Bab 23. Aksi heroin Rudy

820 49 1
                                    

Junaedi menatap Elli benci. "Dulu saya menulis surat cinta untukmu, tapi balasanmu hanya penolakan dan kata-kata tidak pantas yang seharusnya tidak dikatakan seorang teman masa kecil. Apa sekarang kamu ingat dengan kesalahanmu?"

"Apa?" Elli bertanya bingung. Kapan dia menerima surat dari Junaedi?

"Sok-sokan lupa segala kamu. Saya tidak akan sebenci ini bila penolakanmu dulu tidak begitu kejam, tapi kamu selain menolak juga sekaligus menghina saya habis-habisan. Sebagai seorang lelaki, tentu harga diri saya sudah kamu injak-injak. Sekarang yang tersisa di hati saya hanya kebencian untukmu." Junaedi terengah-engah murka.

"Hei, Junaedi. Gak ada tuh saya dapat su...," Elli langsung menghentikan ucapannya begitu merasakan seseorang memeluknya. Begitu dia mendongak, seketika wajahnya memucat begitu menyadari ada darah mengalir dari kepala orang yang memeluknya.

Elli ingin melongokan kepalanya untuk melihat apa yang terjadi, tapi suara serak dari atas kepala menghentikan gerakannya.

"Jangan bergerak!"

Merasakan jantungnya sendiri yang berdegup abnormal, Elli tidak tahan untuk tidak memegang dadanya. Apakah ini normal? Kenapa bisa perasaan senang ini hadir saat Rudy memeluknya begini? Padahal mereka saat ini dalam keadaan tidak baik-baik saja.

Tak

Mata Elli membulat begitu mendengar ada suara keras yang membentur. Namun, karena wajahnya saat ini terhalang oleh badan Rudy, Elli tidak dapat mengetahui apa itu.

"Ssh." Rudy mendesis sakit saat kepalanya kembali terkena lemparan keras. Dia yakin kalau dua luka di kepalnya sudah merembeskan darah.

"Biarkan aku lihat." Elli memberontak dalam dekapan Rudy. Karena pertahanan Rudy melemah, dengan mudah Elli dapat lepas. "Ya Allah, darah. Kepalamu berdarah." Elli beeteriak histeris saat melihat darah mengalir dari belakang dan samping kepala Rudy.

"STOP!" Elli berteriak nyaring menyuruh Junaedi dan kawan-kawannya berhenti melempari mereka nerdua. "Kamu gak punya otak baji***n! Kenapa kalian pada ngelemparin batu ke sini?

"Ibu-ibu, bapak-bapak sakalian. Tah iyeu jalma anu geus ngotoran kampung urang teh. Hayu urang usir ngarah teu aya bala pikeun leumur urang sarerea. (Ibu-ibu, bapak-bapak sekalian. Nah ini orang yang sudah mengotori kampung kita. Ayo kita usir supaya tidak ada musibah untuk lingkungan kita semua.)" Bukannya berhenti, Junaedi malah berteriak lantang menghasut para warga yang kebetulan ada di sana menyaksikan aksi Junaedi dan kawan-kawannya.

Para warga melirik satu sama lain. Sebagian warga yang mengetahui kejadian waktu di pemandian bingung, bukankah Elli itu korban? Tapi, kenapa Junaedi dan teman-temannya malah melemparinya juga. Lalu sebagian lagi yang tidak mengetahui kebenaran ikut melempari Elli dan Rudy menggunakan apa saja yang ada di dekatnya karena termakan hasutan Junaedi.

Satu lemparan batu dengan ukuran sekepal tangan mengenai dahi Elli. Darah langsung merembes mengaliri alis, pipi, hingga dagunya. Elli linglung sesaat karena pusing, tapi tidak sampai membuatnya pingsan.

Mengetahui Elli terluka akibat lemparan para warga, emosi Rudy tidak tertahankan lagi. "STOP! KALAU TIDAK, PERBUATAN KALIAN INI AKAN SAYA BAWA KEJALUR HUKUM. DAN UNTUK KAMU JUNAEDI, SAYA PASTIKAN KAMU MENDEKAM DI PENJARA. "Rudy berteriak lantang sampai membuat Junaedi dan para warga seketika menghentikan aksi melemparinya.

Junaedi yang diancam akan di laporkan tubuhnya  mendadak kaku sementara. Namun, karena pemikirannya mengatakan dia tidak bersalah, dengan lantang Junaedi membalas, "SAYA GAK TAKUT. LAPORKAN SAJA, PALINGAN KAMU DAN SI ELLI YANG AKAN MASUK PENJARANYA." Dengan percaya dirinya Junaedi berteriak seolah perkataannya adalah yang paling benar.

Rudy menyeringai licik. "Pastikan kalau perkataanmu itu bisa membuktikan apa yang akan terjadi di masa depan. Jangan salah, hukum selalu menginginkan bukti nyata dan saksi. Saya ada bukti juga saksi yang bisa menjebloskan sekaligus memberatkanmu di pengadilan. Sedangkan kamu, bukti apa yang kamu punya?"

"LICIK!" Junaedi berteriak murka. Dia kalap karena merasa kalah dengan Rudy. Aksi terakhirnya dia mengambil sebuah balok kayu dan membawanya ke arah Rudy dan Elli.

Karena masih merasa pusing akibat benturan batu di dahinya tadi, Elli tidak bisa sempat untuk menghindar. Melihat itu, Rudy mendorong Elli ke samping sampai terjatuh dan sebagai gantinya punggung Rudy yang terkena hantaman dari Junaedi.

Rudy tersungkur, dia merasakan nyeri yang sangat di bagian punggung bekas hantaman Junaedi. Sekuat tenaga dia bangkit berdiri karena melihat Junaedi hendak mendatangi Elli.

Elli meeingis karena merasakan perih di kedua telapak tangannya akibat gesekan dengan batu. Belum juga dia berdiri, seseorang sudah memeluknya untuk menghalangi pukulan Junaedi yang terarah kepadanya.

Tubuh Elli menegang begitu merasakan tubuh yang memeluknya itu ambruk menimpanya. Perlahan dia mendongak dan mendapati Rudy dengan lebam di mana-mana sudah menutup matanya rapat. Elli shock, tubuhnya bergetar takut.

Supriyadi yang baru sampai setelah di beri tahu salah satu warga, sontak membulatkan matanya. Matanya makin melebar begitu melihat Junaedi hendak mengayunkan kembali balok kayu di tangannya ke arah Rudy dan Elli yang terduduk di tanah.

Dengan secepat kilat Supriyadi menghempaskan Junaedi sampai si empunya berguling beberapa kali dan terbanting di tanah. Untuk mantan pesilat handal, tentu menjatuhkan Junaedi adalah hal mudah bagi Supriyadi.

Supriyadi menindih tubuh Junaedi sampai tidak bisa bergerak lagi. Aksinya itu bertahan sampai Pak Lurah Groho datang dan menyuruh para warga agar mengamankan Junedi. Setelah Junaedi di bawa pergi untuk ditindak lanjutkan, buru-buru Supriyadi menghampiri sang anak yang jauh dari kata baik.

Hati Supriyadi mencelos begitu mendapati anaknya terluka. "Elli, anjeun cilaka. Hayu, Abah bawa ka klinik. (Elli, kamu terluka. Ayo, Abah antar ke klinik.)"

Elli menggeleng, yang diakhawatirkan saat ini adalah Rudy. Rudy terluka lebih banyak karena berusaha melindunginya. "Abah, bantuan angkat iyeu Dokter. Darah na ngucur terus. Lamun teu buru-buru di eureunkeun, bilih kabujeung seep. (Abah, bantuin angkat ini Dokter. Darahnya mengalir terus. Kalau tidak cepat-cepat di berhentikan, takut keburu habis.)"

"Cepat bantu!" Supriyadi menoleh ke arah temannya, Pak Lurah Groho.

***

Status Rahasia Where stories live. Discover now