yang ramah dan perhatian pada anak dan istrinya. Walaupun iya Saswito sudah berumur, karena waktu itu Mamahnya menikah saat umur 20 tahun sedangkan Papanya 37 tahun. Namun, mereka tampak serasi sebagai keluarga bahagia.

"Jadi, gimana jawabannya." Rudy menatap Elli menanti akan jawaban.

Elli melirik semua orang yang tengah menanti jawabannya. Kemudian tatapannya jatuh pada Supriyadi yang di balas anggukan dari sang Abah.

"Tapi aku punya satu permintaan." Elli menatap Rudy penuh perhitungan.

"Katakan!"

"Em... sebelumnya aku mau mengatakan dulu kalau aku ini Mahasiswi kedokteran yang selepas cuti kali ini akan magang di Rumah sakit Kasih ibu. Aku ingin pokus pada magangku, jadi bisa tidak kalau pernikahan ini dirahasiakan sampai magangku selesai. Dan untuk masalah biaya juga, aku ingin abah tetap mentransfer seperti biasa karena aku gak mau sampai ada orang yang curiga."

"Rumah sakit kasih ibu?" Nyonya Devi berdiri dan menghampiri Elli. "Kamu magang di Rumah sakit itu?" tanyanya hampir tak percaya.

"Ya." Elli mengangguk membenarkan.

Nyonya Devi memandang anaknya ragu. "Rudy juga Dokter bedah di Rumah sakit Kasih ibu, dan peraturan di sana melarang sesama Dokter atau suster menjalin hubungan asmara apalagi menikah. Mungkin memang benar kalau pernikahan ini harus di rahasiakan sampai Elli selesai magang."

"Eh?" Elli mengerjap. Benarkah Dok. Udinnya ini Dokter di sana? Kok dia tidak pernah bertemu waktu mengurus-irus surat magangnya.

"Elli tidak pernah bertemu, ya?" Nyonya Devi menatap Elli geli.

Elli nyengir, kemudian mengangguk membenarkan. "Ya, selama mengurus persyaratan magang, Liya memang tidak pernah ketemu."

Nyonya Devi mengangguk maklum. "Karena Rudy juga baru kembali ke indonesia setelah sebulan lamanya dia di Jepang."

Elli membulatkan bibirnya mengerti.

"Sebenarnya ada satu alasan lagi, tapi saya rasa kita para orang tua saja yang lebih bagus membicarakannya lagi. Bagaimana Pak Supriyadi, Bu Sulis?" Nyonya Devi memandang bergantian antara Supriyadi dan Sulis.

"Kenapa begitu?" Elli menatap penasaran ke arah Nyonya Devi. Elli kepo, jiwa gosipnya bangkit saat mendengar kata penuh misteri.

Sulis berdecak mendapati wajah kepo anaknya. "Jangan kepo, ini urusan orang tua. Jadi anak nurut kali ini aja, ok."

"Hei, kalian berbicara seolah menganggap saya sebagai Lurah Kampung asih ini tak kasat mata. Cepat balik ke kursi masing-masing, mendengar drama ala sinetron kalian bikin perutku lapar saja. Ayo ke sini!" Pak Lurah Groho akhirnya angkat suara setelah menahan diri dari tadi untuk tidak mengganggu acara bincang lamaran mendadak itu. Perutnya lapar, dan orang-orang ini seakan sengaja mengulur-ngulur waktu makannya. Tersiksa sekali dia, makanan di depan mata. Namun, tidak dapat dijangkau.

"Ayo, nanti Pak Lurah Groho keluar taring. Orang lapar kalau marah serem." Sulis meledek sambil menggandeng tangan Elli membawanya ke kursi makan.

"Ayo Dok. Udin." Masih sempatnya Elli menoleh sebentar ke arah Rudy.

"Dok. Udin?" Nyonya Devi memandang anaknya geli. "Jadi itu panggilanmu dari calon istri?"

Rudy hanya menghela napas pasrah sambil ikut melangkah menyusul orang-orang yang lebih dulu sampai di kursi makan.

Di belakang  Rudy Nyonya Devi terkikik geli. Panggilan Dok. Udin yang terdengar katro, entah kenapa terasa lucu kalau disandingkan dengan anaknya yang bergaya keren. Ternyata calon menantunya ini sangat beda dengan wanita-wanita yang mencoba mendekati anaknya, selain wajahnya yang manis dia juga punya pemikiran unik. Tak salah memang dia memutuskan untuk menyuruh Rudy menikahi Elli, bisa awet muda dia karena punya menantu lucu.

"Jadi kapan ijab qobulnya di langsungkan?" Sulis memandang bergantian orang-orang yang ada di ruang tengah.

Selepas mereka makan, mereka memutuskan untuk kembali merundingkan pernikahan anak-anaknya di ruang tengah.

"Saya dan Rudy sudah harus kembali ke Jakarta lusa. Kalau besok bagaimana?"

***

Status Rahasia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang